Mungkin Surabaya memang semrawut bagi warganya, tapi bagi orang Madura seperti saya, kota ini bak surga dunia.
Seusai membaca artikel dari Tiara Uci mengenai penderitaan hidup di Surabaya, ada semacam kenangan tersendiri tentang sisi kelam Surabaya yang muncul selama saya menjadi mahasiswa dulu. Tak terbantahkan kalau di balik kemegahannya, Surabaya juga menyimpan sisi kelam yang bikin hidup warganya menderita. Yang paling membekas dalam ingatan saya adalah saat motor kesayangan mogok terkena banjir di sana dan terpaksa macet-macetan setiap hari.
Kalau boleh mengakui, kadang saya merasa kesal dengan keruwetan Surabaya. Akan tetapi saya juga memberi hormat karena kota ini pernah jadi tempat bersejarah dalam hidup saya selaku orang Madura. Berkat Surabaya, ilmu pengetahuan saya menjadi lebih luas. Saya yakin, tak hanya saya yang merasakan hal itu. Kebanyakan orang Madura yang merantau ke Surabaya pasti juga merasa kalau kota ini sangat berkesan dalam hidup mereka.
Daftar Isi
Para orang tua di Madura bercita-cita menyekolahkan anaknya ke Surabaya
Sewaktu saya masih kecil dan sering berkumpul dengan tetangga, saya mendengar perbincangan para orang tua di kampung saya yang bercita-cita agar bisa menyekolahkan anak-anak mereka di perguruan tinggi di Surabaya. Sebuah harapan yang menurut saya nggak terlalu berlebihan.
Saya memaklumi kenapa banyak orang tua di Madura ingin mengirimkan anaknya untuk di Surabaya. Sebab, di mata orang Madura, Surabaya dikenal sebagai pusat perguruan tinggi berkualitas baik. Ini berbeda dengan di Madura yang minim sekali dengan lembaga perguruan tinggi berkualitas. Bahkan perguruan tinggi yang terkenal berkualitas di Madura bisa dihitung jari.
Minimnya perguruan tinggi berkualitas baik di Madura membuat para orang tua bekerja keras agar bisa mengirim anaknya melanjutkan studi ke Surabaya. Tapi, kenapa harus Surabaya? Kenapa nggak ke Malang, Jember, Jakarta, Bandung, atau Jogja yang juga punya banyak perguruan tinggi berkualitas? Jawabannya sederhana, dari segi ekonomi, para orang tua di Madura menilai biaya UKT untuk perguruan tinggi lebih murah di Surabaya.
Bulan lalu, saya sempat berbincang perihal alasan menyekolahkan anak di Surabaya dengan beberapa orang tua di sekitar kampung. Katanya, biaya perguruan tinggi di Jogja, Jakarta, dan Bandung sangat mahal untuk biaya UKT-nya. Informasi tentang mahalnya UKT di Jogja, Jakarta, dan Bandung diperoleh dari anak mereka yang mencoba mencarinya di Google.
Saya juga pernah mendengar pengakuan dari penumpang kereta api ketika mau menuju Malang mengenai mahalnya biaya pendidikan perguruan tinggi di Jakarta dan Bandung. Entah berapa nominalnya, saya hanya menguping tentang keluh kesahnya kalau UKT-nya jauh lebih mahal daripada di Jawa Timur.
Memang sepertinya biaya perguruan tinggi di Jawa Timur lebih ramah di kantong para orang tua Madura. Saya mencoba membandingkan biaya pendidikan teman saya yang berkuliah di Jember dan Malang dengan biaya kuliah saya di Surabaya. Hasilnya tak jauh berbeda, masih ada yang harga satu juta sampai belasan juta, tergantung program studi yang diambil.
Baca halaman selanjutnya
Jarak Madura ke Surabaya dekat…
Jarak Madura ke Surabaya dekat
Kalau begitu, kenapa orang tua di Madura tidak memilih Jember dan Malang saja sebagai kota tujuan anak-anak mereka menuntut ilmu? Jadi gini, jarak antara Madura dan Surabaya lebih dekat daripada Madura ke Malang atau Jember. Jarak yang dekat ini membantu para orang tua memangkas pengeluaran ongkos bagi anak mereka yang ingin pulang ke Madura, atau sebaliknya orang tua yang ingin menengok anaknya di perantauan.
Maka tak heran juga kalau banyak orang Madura yang memilih Surabaya sebagai tempat mencari rezeki. Saya tidak tahu pasti berapa jumlah orang Madura yang bekerja di Kota Pahlawan, tapi yang jelas, mulai dari tukang parkir, pedagang, buruh, hingga karyawan kantoran di Surabaya pasti terselip orang Madura.
Tingginya minat orang Madura bekerja di ibu kota Jawa Timur ini sebenarnya adalah hal yang wajar. Dari segi pendapatan saja memang lebih besar gaji yang didapat di Surabaya ketimbang di Madura. Contohnya, UMR Surabaya lebih tinggi daripada UMR di Sumenep, kampung halaman saya. Kemudian, bagi para pedagang dan tukang parkir, tentu saja mereka lebih suka bekerja di Kota Pahlawan karena kota itu jumlah penduduknya lebih banyak daripada di Madura, sehingga akan mempengaruhi pemasukan mereka.
Orang Madura suka belanja ke Surabaya
Kesempatan bekerja di Kota Pahlawan juga lebih besar. Banyak lowongan pekerjaan di sana karena statusnya sebagai ibu kota Jawa Timur sehingga banyak kantor swasta, instansi pemerintahan, dan industri yang ada di sana. Beda dengan di Sumenep yang minim lowongan pekerjaan.
Di sisi lain, orang Madura juga menjadikan Surabaya sebagai destinasi wisata belanja. Maklum, di Madura tidak ada mal dan tempat grosir. Makanya jangan heran kalau orang Madura lebih memilih belanja pakaian atau barang-barang fesyen lainnya ke mal yang ada di Kota Pahlawan.
Bahkan, orang Madura yang punya hajatan akan bela-belain berbelanja barang perlengkapan untuk hajatan sampai ke Surabaya. Tempat grosir di Kota Pahlawan sangat banyak jumlahnya dan barangnya pun lengkap. Orang tua saya saja berbelanja sampai ke Pasar Atom saat kakak saya menikah.
Makanya, seburuk-buruknya Surabaya di mata warganya, setidaknya kota ini justru jadi surga dunia bagi orang Madura seperti saya. Ibaratnya, Surabaya dan orang Madura bak ikan dan air, tidak bisa dipisahkan.
Penulis: Akbar Mawlana
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tiara Uci Mengungkap 5 Penderitaan yang Dirasakan Selama Tinggal di Surabaya.