Setelah membaca artikel milik Mas Adi Sutakwa soal larangan memberi makan kucing liar, saya jadi diajak mikir dan merenung dalam-dalam. Kemudian muncul pertanyaan yang menghantui saya, “Apakah selama ini saya salah dalam perkara memberi makan kucing liar karena membuat mereka nggak survive dengan lingkungan sekitar?”.
Saya sering nonton film tentang hewan liar yang diadopsi oleh manusia. Mereka dimanjakan dan ketika ending-nya si hewan harus kembali ke habitat aslinya, itu merupakan momen yang begitu mengharukan. Cerita seperti ini mungkin sering terjadi di sekitar kita lantaran beberapa orang ada yang suka memelihara hewan liar yang mungkin diperjualbelikan di pasar hewan. Meski hidup penuh kasih sayang, tapi itu bukan habitat asli hewan-hewan liar tersebut Sehingga mau tak mau si hewan akan lebih baik jika kembali. Untuk kembali ke alam bebas ini hewan tersebut nggak bisa dilepaskan begitu saja. Biasanya ada penangkaran untuk melatih si hewan agar bisa survive.
Awalnya saya juga berpikir demikian soal kehidupan kucing liar, tapi nyatanya itu nggak seratus persen benar. Hewan-hewan liar yang asalnya tinggal di hutan memang sebaiknya nggak diadopsi manusia. Jika di kemudian hari mereka dilepas begitu saja di alam bebas tanpa pelatihan, tentu mereka nggak bakal survive. Masalahnya, kucing liar nggak hidup di hutan belantara di mana dia bisa berburu seperti kucing hutan atau blacan. Kucing liar ini hidup di lingkungan yang ditempati oleh manusia.
Bagi kucing liar yang hidup di pedesaan, saya akui nggak memberi mereka makan masih sering dilakukan. Si kucing mungkin masih bisa berburu tikus atau hewan-hewan lainnya yang merupakan rantai makanannya. Tapi, kalau di perkotaan, hal ini jelas nggak berlaku. Kucing-kucing liar sangat bergantung sekali pada manusia sebagai sumber kehidupannya.
Mereka bisa makan hanya karena mengorek-ngorek tong sampah yang berisikan sisa makanan manusia. Mereka bisa berteduh dari hujan dan terik matahari ketika akan melahirkan anaknya dengan cara menumpang teras atau loteng rumah milik manusia. Mereka kalau mau pup ya kadang mau nggak mau pun di halaman rumah manusia.
Kucing mau makan tikus? Coba lihat seberapa besar tikus got di kota. Jangankan mau makan tikus, berpapasan di jalan saja si kucing sudah insecure duluan sama si tikus. Kalaupun mau makan tikus rumahan, si kucing bakalan naik ke atap rumah milik manusia, dan seperti yang kita tahu bakal ada tragedi genteng yang melorot yang bikin emosi manusia. Belum lagi kalau si kucing dalam masa kawin, berisiknya sudah kayak sirene ambulans yang menuju ruang IGD dan suara itu pun nantinya bakal mengganggu manusia lagi.
Jika memberi makan kucing liar saja dianggap hal tabu, maka untuk membuat para manusia menerima keberadaan mereka tentu akan amat sulit sekali. Jangan menutup mata, musuh utama dari para kucing liar itu bukan hanya pertengkaran sesama kucing di jalanan. PR yang sesungguhnya itu ya penerimaan dari manusia. Sudah berapa kali kita membaca berita tentang kasus abuse pada kucing. Siapa pelakunya? Manusia, kan?
Kadang kasus abuse ini hanya disebabkan masalah sepele. Si kucing mencuri makanan. Padahal aneh sekali kalau mengatakan kejadian itu sebagai kasus pencurian. Dalam dunia hewan mana ada sih mencuri? Yang ada mereka itu cari makan doang. Mana mereka tahu makanan itu halal atau nggak? Yang bisa membedakannya kan manusia. Kenapa kucing liar bisa sampai mengambil makanan di rumah manusia? Ya karena mereka lapar. Itu saja.
Saran untuk membuat pulau khusus kucing tentu menarik sekali. Saya juga setuju sebenarnya, tapi selama ini permasalahan yang disebabkan oleh kucing liar belum menjadi perhatian serius dari pemerintah. Sehingga untuk merealisasikannya, tentu butuh perjuangan yang masih begitu panjang. Masih ingat berita tentang penangkapan kucing liar yang kemudian terlantar di dinas sosial? Jadi, nggak usah berekspektasi terlalu tinggi terhadap pemerintah.
Untuk membuat masyarakat mau mengadopsi kucing liar juga bukan perkara yang mudah. Nggak perlu jauh-jauh buat mereka mengadopsi, mereka nggak melakukan tindak kriminal ke kucing liar itu saja sudah cukup. Saya tahu setiap makhluk hidup yang bernyawa itu pasti ada rezekinya. Tapi, kita juga harus tahu bahwa rezeki itu nggak serta-merta jatuh dari langit.
Mungkin kita bisa meniru Turki, betapa masyarakat di sana begitu welcome dengan kucing liar. Kucing-kucing itu nggak diadopsi, tapi mereka semua mendapatkan cukup makan dan bebas keluar masuk rumah warga tanpa perlu cemas. Kalau memberi makanan sebagai bentuk terkecil kepedulian kita saja dilarang, terus gimana, dong?