Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Apabila Widji Thukul Tiba-tiba Muncul dan Baca Puisi di Tengah Demo Mahasiswa

Erwin Setia oleh Erwin Setia
27 September 2019
A A
Widji Thukul

Widji Thukul

Share on FacebookShare on Twitter

Widji Thukul, seorang penyair dan aktivis HAM bernama asli Widji Widodo—sebuah nama yang mengingatkan kita kepada Sang Presiden Joko Widodo yang amat mencintai cucunya (tapi apakah juga mencintai rakyatnya?)—menghilang (baca: diculik) pada Juli 1998, ketika usianya belum genap 35 tahun.

Kalau Widji Thukul saat ini masih hidup, ia akan sebaya dan selevel dengan Joko Widodo (umur mereka hanya terpaut dua tahun dan keduanya sama-sama lahir di Surakarta). Saya berharap jika Widji Thukul tiba-tiba hari ini muncul, sikapnya terhadap kezaliman tidak akan berbeda dengan dua puluh satu tahun silam. Tidak seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon, yang aktif membela kebenaran pada masa lalu, tapi memble dan begitu menjengkelkan pada masa kini.

Hari-hari ini kita melihat berita demonstrasi di mana-mana. Di Gejayan, Malang, Makassar, Bandung, Lampung, dan terutama Jakarta. Para tokoh utama pendemo itu jelas: mahasiswa, anak-anak muda dengan semangat yang membara-bara. Orang-orang yang berjuang semampu-mampunya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan menolak undang-undang ngawur dan merugikan buatan Dewan Pengkhianat Rakyat—oh, maksud saya Dewan Perwakilan Rakyat.

Saya tidak peduli jika pada masa depan kelak beberapa demonstran itu mungkin akan duduk di kursi DPR dan menjadi anggota DPR yang semenyebalkan sekarang. Toh, tidak ada yang tahu soal apa yang akan terjadi pada beberapa tahun ke depan dan kita tidak dituntut untuk berpikir seribet itu. Yang penting adalah sekarang. Para anak muda itu berjuang, bersuara, dan tak tinggal diam di hadapan kezaliman yang terang-benderang.

Itu sebentuk keberanian yang patut diapresiasi tinggi-tinggi. Setidaknya mereka punya sikap yang jelas ke mana harus berpihak.

Linimasa media sosial saya seketika penuh oleh status-status tentang demo mahasiswa juga foto-foto pamflet buatan mahasiswa. Dan tidak ketinggalan ada pula berita soal kekerasan Pak Polisi dalam menangani aksi massa—sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh pihak yang berkewajiban mengayomi masyarakat bukan menghajar masyarakat, tapi toh mereka tetap melakukannya juga dengan alasan bermacam-macam.

Saya senang melihat Angkatan 2019—mahasiswa-mahasiswa generasi saya—melakukan aksi semassif dan seekspresif itu. Saya senang generasi saya ternyata dipenuhi oleh orang-orang bermental pejuang dan tidak pengecut. Saya senang generasi saya kelak akan tercatat dalam lembaran sejarah Indonesia. Tuntutan-tuntutan mereka barangkali belum tentu terkabul, tapi dengan aksi sebesar itu, jelas akan membuat pemerintah kocar-kacir dan terusik. Dan pada akhirnya pemerintah pun akan pikir-pikir lagi tentang apa yang telah mereka lakukan.

Di Bandung, tempat saya kuliah, aksi demonstrasi diwarnai kericuhan. Polisi menghajar demonstran dan beberapa mahasiswa terluka sehingga mesti dibawa ke rumah sakit. Di Jakarta, demonstrasi di depan gedung DPR berlangsung sampai tengah malam. Demonstran dan polisi sama-sama keras kepala. Yang satu keras kepala memperjuangkan aspirasinya, yang satu keras kepala ingin agar para demonstran itu bubar—mungkin mereka ingin cepat-cepat bobo dan latihan mementung kepala orang lagi.

Baca Juga:

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

Sampai hari ini, aksi massa di berbagai tempat tersebut dalam rangka berdemo menuntut penolakan terhadap Revisi UU KPK, RKUHP, RUU Pertanahan, tuntutan untuk pengesahan RUU PKS, dan lain sebagainya itu masih berlangsung. Kita masih akan menemukan banyak pamflet-pamflet dan coretan pilox unik terbaru selain “Maaf perjalanan Anda terganggu, sedang ada perbaikan reformasi” dan “Tidak ada yang abadi kecuali Wiranto”.

Namun di luar itu semua, saya membayangkan hal lain. Saya membayangkan pada suatu hari (entah esok atau beberapa hari lagi), di tengah orasi dan teriakan para demonstran di depan gedung DPR, akan muncul sesosok manusia yang sudah menjadi legenda. Orang ini akan menembus gerombolan massa, lalu dengan tubuh ringkihnya dan wajah tuanya ia segera berdiri di depan, dan mengatakan bahwa dirinya akan membacakan sebuah puisi. Kemudian ia membacakan puisi berjudul “Peringatan” dengan suara lantang dan berapi-api:

Jika rakyat pergi

            Ketika penguasa pidato

            Kita harus hati-hati

            Barangkali mereka putus asa

           

            Kalau rakyat bersembunyi

            Dan berbisik-bisik

            Ketika membicarakan masalahnya sendiri

            Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

           

            Bila rakyat berani mengeluh

            Itu artinya sudah gawat

            Dan bila omongan penguasa

            Tidak boleh dibantah

            Kebenaran pasti terancam

           

            Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

            Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

            Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

            Maka hanya ada satu kata: lawan!

           

Setelah baca puisi, orang itu mengembuskan napas dan berkata, “Perkenalkan, saya Widji Thukul, saya bersama kalian, dan mari kita lawan!” (*)

BACA JUGA Kumpulan Kisah UwU di Balik Aksi Mahasiswa di Jakarta atau tulisan Erwin Setia lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Februari 2022 oleh

Tags: aksi mahasiswapenyairsurakartatokoh pergerakanWidji Thukul
Erwin Setia

Erwin Setia

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

ArtikelTerkait

Menemukan The Spirit of Java, Semangat Solo untuk Indonesia (Unsplash)

Menemukan The Spirit of Java, Semangat Solo untuk Indonesia

13 Juni 2023
ananda badudu

Ananda Badudu dan Moralitas Palang Merah Albert Camus

30 September 2019
#gejayanmemanggil

#GejayanMemanggil: Saya Mengalami Aksi yang Sangat Menyenangkan Kemarin

24 September 2019
5 Hal Tidak Menyenangkan di Solo yang Sering Bikin Wisatawan Kapok

Kenapa Jalanan Solo Selalu Macet Padahal Kotanya Tidak Segede Jakarta?

25 November 2025
Solo, Kota yang Hanya Ramah ke Wisatawan, tapi Tidak ke Warga Lokal Mojok.co

Solo, Kota yang Hanya Ramah ke Wisatawan, tapi Tidak ke Warga Lokal 

9 Agustus 2025
pak polisi, cowok berseragam

Pak Polisi, Salam Damai Dari Kami Para Mahasiswa!

26 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.