Film porno, film dewasa, film semi. Kita kerap sekali bingung mendefinisikan dan membedakan ketiga jenis/kategori film tersebut. Kita masih kerap terbalik dengan mengatakan bahwa film porno itu juga merupakan film semi, juga sebaliknya. Tidak salah juga sebenarnya, dan yang jelas, baik film porno atau film semi masuk ke dalam kategori film dewasa.
Tapi mari kita fokus dengan film semi. Secara definisi, film ini sebenarnya tidak melulu tentang film yang berisi adegan erotis atau adegan seksual. Film ini adalah film yang menggabungkan unsur-unsur erotis, komedi (biasanya komedi yang gelap), dalam sebuah cerita yang biasanya cukup kompleks dan tentunya menarik. Meski harus diakui bahwa porsi erotis dan seksual di fim semi bisa dibilang cukup tinggi, sehingga jarang sekali kita menemukan film jenis ini diputar di bioskop.
Lalu mengapa disebut film semi? Sederhana saja. Film ini punya porsi seksual dan erotis yang cukup tinggi. Tapi gambaran seksual dan erotisnya tidak se-vulgar film-film porno. Tidak ada gambaran adegan seksual yang subtil dan menonjol. Tidak ada penggambaran alat vital atau bagian-bagian menohok lain seperti yang kerap ada di film porno. Itulah mengapa disebut film semi, karena mungkin merujuk pada terminologi semi-porno.
Film semi ini sebenarnya punya peminat yang cukup banyak. Beberapa dari mereka mungkin adalah orang yang tidak suka dengan film porno yang terlalu vulgar. Makanya, mereka larinya ke film jenis ini, yang mana adegan-adegan seksualnya masih “cukup sopan”. Tak heran juga jika ada banyak sekali bermunculan film-film jenis ini, mulai dari film yang ceritanya kompleks, sampai film yang ceritanya receh.
Daftar Isi
Jejak film semi di Indonesia
Di Indonesia sendiri sebenarnya juga tidak terlalu asing dengan film jenis ini. Sejak era 80-an misalnya, sudah ada banyak film-film yang punya unsur erotis dan seksual yang cukup tinggi. Sebut saja film Skandal (2011), Kenikmatan Tabu (1994), Budak Nafsu (1983), Bumi Bulat Bundar (1983), hingga deretan film “horor esek-esek” yang sempat tenar di medio 2010-an. Ya meskipun film-film tersebut tidak bisa dikatakan sebagai film semi juga, sih. Tapi jika indikatornya adalah porsi adegan erotis dan seksual yang tinggi, ya monggo kalau mau menyebut film-film tersebut sebagai film semi.
Penjelasan di atas mungkin sudah cukup untuk menjabarkan apa sebenarnya film semi. Definisinya memang tidak ada yang saklek. Tapi setidaknya, dengan penjelasan di atas, kita bisa membedakan film mana yang disebut semi, dan film mana yang disebut porno. Sekarang pertanyaannya, bagaimana menjelaskan film semi kepada anak-anak jka suatu saat mereka mempertanyakannya?
Menjelaskan film jenis ini kepada anak-anak
Ini adalah situasi yang cukup pelik. Anak-anak punya rasa ingin tahu yang tinggi, dan mereka akan mempertanyakan apa-apa saja. Tak terkecuali tentang film jenis ini, yang seharusnya belum saatnya untuk diketahui oleh anak-anak. Tapi yang namanya anak-ana, tidak bisa diabaikan begitu saja. Kita harus berani menjelaskan, daripada mereka yang cari tahu sendiri.
Saya memang belum punya anak saat ini (jangankan anak, kekasih saja belum punya, kok!). Tapi saya punya beberapa keponakan yang usianya masih belia. Saya juga belum pernah ditanya soal ini. Dan bukan tidak mungkin, suatu saat saya akan ditanya oleh keponakan saya, atau mungkin anak-anak saya kelak.
Lalu gimana menjelaskannya? Ya jika kita cukup liberal dalam urusan mendidik anak, ya jelaskan saja. Jelaskan bahwa film jenis ini adalah film yang ada banyak adegan seksual yang belum bisa ditonton oleh anak-anak. Film ini baru boleh ditonton oleh anak-anak ketika mereka berusia lebih dari 17 atau 21 tahun. Harusnya sesederhana itu. Dan jika anak-anak bertanya apa itu hubungan seksual, ya jelaskan perlahan-lahan, jelaskan dengan bahasa yang dimengerti anak.
Kasih tahu, atau jauhkan
Tapi jika kita agak konservatif dalam mendidik anak, ya itu perlu strategi ekstra untuk menjelaskan. Mungkin kita perlu menunggu anak-anak menginjak usia yang lebih dewasa, sekitar pertengahan belasan tahun, untuk menjelaskan tentang film ini. Tapi kalau kita tidak mau anak-anak kita tahu, ya jauhkan mereka dari apa-apa yang menyebabkan mereka tahu soal film jenis ini.
Nah, berhubung saya nanti akan cukup liberal dalam mendidik anak, mungkin saya tinggal menjelaskan jika suatu saat kelak anak saya bertanya soal itu. Itu pun kalau anak saya bertanya. Kalau tidak bertanya, ya tidak perlu dijelaskan.
Itulah sekelumit tentang film semi, film yang harus diakui cukup kita gandrungi, sekaligus tentang bagaimana caranya menjelaskan film ini kepada anak-anak. Bayangan saya sih akan sesederhana itu. Tapi kenyataannya nanti pasti akan berbeda dan jelas tidak sederhana.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 10 Film Semi Terbaik di Netflix yang Nggak Cuma Jual Adegan Seks