Anak muda yang terjun politik sekarang jualan muda doang, kapasitas intelektual dan integritasnya nggak diomongin sama sekali
Sebagai anak muda, masih 21 tahun, kalau boleh jujur, kadang-kadang saya insecure. Pikiran saya suka terbayang kepada sosok muda seperti Muhammad Al Fatih, yang saat seusia saya, sudah berhasil memimpin tentara Ottoman dan menaklukan Konstantinopel, kota terbesar Kekaisaran Romawi Timur.
Atau Usamah Bin Zaid, panglima termuda dalam Sejarah Islam yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah SAW. Atau Martha Christina Tiahahu, yang di usianya yang bahkan lebih muda dari saya, sudah menjadi perempuan pertama pembela rakyatnya dari kolonialisme Belanda. Terakhir, Mohammad Hatta, di usianya yang lagi gemes-gemesnya, malah sudah diberi tanggung jawab untuk menjadi bendahara salah satu perkumpulan pemuda terbesar di Sumatera, Jong Sumateranen Bond. Semakin saya pikirin, semakin insecure lah saya.
Tapi begitulah seharusnya anak muda. Idealis, cerdas, kritis, visioner, punya nyali. Nggak salah apabila kepemimpinan anak muda digadang-gadangkan menjadi garda terdepan perubahan suatu bangsa. Anak muda dianggap selalu punya energi lebih untuk bergerak dan menggerakkan. Mereka diamini menjadi solusi paling instan dari segala permasalahan yang ada melalui kelebihan mereka yang berani berpikir dan bergerak di luar kotak.
Daftar Isi
Deretan pemuda berkualitas
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, di mana harapan akan angin segar di dunia perpolitikan juga ikutan jatuh kepada bahu anak muda. Harapan ini bukanlah hanya angan-angan kosong. Jika kita menilik kembali sejarah bangsa, semua orang juga tahu betul bahwa gerakan anak muda memang merupakan tonggak penting dari merdekanya republik kita.
Sederetan nama dari golongan muda saat itu seperti Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Soekarni, dan BM Diah turut menjadi bagian penting dalam kemerdekaan Republik. Mereka adalah anak bangsa yang menjadi bagian penting dalam episode final lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ah, lagi-lagi saya terjebak dalam romantisme masa lalu. Saya emang anaknya suka gagal move on sih. Oke kembali ke laptop. Tapi nama-nama tokoh yang saya sebutkan di atas sayangnya cuma tinggal cerita lama. Terus, sekarang siapa dong anak muda yang kira-kira bisa menggantikan mereka?
Kok rasa-rasanya belum ada, ya….
Anak muda yang kayak gimana dulu nih?
Memang saya selalu setuju pada gagasan bahwa anak muda adalah solusi tepat atas sebagian besar tantangan dan permasalahan bangsa. Tapi…… anak muda yang kayak gimana dulu, nih?
Menurut saya, istilah “anak muda” terlalu sering diglorifikasi dalam kontestasi perpolitikan di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya sogan-slogan caleg muda yang seolah menonjolkan “kemudaan” sebagai satu-satunya nilai jual mereka. Nggak jarang kan kita menemukan slogan-slogan mainstream seperti “MUDA BEKERJA”, “MUDA UNTUK PERUBAHAN”, “MUDA, KREATIF, INOVATIF”, atau slogan-slogan basi lainnya yang menonjolkan “kemudaan” para kontestan politik Konoha. Saya sih biasanya cengengesan geli aja dalem hati. Ckck. Iye, iye. Si paling muda deh lo!
Terlalu berlebihan dan belum diperlukan rasanya saat ini untuk mengobrak-abrik konstitusi dengan dalih “memberi kesempatan kepada anak muda”. Karena yang kita butuhkan itu bukan hanya sekedar muda. Kalau cuma sekedar muda, noh kelapa muda juga bisa lebih banyak manfaatnya!
Yang sebenarnya dicari dari anak muda
Yang bangsa ini butuhkan adalah anak muda dengan integritas dan komitmen yang jelas dalam membawa perubahan bangsa. Seorang anak muda yang betul-betul teruji dan memiliki kapasitas. Bukan yang menghalalkan segala cara, enggan berproses, dan menodai konstitusi demi melenggangkan kakinya di panggung politik.
Seperti yang dikatakan seorang pengamat politik, Surokim Abdussalam yang menyatakan bahwa apa yang sedang terjadi di negara kita saat ini dapat menjadi inspirasi bagi praktik politik aji mumpung. Di mana seorang dapat dengan mudah duduk di kursi kekuasaan melalui jalur cepat dengan memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada. Beliau mengatakan, hal ini dapat merendahkan nilai politik, di mana politik hanya akan menjadi bahan olok-olokan dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada partai.
Jadi buat kalian darah muda yang pengin terjun politik, mohon bersabar dan take your time dulu yuk. Untuk belajar lebih keras dan cari pengalaman sebanyak-banyaknya. Untuk memahami masyarakat sepenuh-penuhnya.
Anak muda memang memiliki poin plus tersendiri dalam pertarungan politik di negara ini. Tapi jangan poin “muda” terus dong yang dibangga-banggain, bosen nih. Punya kapasitas intelektual dan integritas yang cukup nggak?
Penulis: Aneke Desiana
Editor: Rizky Prasetya