Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Alasan Kita Nggak Perlu Lagi Nonton Berita di Televisi

Muhammad Arsyad oleh Muhammad Arsyad
24 November 2020
A A
Paradoks Ajang Pop Academy, Indosiar kok Nggak Ada Kemajuan, sih! terminal mojok.co

Paradoks Ajang Pop Academy, Indosiar kok Nggak Ada Kemajuan, sih! terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Di era pandemi saya jadi mengasah beberapa kemampuan, entah yang saya miliki atau tidak sama sekali. Termasuk bakat mengamati dan mencermati televisi. Zaman sekarang mungkin banyak orang, terutama yang seumuran dengan saya sudah mulai meninggalkan televisi.

Kendati begitu, mulai dari Power Rangers tayang di Indosiar sampai pindah ke RTV, saya masih setia menonton televisi, tak terkecuali sinetron. Meski kebanyakan orang menyebut sinetron adalah tayangan yang nirfaedah, berbahaya, dan hal-hal negatif lainnya, tapi tidak bagi saya.

Sinetron memang sampah, alasannya banyak adegan yang tak rasional. Namun, kalau kita rutin nonton televisi, masih ada tayangan yang lebih sampah dari sinetron.

Tayangan itu adalah berita di televisi. Iya, tayangan ini sebenarnya nggak penting-penting amat. Coba kalian tanyakan saja ke keluarga kalian yang hobi nonton televisi, lebih milih sinetron yang lenyap atau tayangan berita.

Saya yakin, orang yang kalian tanyain itu bakal memilih tayangan berita yang lenyap daripada sinetron yang tak lagi tayang. Soalnya, setelah saya amati, berita di televisi itu sudah nggak perlu lagi. Kita sebaiknya tak perlu lagi mengonsumsi program berita ini.

Saya bilang begitu bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan yang bisa kalian terima. Bisa jadi karena alasan yang saya tulis ini bikin kalian nggak mau nonton berita di televisi lagi.

#1 Kurang cepat

Berita televisi itu lambat. Bandingkan saja dengan berita di media online. Itulah mengapa sekarang stasiun televisi sudah mulai merangsek ke media online.

Contoh nyatanya Kompas dan MetroTV, oh ya satu lagi Liputan6. Dari awal kita tahu bahwa ketiganya terkenal dengan tayangan atau stasiun televisi yang menyediakan beragam berita.

Barangkali karena memproduksi berita televisi bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan kerjasama tim paling tidak dua orang. Sedangkan media online dengan satu saja wartawan bisa menghasilkan 1-10 berita per hari.

Baca Juga:

3 Alasan yang Bikin Saya Enggan Punya TV di Rumah

TV, Perabot Rumah Tangga yang Nggak Terlalu Penting untuk Dibeli

Saya pernah ngobrol bareng salah seorang wartawan televisi. Dia bilang sehari paling tidak ditarget satu berita, nggak sampai 5 atau bahkan 10 berita. Itu artinya banyak berita-berita yang tak tercover alias terlewatkan begitu saja.

Si wartawan televisi ini harus multitasking. Ia merekam sendiri, mewawancarai sendiri, dan mengedit beritanya sendiri untuk kemudian disetorkan ke pihak redaksi.

Hal itulah yang mungkin membuat berita di televisi terkesan lambat. Pasalnya publik sudah dapat sebuah informasi itu terlebih dahulu, walaupun dia belum menonton berita di layar kaca.

Kalau dulu, ya kira-kira masa peralihan antara orde baru ke reformasi, berita televisi masih layak diperhitungkan. Sekarang berita televisi itu hidup segan mati tak mau.

#2 Beritanya tak mendalam

Berita di televisi bakal bertahan di era kecepatan informasi seperti kiwari, asalkan punya pembeda. Namun masalahnya, berita televisi dan berita di media online nyaris tak ada bedanya. Keduanya sama-sama minim konfirmasi.

Pemberitaan itu butuh konfirmasi setidaknya lebih dari satu narasumber. Atau ketika ada kasus tertentu, si wartawan tak hanya mengulik ke satu sumber. Pada kenyataannya, berita di televisi masih terpaku pada satu narasumber.

Saat saya menulis ini, saya baru saja menyaksikan sebuah berita di televisi yang mirip dengan berita di media online. Menayangkan pemberitaan tentang razia baliho bergambar Habib Rizieq Shihab yang dilakukan oleh anggota TNI.

Berita yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi nasional tersebut mewawancarai Pangdam Jaya, Mayjen Dudung Abdurachman. Intinya kurang lebih, baliho-baliho dianggap tidak tertib aturanlah, inilah, itulah. Namun, dalam berita tersebut sama sekali tak menampilkan pendapat atau video wawancara dengan si pemasang baliho misalnya. Atau pihak dari pendukung Habib Rizieq.

Ini sama sekali nggak cover both side. Lantas, apa bedanya berita televisi dengan media online yang hobinya asal comot tweet, linimasa, dan postingan Instagram? Publik sudah mendapat informasi itu lebih dulu lewat media online daripada televisi, karena tiap hari yang dipegang adalah hape bukan televisi 21 inchi.

Loh, televisi kan ada Mata Najwa, ILC, dan semacamnya yang informasinya lebih detail? Iya sih, informasi di program-program tersebut memang lebih komprehensif. Namun, program yang dipandu Najwa Shihab dan Karni Ilyas itu bukanlah tayangan berita di televisi. Melainkan program talkshow.

#3 Dikotomi pemilik televisi

Bukan lagi rahasia bahwa televisi nasional kita memang dikuasai oleh pengusaha-pengusaha top yang tak jarang juga merangkap sebagai politisi. Di antaranya ada yang dekat dengan pemerintah dan ada yang tidak. Susah melihat bahwa berita televisi itu nggak terkontaminasi dengan kepentingan tertentu.

Pemilu presiden tahun 2014 sebagai contohnya. Kita tentu akrab dengan dikotomi bahwa TV One condong ke Prabowo, sementara Metro TV condong ke Jokowi. Hal itu kemudian merembet hingga Pemilu Presiden lima tahun berikutnya.

Belum lagi tayangan berita yang seolah pesanan dan memang sengaja ditampilkan. Misalnya pemberitaan yang menyorot Harry Tanoe sebagai pemimpin Partai Perindo di MNC Group. Kendati berkali-kali kena teguran, pemberitaan citra positif pemilik MNC Group dan partainya masih tayang.

#4 Bahaya framing 

Informasi dengan objek yang sama, tapi diberitakan dengan mengambil sudut yang berbeda, itulah disebut framing. Semisal pada pemberitaan Omnibus Law, televisi lebih berselera untuk memberitakan aksi penolakannya yang berujung ricuh, sedangkan beberapa media online fokus ke muatan Omnibus Law yang bermasalah.

Framing ini bisa sangat berbahaya. Lantaran apa yang tampak di kamera bisa menutupi fakta lain yang nilainya bisa jadi jauh lebih penting daripada yang ditampilkan kamera. Kalau ingatan saya tak berkhianat, wartawan Andreas Harsono pernah menulis, “Para penyerang itu tampak mengenal baik sang kameramen. Bahkan di video seorang penyerang memberi salam tabik.”

Sebegitu bahayanya framing. Televisi sering melakukannya. Orang yang menonton berita di televisi akan dengan mudah terbius. Sehingga menafikan fakta-fakta lain yang tak ditayangkan televisi.

Bagaimana? Dengan alasan-alasan tadi, kalau menonton televisi lebih baik nonton sinetron yang jelas-jelas fiktif atau MasterChef daripada berita televisi yang kian hari kian buruk kualitasnya.

BACA JUGA Beberapa Hal Menyenangkan yang Saya Dapati Saat Banjir di Cilacap dan tulisan Muhammad Arsyad lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 22 November 2020 oleh

Tags: nonton beritaTV
Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad

Warga Pekalongan. Bisa disapa lewat IG @moeharsyadd

ArtikelTerkait

Melihat Acara TV Indonesia yang Isinya Cuma Repost Konten Medsos terminal mojok.co

Melihat Acara TV Indonesia yang Isinya Cuma Repost Konten Medsos

15 Mei 2021
Belajar dari Kang Bahar di Preman Pensiun: Preman yang Juga Punya Sisi Humanis Kenapa Sih Orang Suka Berkomentar dan Terbawa Suasana Pas Nonton Sinetron?

Kenapa Sih Orang Suka Berkomentar dan Terbawa Suasana Pas Nonton Sinetron?

4 November 2019
Acara Keluarga Artis Menjamur, Tanda Pertelevisian Indonesia Sudah Kacau terminal mojok.co

Cara Cepat Jadi Artis Adalah dengan Jadi Asisten Artis Dulu

9 Agustus 2020
pengalaman menjadi aktor figuran sinetron mojok.co

Pengalaman Jadi Figuran Sinetron selama Sehari

4 September 2020
Berita Perselingkuhan Bukan Ladang Penghakiman, Tidak Perlu Merasa Paling Tahu terminal mojok.co

Halah, Artis TV Pindah ke YouTube Ternyata Tidak Membawa Perubahan Apa-apa

4 Juli 2020
Anggaran TV 1,5 Miliar untuk DPR: Kurang Gede tuh, Nggak Bisa Minta yang Lebih Mahal?

Anggaran TV 1,5 Miliar untuk DPR: Kurang Gede tuh, Nggak Bisa Minta yang Lebih Mahal?

5 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.