Sejak awal kemunculannya, saya merasa risih dengan eksistensi akun base Twitter yang, entah kenapa para sendernya sedikit-sedikit bertanya mengenai hal apa pun—tergantung jenis akun base-nya. Betul-betul apa pun. Hal yang sebetulnya bisa saja ditanyakan kepada teman secara langsung atau pesan singkat di kehidupan nyata, sekarang trennya malah melalui akun base terlebih dahulu, untuk kemudian dijawab oleh pengguna Twitter lainnya.
Kudu banget begitu, ya? Biar apa, sih? Para sender ini nggak sadar apa, ya, kebiasaan tersebut kurang efektif dan efisien dibanding bertanya langsung kepada kerabat atau sesederhana juga cek secara mandiri melalui internet? Bisa, lho, ketik kata kunci yang pas, kemudian kumpulkan informasi melalui sumber yang kredibel atau terpercaya. Biar lebih valid, temukan info yang dibutuhkan lebih dari satu.
Jadi, pernyataan bahwa, “Ya udah, sih. Siapa tahu sender-nya nggak punya teman di kehidupan nyata,” betul-betul nggak masuk akal. Maksud saya, satu pun, gitu? Cek secara mandiri via mesin pencarian di internet? Wis mbok pastikan tenan kui?
Daftar Isi
Jodoh ada di tangan akun base Twitter
Pengiriman konten atau pertanyaan dari para sender ke akun base Twitter pun bukan main, sih. Betul-betul hal yang sangat-sangat-sangat sederhana. Okelah, beberapa di antaranya memang ada juga mengenai persoalan ruwet. Seperti memilih calon pasangan atau membicarakan soal jodoh. Tapi, apa itu nggak terlalu jauh, Bos?
Ente bilang memang mau nanya dan diskusi di base tersebut. Ada tambahan jangan salty juga. Pertanyaan saya, sewaras apa ente cerita soal mana calon pasangan yang lebih layak dipilih dengan embel-embel “Si A baik, ganteng, tapi gajinya kecil. Si B gajinya besar, tapi kerjanya di luar kota. Si C anaknya soleh, tapi orang tuanya pelit,” melalui akun base yang, jawabannya saja dari orang yang nggak dikenal di Twitter? Tahu persoalan kehidupan ente aja nggak. Ente kacau, sih. Memang, ente. Bener-bener ente.
Sampai untuk mengetahui rasa suatu produk susu kemasan enak atau nggak saja, seorang sender harus tanya di akun base. Padahal, dia sudah beli dan bisa langsung dicoba secara mandiri. Kemudian beri kesimpulan rasanya sesuai selera atau nggak. Normalnya begitu, dong? Nggak harus ribet kirim ke base dulu. Iya, kan? Iya, dong?
Kok bisa-bisanya ente secara sadar, menyerahkan takdir dan beberapa hal penting dalam hidup yang akan dijalani, melalui keputusan orang lain yang, bahkan nggak tahu latar belakang ente? Bahkan, nggak sedikit yang ngasih jawaban nyeleneh, nggak masuk akal, sampai cenderung menghakimi. Apa emosi ente nggak bergejolak baca balasan random dan tidak diharapkan macam itu? Tolong, lah, difungsikan sedikit saja akal dan pikirannya. Ada kebenaran hidup di luar Twitter, loh.
Kemampuan problem solving dan decision making yang patah bawah
Rasanya nggak kelewatan kalau akhirnya saya berpikir bahwa, tren sedikit-sedikit bertanya melalui akun base Twitter, jangan-jangan ada kaitannya dengan kemampuan problem solving and decision making (PSDM) yang kurang mumpuni.
Sederhanya, PSDM adalah cara bagaimana seseorang menyelesaikan masalah dan menentukan keputusan dalam berbagai situasi dan persoalan yang sedang dihadapi.
Kalau kemudian di antara ente ada yang nyeletuk, “Ya, dengan dia bertanya melalui base Twitter, itu kan salah satu PSDM-nya.” Begini, ya, Rohmat. Konteksnya bukan dan nggak seperti itu. Kalau ente nanya di base, kemudian yang menjawab, berpikir, dan menentukan keputusan orang lain, ya, berarti PSDM tersebut milik orang lain yang dimaksud.
Padahal, PSDM menjadi salah satu soft skill penting dari dinamika hidup secara personal, mandiri, maupun kelompok. Kemampuan tersebut akan berguna dan digunakan seumur hidup dalam menyelesaikan masalah dan membuat suatu keputusan di waktu santai atau genting.
Sedangkan dalam dunia kerja, mulai dari wawancara awal dengan HRD hingga proses bekerja itu sendiri, kemampuan PSDM akan terus digunakan dan menjadi bahan pertimbangan kinerja karyawan. Output-nya pun akan menghasilkan sesuatu yang lumayan: benefit dan pendapatan sesuai harapan.
Diskusi coba, biar agak masuk akal
Cara mengasah PSDM sebetulnya mudah saja. Paling tidak ada dua hal yang bisa dilakukan. Pertama, brainstorming atau berdiskusi dengan seseorang yang punya wawasan tertentu sesuai kebutuhan. Kedua, latihan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi secara bertahap dan mandiri.
Khusus untuk poin kedua, jika ada hal yang ingin diketahui atau ditanyakan, bisa lho melatih diri dengan mencari tahu secara mandiri terlebih dahulu di internet melalui informasi yang valid dan kredibel. Bisa juga berdiskusi dengan kerabat yang lebih memahami persoalannya, lho. Jangan sedikit-sedikit tanya di base. Bisa ruwet hidupmu.
Jadi ya, jangan serahkan nasibmu pada akun base Twitter. Sesekali, bertanggung jawablah pada hidupmu dengan belajar mengambil keputusan sendiri. Masak pedoman hidup kok narimo ing akun base Twitter?
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kenapa Kita Sering Beramai-ramai Membenci Orang Lain di Twitter?