Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Mengapa Gereja Katolik Indonesia Mendiamkan Kekerasan pada Umatnya di Papua?

Made Supriatma oleh Made Supriatma
11 Desember 2020
A A
gereja katolik indonesia gereja katolik papua konferensi waligereja indonesia mendiamkan kekerasan di papua pembunuhan pendeta yeremia intan jaya mojok.co

gereja katolik indonesia gereja katolik papua konferensi waligereja indonesia mendiamkan kekerasan di papua pembunuhan pendeta yeremia intan jaya mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Kemarin (10/12/2020), bersamaan dengan peringatan hari HAM sedunia, para paderi (imam) Katolik yang berkarya di tanah Papua membuat sebuah seruan. Mereka membuat live streaming dan membacakan pernyataan “Kekerasan Tidak Akan Menyelesaikan Permasalahan di Tanah Papua”. Yang berbicara mewakili 147 imam yang berkarya di Papua adalah Pastor John Bunay Pr.

“Kami menyuarakan rintihan hati nurani ibu-ibu hamil dan yang sedang menyusui, anak-anak kecil, orang tua dan anak muda, orang-orang yang sakit, yang buta, yang tuli dan yang lumpuh, semua yang tak berdaya. Mereka semua yang kini hidup dalam kecemasan dan ketakutan di seluruh tanah Papua, terutama di kampung-kampung pedalaman,” demikian bunyi pernyataan itu.

Mereka menyatakan bahwa kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Mereka mendorong terjadinya dialog dan perundingan antara TNI/Polri dan kelompok bersenjata.

Namun, bagian yang paling pedas disimpan untuk Gereja Katolik Indonesia, khususnya para uskup yang memimpin gereja Indonesia. Mereka mempertanyakan sikap diam gereja Indonesia terhadap persoalan Papua.

“Mengapa bapak-bapak pimpinan Gereja Katolik Indonesia tidak membahas secara holistik, serius, dan tuntas mengenai konflik terlama di Tanah Papua dalam rapat tahunan KWI? Ada apa dengan Tanah Papua ini?” demikian kata Pastor John Bunay, Pr.

“Kami merasa heran dan sekaligus tersisih karena mendengar bahwa KWI begitu cepat menyatakan sikap dan ungkapan dukacita terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi di Lewonu, Lembantongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sedangkan duka dan kecemasan serta terbunuhnya manusia Papua terasa luput dari perhatian, perlindungan, dan bela rasa KWI.”

Para imam ini tidak hanya mempertanyakan sikap KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), namun juga para pemimpin gereja (uskup) dan para pemimpin kongregasi (tarekat) yang berkarya di Papua. Mereka pun diam juga.

Gereja Papua semakin menjadi gereja pribumi. Makin banyak imam adalah orang asli Papua (OAP). Namun dari empat keuskupan, tidak satu pun dipimpin oleh orang Papua. Hanya satu Administrator Apostolik yang dipimpin oleh OAP.

Baca Juga:

Rasanya Bermalam di Ketajek Jember, Tempat Konflik Tanah yang Hingga Kini Belum Usai

Konflik Grup Pencak Silat Tiap Tahun Selalu Terjadi, Nggak Bisa Selesai atau Nggak Mau Selesai?

Orang yang mengerti sejarah tentu tahu bahwa Gereja Katolik Indonesia turut andil dalam Pepera 1969 yang menyatukan Papua Barat dengan Indonesia. Peranannya sangat mirip dengan waktu invasi Indonesia ke Timor Leste pada 1975. Banyak orang-orang Katolik yang berbakti kepada rejim Orde Baru terlibat dalam proses yang brutal ini.

Sangat tidak mengherankan bila gereja Katolik Indonesia bersikap diam terhadap semua hal yang terjadi di Papua. Bahkan gereja Indonesia sangat terlambat menanggapi pembunuhan pendeta dan katekis (guru agama) di Intan Jaya pada September dan Oktober lalu. Walau akhirnya Ketua KWI beraudiensi dengan Menko Polhukam untuk membahas persoalan itu, tapi itu dilakukan dengan low profile untuk menghindari perhatian.

Saya tidak tahu dari mana asalnya sikap ini. Namun, semalam saya membaca artikel dari Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, SJ di majalah Hidup Katolik. Tulisan itu berjudul “Kita dan HRS”. Prof. Magnis mempersoalkan kejadian-kejadian seputar Habib Rizieq Shihab sepulangnya dari Arab Saudi.

Pendirian Prof. Magnis adalah bahwa soal HRS adalah soal umat Islam. Orang Katolik sebaiknya tidak turut campur. Namun orang Katolik sebaiknya bersikap mendukung pemerintah. Saya tertarik pada kalimat pembuka di satu paragraf yang dia tulis, “Dan satu hal mesti jelas: pemerintah dapat mengandalkan loyalitas kita.”

Saya melihat sikap politik yang amat sinis di sini. Kalau boleh saya gambarkan dengan kalimat saya sendiri: biarlah umat Islam saling berantem (dan mungkin saling bunuh juga), kita tidak ikut campur. Soal Rizieq adalah soal internal umat Islam.

Prof. Magnis juga menilai tinggi keberhasilan pemerintahan Jokowi, khususnya dalam menangani Covid-19 (catatan: kita justru terburuk di antara negara-negara di Asia Tenggara).

Tapi, itulah sikap para klerus dan sebagian besar orang Katolik Indonesia: loyal dan setia hingga ke bulu-bulunya kepada pemerintah yang berkuasa. Tidak mengherankan bila mereka diam bahkan ketika pekerja-pekerja gereja Katolik di Papua dibunuh dan terancam hidupnya.

Saya tahu, sebagian besar dari mereka bersorak ketika enam orang anggota FPI dibunuh oleh polisi. Mereka yang bersuara kritis ditenggelamkan sebagai pembela teroris. Hilang semua moral gereja yang melarang untuk membunuh sesama manusia apa pun alasannya.

Jangan mengira bahwa hanya orang Islam di Indonesia yang takut kepada orang Kristen. Jangan dikira hanya kalangan muslim yang terhinggap penyakit delusional terhadap orang Kristen dan Katolik.

Sesungguhnya, orang Kristen dan Katolik jauh lebih takut kepada umat Islam. Kultur ketakutan ini sedemikian mendalam. Sehingga, selalu ada kebutuhan untuk bergantung pada penguasa yang mau melindunginya. Syukur-syukur bisa sedikit menyetir kebijakannya.

Kultur ketakutan itulah yang menjadi pendorong utama pilhan “minus malum”–suatu sikap memilih setan. Dulu pada jaman awal Orde Baru, pilihan yang dibuat adalah antara kelompok Islam dan militer. Orang-orang Katolik memilih militer. Tahun kemarin pilihan antara Prabowo dan Jokowi, pilihannya kepada yang kedua. Sekalipun kemudian Jokowi berangkulan dengan Prabowo, mereka tetap setia.

Tidak ada jalan moral ketiga dalam minus malum. Karena dasar minus malum adalah memaksimalkan keuntungan yang lahir dari ketakutan. Ini adalah nafsu berkuasa, namun sadar kekuatannya kecil (dan pengecut juga!).

Kultur ketakutan ini terjadi pada jaman Orde Baru. Dan masih terjadi di jaman sekarang ini. Kultur ketakutan itu bangkit kembali ketika Ahok diturunkan dari kursi gubernur DKI oleh Rizieq dengan kekuatan massa. Exit poll pada pilpres 2019 memperlihatkan bahwa 93 persen orang Kristen/Katolik memilih Jokowi.

Kultur ketakutan itulah yang sangat hidup, terutama pada gereja Katolik Indonesia. Jadi sekali lagi, tidak heran bila seperti yang dikatakan Prof. Magnis, loyalitas mereka dapat diandalkan. Hingga ke bulu-bulunya!

Gereja Katolik Papua harus berhadapan dengan kultur dan mental ketakutan ini. Tidak akan pernah Gereja Katolik Indonesia berdiri untuk berbela rasa dengan orang-orang Papua. Apalagi mempertahankan keadilan dan hak hidup orang-orang Papua.

Oleh karena itu, saya kira, pemikiran yang saya dengar dari beberapa imam dan suster di Papua, untuk memindahkan gereja Papua ke dalam Konferensi Waligereja Papua Nugini dan Kepulauan Salomon (Catholic Bishops Conference Papua New Guinea & Solomon Islands) menjadi sangat masuk akal.

Orang-orang Katolik Papua tidak akan pernah selamat dalam kultur ketakutan dan mencari aman sendiri yang hinggap dalam tubuh gereja Katolik Indonesia.

Kesetiaan mereka kepada penguasa adalah kesetiaan hingga ke bulu-bulunya.

Ilustrasi: Gereja Katolik di Agats, Asmat, Papua Barat. Oleh David Stanley via Wikimedia Commons.

BACA JUGA Mengapa Lulusan Fakultas Filsafat UGM Bisa Sukses Nyaris di Segala Bidang? dan tulisan Made Supriatma lainnya. Ikuti Made di Facebook.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Desember 2020 oleh

Tags: gereja katolikKekerasankonflikkwipapua
Made Supriatma

Made Supriatma

ArtikelTerkait

Muntilan, Betlehem van Java Awal Agama Katolik Dikenal di Pulau Jawa

Muntilan, Betlehem van Java Awal Agama Katolik Dikenal di Pulau Jawa

26 September 2022
papua barat majapahit

Papua Barat Bagian dari Majapahit Itu Narasi Nasionalis Romantik yang Keliru

9 September 2019
Branding Madiun Kampung Pesilat Indonesia yang Berlebihan

Konflik Pencak Silat Madiun dari Cerita Pelaku: Pertempuran Tak Akan Pernah Berakhir

2 Desember 2022
konflik ahmadiyah minoritas dihina mojok

Masjid Ahmadiyah Dibakar, Prosesi Ibadah Agama Lain Dihina, Selanjutnya Apa Lagi?

7 September 2021
Kenapa Kekerasan di Pondok Pesantren Tak Mudah Viral seperti Kekerasan di Sekolah?

Kenapa Kekerasan di Pondok Pesantren Tak Mudah Viral seperti Kekerasan di Sekolah?

15 Oktober 2023
Apa Itu Mugshot Challenge dan Emang Ada Faedahnya, ya?

Apa Itu Mugshot Challenge dan Emang Ada Faedahnya, ya?

13 April 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.