Nggak jarang, libur berkepanjangan bikin kita lupa tanggal dan hari. Kayak saya contohnya, yang dengan apes dan goblognya kena modus penipuan di hari libur nasional.
Kejadiannya pada Kamis, 29 Oktober, tepat di tanggal merah libur peringatan Maulid. Sekitar pukul 16.00, ada nomor tak dikenal menelepon ke nomor saya. Tadinya saya cuekin sampai akhirnya mati sendiri. Eh tapi lalu nomor itu menelepon lagi, jadilah saya angkat. Saya pikir barangkali itu nomor salah sambung, tapi dia mungkin nggak akan tahu kalau nggak saya angkat.
Ternyata penelepon mengaku dari pihak bank di mana saya jadi nasabahnya. Sebut aja lah ya, BRI. Dia menghubungi saya dan bilang kalau saya dapat hadiah karena poin BRI di rekening saya. Di waktu yang bersamaan, ada SMS masuk dengan nama pengirim BRI yang isinya iklan hadiah itu. Nama pengirimnya BRI lho ya, bukan nomor ala-ala nggak jelas. Dari situlah saya jadi sedikit yakin kalau ini betulan dari pihak Bank. Dan sejujurnya selama ini saya nggak terlalu peduli ngurusin poin-poinan begitu, jadi saya nggak tahu itu beneran atau nggak. Saya terus ladenin si penelepon.
Dia dengan detail menanyakan kapan saya bisa urus ke kantor cabang terdekat. Terus dia bilang harus diproses dulu SMS undangannya (undangan hadiah maksudnya) untuk nanti saya tunjukkan ke kantor cabang yang saya datangi. Saya ditanya nomor kartu debit saya. Itu lho, nomor yang ada di kartu ATM. Dengan gobloknya polosnya saya kasihin.
Hal lain yang bikin saya sempat terbuai adalah karena si penelepon bahkan sampai ngisiin pulsa ke nomor saya. Jadi setelah saya kasih nomor kartu debit itu, akan ada SMS lagi yang masuk. Nah untuk nerima SMS itu, pulsa saya bakal kesedot entah berapa. Tapi, kebetulan pulsa saya lagi kosong sama sekali. Lalu si penelepon langsung ngisiin pulsa ke nomor saya detik itu juga. Dengan gobloknya polosnya saya malah kesenengan.
Kecurigaan kena modus penipuan mulai muncul saat SMS berbayar itu mulai masuk. Isinya kode OTP, tapi si penelepon menjelaskannya itu adalah SMS undangan aktivasi blablabla. Dan sambil ngomong di telepon dan ditanya-tanya, saya seolah kehilangan akal sehat kalau kode OTP itu sifatnya rahasia dan nggak boleh dikasih tahu ke siapapun. Di sinilah titik kegoblogan saya. Ketika dia tanya angka kode tersebut, saya jawab dengan polosnya.
SMS OTP itu muncul berkali-kali. Dalih dia semakin banyak dapat SMS, semakin besar kesempatan saya dapat hadiah. Di situ saya mulai merasa jenuh karena urusannya nggak kelar-kelar. Mana udah sore, saya belum sholat ashar. Astaghfirullah mungkin gara-gara itu juga kali ya saya jadi nggak terlindungi dari keapesan modus penipuan ini huhuhu.
Oh iya, di SMS nya itu juga ada nominal angkanya. Saya kira itu jumlah hadiah yang bakal saya dapat, tapi kok beda-beda jumlahnya di tiap SMS yang saya terima. Saya mulai heran, jadi sebetulnya saya dapat hadiah berapa sih? Sampai pada SMS yang ke sekian, jumlah yang tercantum kebetulan pas di kisaran jumlah saldo rekening saya. Nggak persis sama, tapi kurang lebih mendekati. Firasat saya udah nggak enak, langsunglah saya buka aplikasi internet banking di HP saya sambil tetap bicara di telepon.
Mungkin ini juga salah satu faktor pendukung saya jadi korban modus penipuan. Kebetulan daerah saya berada sekarang susah sinyal dan waktu itu, HP saya lagi lowbat jadi saya nggak mau pindah tempat untuk cari sinyal. Saya sebetulnya pengin cek saldo ke aplikasi internet banking saya sejak sebelumnya, tapi karena susah sinyal itu jadi nggak bisa multitask antara sinyal menerima telepon dengan sinyal internet. Apalagi si penelepon masih terus mengejar-ngejar saya pertanyaan apakah SMS-nya sudah masuk, ada kode tertera nggak, dsb.
Tapi, malang, nasi sudah jadi bubur. Setelah SMS yang mencantumkan nominal angka mendekati sesuai dengan saldo rekening saya itu, dan begitu saya cek ke internet banking, saldo saya sudah berkurang sesuai dengan nominal tersebut. Baru deh saya sadar kena rangkaian ini adalah modus penipuan.
Sebetulnya saya masih percaya nggak percaya sih saat itu. Tapi, daripada keterusan, saya memutuskan buat matikan teleponnya dan langsung “konsultasi” sama kakak saya. Dan jawaban kakak saya itu betul penipuan. Huhuhu apesnya, lagi cari-cari kerja buat cari duit malah kehilangan duit.
Yah setelah saya kembali ke akal sehat (pastinya setelah menangis tersedu-sedu dulu), baru saya mereka ulang kejadian tadi. Kalau dipikir-pikir emang sayanya juga yang goblok sih. Terlepas dari betapa meyakinkannya modus penipuan itu, coba pikir pakai akal sehat, mana ada pegawai bank yang masuk kerja dan menelepon nasabah di hari libur nasional dan di luar jam kerja???
Pelajaran buat Anda semua dari pengalaman saya ini adalah, jangan gampang percaya dengan telepon asing. Pastikan dulu nomornya. Sejujurnya saya agak nggak waspada dengan aspek ini karena teringat waktu dulu ngurus pembuatan rekening di perusahaan sekuritas juga ditelepon dengan nomor yang nggak dikenal. Tapi, bedanya, pada waktu itu nomornya berawalan kode 021, yang menunjukkan bahwa itu adalah nomor telepon kantor. Bukan nomor provider yang bebas dijual di konter pulsa. Sedangkan pada kejadian ini, nomornya berawalan 0821. Duh begonya saya baru sadar sekarang.
Berikutnya, attitude penelepon. Asli deh, penipu ini cara bicaranya kedengaran sangat meyakinkan. Kayak petugas CS betulan aja gitu. Atau mungkin memang sayanya aja kali ya yang nggak pernah kena telepon penipuan, jadi blank dan gampang percaya gitu aja. Tapi, setelah diingat-ingat, ada satu aspek yang si penipu lupa. Kalau nggak salah, dia nggak nyebut nama saat memperkenalkan diri. Harusnya dan biasanya CS itu memperkenalkan namanya juga kan, ya? Duh begonya saya, lagi-lagi baru sadar sekarang.
Selanjutnya, kode OTP. Ini mungkin agak jadi masalah buat orang-orang yang gaptek. Di setiap SMS yang berisi kode OTP akan selalu ada kata-kata “rahasia”, “jangan beritahu siapa pun”, dan sebagainya. Dan yak, itu emang harus dipatuhi. Kalau nggak, bisa-bisa kena tipu. Saya juga jadi malu sendiri nih, yang notabenenya anak kuliahan masa bisa kena tipu beginian. Padahal, saya juga tahu kalau perkara kode OTP ini bukan isu baru di dunia tipu-menipu. Berkali-kali saya merutuki kegoblogan ini.
Dan yang terakhir tapi nggak kalah penting, ingat waktu. Lihat jam, lihat kalender, ingat ini hari apa. Apakah itu waktu yang wajar untuk pegawai sebuah perusahaan menelepon pelanggannya? Jangan-jangan memang modus penipuan.
Jangan hujat saya ya, saya sudah cukup sedih meratapi kegoblogan saya huhuhu.
BACA JUGA Trans Jogja Memang Nggak Cocok untuk Mereka yang Pengin Buru-buru dan tulisan-tulisan Yusrina Kartika lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.