September datang, itu artinya dua perdebatan klasik akan dimulai. Pertama, bagi mereka yang masih saja guyon pakai lagu Green Day “Wake Me up When September Ends”. Kedua, pro kontra penayangan film drama aksi (histori juga nggak, sih?) yang berjudul Pengkhianatan G30S/PKI . Kali ini lakonnya SCTV yang menyiarkan film bersimbah darah kekejaman PKI atas sejarah Indonesia versi pihak yang menang. Iya, setiap tahun masyarakat harus nonton biar semakin hapal.
Direktur Program SCTV, David Suwarto, dikutip dari Detik menuturkan, “Kita sebetulnya memang sudah dari tahun lalu kita juga menayangkan. Jadi memang SCTV itu sering sekali atau kita mungkin dikenal sebagai TV yang paling sering menayangkan film-film Indonesia. Jadi misalnya kayak kemarin kita sudah tayangin film Dilan, Gundala, Milea, Warkop (DKI), hampir semua film Indonesia yang top, box office itu kita. Nah, di luar dari itu kan kita juga tayang film-film yang lain lah, misal bentuknya FTV, gitu ya.”
Beliau bukan bermaksud bilang film Pengkhianatan G30S/PKI ini sama seperti Dilan, Gundala, dan Milea lho, ya. Bukan juga bilang fiksi, tapi maksudnya, selama ada peminat, ya putar saja. Entah dampaknya apa terhadap sejarah, terabas saja. David Suwarto melanjutkan, “Nah jadi film (Pengkhianatan) G30S/PKI ini salah satu film yang kita lihat sangat diminati penonton.”
Kita dapat satu titik cerah. SCTV, sebagai garda terdepan perfilman Indonesia, mengisyaratkan akan memutar film yang digandrungi penontonnya. Padahal, masih banyak film Indonesia yang diminati dan ditunggu-tunggu sekalipun di beberapa layanan streaming, sudah tersedia. Berikut saya rangkumkan kepada SCTV mengenai beberapa film yang harusnya diputar di September ini.
#1 Si Doel The Movie
Film ini sangat diminati oleh masyarakat Indonesia. Tokoh si Doel yang lekat dengan kehidupan kita, Atun yang super imut, dan Zaenab yang sabarnya kepolen, pasti akan menaikkan rating dengan drastis. Buktinya, stasiun televisi sebelah saja menanyangkan terus sampai saya hapal dialognya dan wajah si Doel yang—hampir selalu—poker.
Pertanyaannya, bisa nggak menayangkan film yang sudah dikontrak seumur hidup oleh stasiun rival? Kalau alasannya “pasti memutar film yang diminati penonton” dan SCTV mengaku sebagai garda terdepan perfilman Indonesia, pasti diupayakan, dong?
#2 Penyimpangan Sex
Kalau Pengkhianatan G30S/PKI banyak yang protes saja digas dan ditayangkan, saya bakalan ngambek kalau SCTV nggak berani menayangkan film ini. Sebagai fans Rika Herliana dan juga mewakili beberapa orang yang menggemarinya, aneh jika film ini nggak dilirik oleh stasiun televisi garda terdepan perfilman Indonesia. Film bergenre “olahraga” ini sangat menghibur, premis bagus, plot yang menarik, dan—yang paling penting—sesuai dengan realita, nggak mengada-ada. Urusan jam tayang kan bisa diatur malam hari, ceritanya biar nggak meracuni generasi muda-mudi. Begitu kan?
#3 212: The Power of Love
Saya juga yakin film ini banyak ditunggu oleh pemirsanya. Kita bisa meneladani apa itu perjuangan, cinta kasih, welas asih, dan budi pekerti yang kaya dari film satu ini. Pokoknya banyak yang meminati, setidaknya berjuta-juta manusia di luar sana. Ya udah, itu aja penjelasannya.
#4 The Act of Killing (Jagal)
Film ini juga mengangkat ihwal pengkhianatan PKI. Walau film ini bukan produksi Indonesia, melainkan film dokumenter karya sutradara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer, tapi kandungan gizinya mengenai sejarah layak didapatkan oleh masyarakat kita. Bahasanya pun Indonesia. Film dokumenter ini berangkat dari Anwar Congo dan kolega yang “naik pangkat” dari preman kelas teri pencatut karcis bioskop menjadi pemimpin pasukan pembunuh.
Dikutip dari Wikipedia (saya nggak mau menanggung risiko kalau merangkai kata sendiri, takut), tokoh dalam film membantu tentara membunuh lebih dari satu juta orang yang dituduh komunis, etnis Tionghoa, dan intelektual, dalam waktu kurang dari satu tahun.
#5 Senyap (The Look of Silence)
Film ini berhubungan dengan pembantaian massal 1965. Bedanya dengan Jagal, film Senyap menyoroti kisah seorang penyintas dan juga korban ketika keluarganya dulu dituduh sebagai simpatisan PKI. Lebih spesifiknya, film dokumenter Senyap mencoba bertutur mengenai usaha seorang adik menelusuri pembunuhan kakaknya dan mencari siapa pembunuhnya.
Getir, ya? Ya, begitulah keadaannya. Jelas film ini banyak yang minat. Entah kenapa SCTV nggak memutarnya, padahal kan mereka vokal dalam menyuarakan film-film Indonesia. Mungkin, entah nanti, tahun depan, atau kapan pun itu, Senyap akan diputar. Nggak ada yang tahu.
Film ini enak untuk disaksikan, apalagi bagi kalian yang mau melihat sisi lain dari sebuah perbedaan pandangan. Eits, tapi harus diingat, di negara ini, perbedaan masih menjadi hal yang mewah. Melalui SCTV lah, sebagai rumah film Indonesia, kita harusnya berharap untuk bisa memutar film ini dengan khidmat tanpa digarebek oleh masa.
Photo by Huỳnh Đạt via Pexels.com
BACA JUGA Curhat Penjual Angkringan Jogja yang Menganggap Kotanya Biasa Saja dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.