Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kami Tidak Berniat untuk Golput, tapi Kami Bingung Mau Memilih yang Mana

Hepi Nuriyawan oleh Hepi Nuriyawan
27 September 2020
A A
Dinasti Politik Cuma Tema Basi yang Dilempar oleh Calon Kering Imajinasi terminal mojok.co

Dinasti Politik Cuma Tema Basi yang Dilempar oleh Calon Kering Imajinasi terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Saya baru sadar satu hal tentang golput setelah makan sama Bos. Tadi malam, saya diajak oleh Bos kantor saya untuk makan malam. Ada dua pilihan makanan yang Bos sodorkan dan harus saya pilih, antara ayam goreng atau nasi goreng. Namun, malam tadi terasa berbeda karena saya sedang tidak mood makan ayam. Padahal, aslinya saya suka daging ayam. Nasi goreng pun pasti dikasih campuran daging ayam. Saya tahu daging ayam banyak nutrisinya. Tapi, saya bingung karena siangnya saya sudah makan mi ayam. Kalau saya makan ayam-ayaman lagi, kasihan perut saya.

“Hmmm lagi nggak mood makan ayam-ayaman, Pak. Gimana kalau beli rames di warung dekat pasar? Biar ada sayur-sayurnya gitu.”

“Ya udah, yuk cus ke warung sana.”

Syukurlah Pak Bos sangat demokratis kali ini. Walau pilihan cuma dua makanan dan semuanya yang mengandung daging ayam, beliau menghargai perbedaan pilihan saya untuk tidak memilih keduanya. Beliau tahu bagaimana bingungnya saya. Eh, malah justru ikut makan rames juga

Pagi harinya saya berpikir, apakah kasus yang seperti itu bisa dikatakan bahwa saya termasuk orang golongan putih alias golput? Secara terminologi bisa jadi demikian karena saya tidak memilih apapun dari beberapa pilihan yang tersedia. Namun, ada latar belakang yang konkret dari saya mengapa untuk memilih tidak memilih kedua makanan itu, yaitu kebingungan.

Orang pasti tahu rasanya bingung. Biasanya kebingungan kita muncul saat dihadapkan pada pilihan yang memiliki kesamaan sifat, maupun jumlah pilihan yang sedikit. Kesamaan sifat dan jumlah pilihan yang sedikit menyebabkan berkurangnya variasi pilihan yang bisa dibentuk. Sama seperti yang saya rasakan saat berhadapan dengan pilihan makanan yang sedikit dan sama-sama ada unsur ayamnya.

Contoh lain ketika akan membeli mobil. Kita dihadapkan pada hanya dua pilihan, Agya oleh Toyota atau Ayla oleh Daihatsu. Secara umum, mobil ini tampak sama persis jika dilihat dari luar maupun interiornya. Bahkan, untuk harga akad pembeliannya nyaris sama. Saya saja sering tertipu dengan dua jenis mobil ini di jalan. Saat itulah otak dan nurani kita diuji oleh suatu kebingungan besar, mau pilih yang mana?

Coba misalnya kita dihadapkan pada banyak pilihan, selain dua mobil tadi ada Honda Jazz, Suzuki Ertiga, dan macam-macam. Pasti akan lebih mudah memilih salah satu di antara banyaknya pilihan. Tapi, yang pasti pilihan tetap pada satu hal : mana yang paling murah? Hahaha.

Baca Juga:

Pilkada, Momen Favorit para Begal di Probolinggo Beraksi: Sebuah Irama Kriminal yang Selalu Berulang

Pemilihan Bupati Sidoarjo Disambut Dingin oleh Warga, Harap Maklum Masih Trauma

Walaupun kita tetap dibingungkan oleh pilihan beberapa mobil tersebut, tapi kebingungan itu tidak berlangsung lama karena ada variasi pilihan dan perbedaan sifat. Semakin mudah menemukan perbedaan, semakin mudah pula untuk memilih. Dan itu akan menjauhkan dari sikap golput.

Sama seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada). Jika hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang memperebutkan takhta kekuasaan suatu daerah, ya masyarakat akan kebingungan. Penilaian orang (tentu saja selain tim sukses) terhadap pasangan calon pasti beragam. Misal Paslon A ada kekurangan dari segi kepribadian. Tapi, kekurangan di Paslon A ditutupi oleh kelebihan di Paslon B, begitu pula sebaliknya. Itu yang membuat khalayak umum cukup kebingungan untuk memilih karena tidak ada variasi pilihan lagi.

Memilih kepala daerah tidak sama memilih bubur ayam yang pro diaduk atau pro tidak diaduk yang dipilih berdasarkan selera. Memilih kepala daerah masuknya ranah umum, sudah tidak bisa mementingkan lagi selera pribadi saja, tapi juga harus mementingkan kepentingan publik. Untuk itu, sebagai pemilih harus tahu sebanyak informasi dari paslon. Mulai dari kepribadian, latar belakang, kekayaan yang dimiliki, dan masih banyak lagi. Perlu pertimbangan yang matang dari pemilih yang (katanya) diberi hak konstitusional. Jadi, tidak boleh ada pemaksaan dari pihak manapun.

Tentu tidak semua informasi 100% lengkap mengenai masing-masing calon. Setidaknya komponen utama yang harus dimiliki oleh setiap paslon dan harus kita tahu adalah kemampuan untuk memimpin. Maksudnya ya pengalaman memimpin sebuah perkumpulan masyarakat, bukan memimpin tim kecil seperti band. Misalnya pernah memimpin karang taruna, kegiatan sosial, atau yang menyangkut hajat orang banyak. Itu patut dipertimbangkan.

Kalau ada salah satu paslon yang kita tahu bahwa beliau menonjol dalam hal kepemimpinannya, itu akan memudahkan kita untuk memilih. Tapi, kalau sama-sama tidak ada dasar kemampuan untuk memimpin, maka akan timbul sebuah kebingungan yang bisa berakibat “golput”.

Itu kalau terjadi di masa normal pilkada. Nah, sekarang kita menghadapi “tantangan” untuk diselenggarakan pilkada serentak yang jatuh pada 9 Desember 2020. Sudah penentuan pasangan calon kontestan pilkada terkesan terburu-buru dan memaksakan, ditambah dengan keadaan pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda berdamai dengan kita. Ini juga menjadi sumber kebingungan masyarakat, mau ikut kontestasi pilkada sebagai pemilih, atau berlindung dari bahaya Covid-19 yang masih mengintai. Itu pilihan pribadi masing-masing pemilih.

Akan tetapi, kalau ada yang memang tidak bisa memilih pasangan calon, jangan terus dilabeli dengan istilah orang golput. Saya yakin banyak masyarakat di daerah yang mengadakan pilkada akan bingung untuk memilih yang mana. Bukan ada niat “jahat” dari tiap individu karena males-malesan ikut pesta demokrasi tersebut.

Mungkin bagi yang bersangkutan, para pasangan calon ini sama-sama baik. Tidak ada cacat sama sekali di matanya. Sehingga bimbang mau pilih yang mana. Akhirnya, jalan satu-satunya demi kemaslahatan bersama yaitu dengan tidak memilih. Itu kalau semua paslon memang memiliki karakter baik. Coba kalau dipandang sebaliknya, ya otomatis akan semakin bingung untuk memilih, yang berujung pada tidak memilih.

Ada seorang guru bangsa berkata, “Ikutlah memilih, agar tidak memberi kesempatan orang jahat untuk memimpin.” Secara umum itu anjuran yang baik. Akan tetapi, kalau memang dasarnya kita bingung untuk memilih pemimpin daerahnya, masa tetap dipaksa untuk memilih? Apalagi dalam masa pandemi seperti ini. Masyarakat makin dibuat bingung untuk memilih pemimpinnya atau keselamatan pribadinya. Kembali urusan pribadi masing-masing. Orang lain tidak boleh memaksa seperti itu.

Sebenarnya saya juga ingin ikut menggunakan hak pilih saya di Solo, salah satu daerah yang besok desember kebagian jatah menyelenggarakan pilkada. Cuma saya bingung, ikut nyontreng apa tidak? Soalnya KTP saya ikut wilayah Kabupaten Banyumas. Saya takut nantinya dituduh golput.

BACA JUGA 4 Ciri Orang yang Perlu Dihindari dalam Transaksi Utang-Piutang dan tulisan Hepi Nuriyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 September 2020 oleh

Tags: golputPemiluPilkada
Hepi Nuriyawan

Hepi Nuriyawan

Karyawan Swasta. Esais dari Purwokerto

ArtikelTerkait

Perbandingan (biaya) Pemilu 2019 dan Pemilu “Stik Es Krim” Ketua RW di Kampung Saya Terminal Mojok_

Murahnya Biaya Pemilu ‘Stik Es Krim’ di Kampung Saya

28 Januari 2021
Mentakwil Pertarungan Politik di Tahun 2020

Mentakwil Pertarungan Politik di Tahun 2020

10 Februari 2020
5 Hal tentang Masjid Raya Al-Jabbar yang Jarang Orang Ketahui ridwan kamil

Ridwan Kamil Lebih Siap Jadi Artis ketimbang Presiden

18 Maret 2023
Solusi Daur Ulang Spanduk Kampanye agar Punya Fungsi selain Bikin Mata Pedas terminal mojok.co

Solusi Daur Ulang Spanduk Kampanye agar Punya Fungsi selain Bikin Mata Pedas

7 Desember 2020
Glorifikasi Pemuda dalam Politik Indonesia: Anak Muda Memang Penting, tapi Anak Muda yang Gimana Dulu?

Glorifikasi Pemuda dalam Politik Indonesia: Anak Muda Memang Penting, tapi Anak Muda yang Gimana Dulu?

13 November 2023
plot twist

Jika Politik Bisa Ada Plot Twistnya, Apakah Cinta Juga Bisa Demikian?

23 Oktober 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.