Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jangan Sampai Gagal Move On

Tappin Saragih oleh Tappin Saragih
6 September 2019
A A
gagal move on

gagal move on

Share on FacebookShare on Twitter

Saat saya masih kecil, bapak sering berkata yang diawali dengan, “zaman bapak dulu …” Bapak biasanya ngomong begitu saat sedang makan bersama. Kami anak-anaknya biasanya tidak berani menyanggah walau dalam hati menggerutu. Kami makan dengan hening sambil mendengarkannya.  Cerita bapak biasanya seputar perjuangan hidupnya saat muda—zaman orde baru. Suaranya penuh dengan rasa bangga saat bercerita.

Sesudah kuliah, saya beberapa kali bertemu dengan senior dari SMA yang sama. Mereka biasanya bertanya hal-hal yang dekat dengan pengalaman mereka saat itu. Misalnya, “Ospek masih dipukuli senior nggak?” atau “setiap Rabu masih jalan kaki ke kolam renang?” Kadang-kadang mereka tanya pula, “kalian masih sering juara untuk pertandingan bola kaki antar sekolah?”

Dari beberapa contoh pertanyaan itu, biasanya jawaban saya sudah cukup berbeda dengan pengalaman mereka. Saya sudah naik bis saat renang, tidak ada lagi ospek kekerasan dan angkatan saya sudah jarang memenangkan pertandingan bola. Mendengar jawaban saya, mereka biasanya berkomentar seperti bapak. “Zaman kami dulu,..” Dengan sigap dan percaya diri, mereka menceritakan berbagai kehebatan atau prestasi—pengalaman militeristis—mereka  dulu.

Tidak hanya itu. Saat saya kuliah di musik, saya juga mendapati pengalaman yang sama. Biasanya mereka memberikan pertanyaan yang dekat dengan pengalaman mereka. Misalnya, tidur di kampus, kuliah pakai sandal jepit, konser wajib, ospek per instrumen dan seterusnya. Nah, lagi-lagi jawaban saya berbeda jauh dari mereka. Saya tidak bisa memuaskan ekspektasi mereka. Lagi-lagi saya mendengar ceramah kebanggaan dari mereka. “Generasi kami dulu,..”

Sampai suatu ketika, tanpa saya sadari, saya pun ikut-ikutan. Ketika bertemu adik-adik dari SMA yang sama, saya bertanya seperti para senior. Setelah mendengar jawaban mereka yang berbeda dengan pengalaman saya, saya pun mulai berkata-kata dengan bangga, “zaman saya dulu …” Hal serupa saya ulangi ketika sudah lulus dari musik dan bertemu dengan junior.

Sampai suatu hari, kebiasaan itu terbawa-bawa saat berbicara dengan pacar—sekarang tinggal kenangan. Saat itu kami sedang marah-marahan. Saya berkata dengan lantang, “mantanku dulu …” Saya merasa mantan—pertama—lebih bisa memahami saya daripada dia. Mendengar itu, dia pun mengeluarkan kata-kata yang kejam nan pedas. “Ya udah, balik aja sana sama mantanmu. Aku nggak suka dibanding-bandingin.”

Singkat cerita, saya akhirnya sadar bahwa saya ternyata sudah gagal move on. Dalam psikologi disebut post power syndrome. Penyakit itu sudah menjangkiti kejiwaan saya sejak lama. Saya selalu membangga-banggakan diri—pengalaman atau prestasi di masa lalu. Bapak atau para senior yang sama-sama sakit malah saya ikuti.

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata banyak orang yang selalu membanggakan “zaman” atau “generasinya”. Masing-masing generasi membanggakan diri sekaligus menjelekkan generasi yang lain. Generasi X—baby boomers—menjelekkan generasi Y—echo boomers atau milenials. Di belakang, diam-diam generasi Y juga menjelekkan generasi X. Generasi kolot katanya. hehe

Baca Juga:

5 Pengalaman Unik Saya sebagai Gen Z yang Bekerja sebagai Guru

Menonton Film Eksil sebagai Cucu Jenderal Zaman Orde Baru Bikin Hati Saya Remuk Tak Berbentuk

Sekarang sudah muncul generasi Z. Rantai itu akan terus berlanjut. Senior menganggap generasi di bawahnya tidak lagi setangguh atau sehebat mereka. Generasi sesudah mereka loyo dan tidak berkualitas. Intinya, tidak keren lagi.

Saat saya ikut reuni kecil-kecilan dari SMA yang sama, hal itu sangat terasa. Biasanya junior menjadi tumbal. Mereka seolah-olah sangat buruk di mata para senior. Bahkan dalam diskusi, para senior mengambil kendali pembicaraan penuh. Junior jarang bisa menyumbangkan suara atau mungkin mereka malah muak dan ingin segera pulang. Biasanya sih junior jadi malas gabung di kemudian hari. Para senior pun semakin yakin dengan pandangannya. hehe

Dari pengalaman, saya melihat orang-orang yang gagal move on ini cenderung berharap keadaan kembali seperti dulu. Masa lalu lebih indah dari pada saat ini. Senior-senior saya berharap aturan sekolah dan berbagai aktivitasnya dikembalikan seperti dulu. Waduh, zaman berubah malah pengen kembali ke masa lalu.

Harus diakui, setiap generasi punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Masing-masing generasi harusnya menerima perbedaan itu. Salah satu cara terbaik menjalani hidup, ya beradaptasi dengan perubahan. Seperti kata pepatah, tempora mutantur et nos mutamur in illis. Waktu berubah dan kita berubah di dalamnya. Ingat, Charles Darwin bilang bahwa yang mampu bertahan bukan yang paling kuat dan hebat tapi yang mampu beradaptasi loh. hehe

Jadi sekarang, saya pribadi mulai belajar lepas dari bayang-bayang masa lalu. Move on. Segala pencapaian, prestasi atau kebanggaan di masa lalu biarlah di masa lalu. Jangan sampai itu semua mengganggu kejiwaaan dan cara saya berkomunikasi.  Menurut saya, kalau anda masih sibuk membanggakan masa lalu, bisa jadi anda terjebak dalam kesombongan atau penyakit post power syndrome. Gagal move on. Jadi, berhati-hatilah. Piye, penak jamanku toh? Eh (*)

BACA JUGA Culture Shock Anak Rantau di Jogja atau tulisan Tappin Saragih lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 September 2019 oleh

Tags: gagal move ongenerasi 80-angenerasi 90-angenerasi milenialgenerasi ZMasa Laluorde baru
Tappin Saragih

Tappin Saragih

ArtikelTerkait

menteri milenial

Prediksi Kabinet Jokowi: Akankah Ada Menteri Milenial?

3 Agustus 2019
5 Alasan Mengapa Kita Perlu Berdamai dengan Mantan

5 Alasan Mengapa Kita Perlu Berdamai dengan Mantan

22 November 2019
layangan

Nostalgia Bermain Layangan

27 Agustus 2019

Dulu Saya Sering Beli Chiki Hanya demi Tazos

9 Mei 2021
generasi z

Generasi Z: Satu Cerita, Banyak Sedihnya

23 Mei 2019
merawat kenangan

Merawat Kenangan Melalui Helm Ala Generasi 90-an

3 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.