Jie, bumap siba sapaba thanginyadh.” Bahasa alien apakah itu? Google Translate juga tak mampu menerjemahkan. Apakah itu bahasa para Ancient Alien? Atau bahasa Illuminati?
Jika Anda pernah ke Jogja, pasti pernah melihat merk kaos Dagadu. Anda juga pasti mendengar sapaan dab. Jika Anda sampai berkuliah dan ngekos di Jogja, Anda pasti mengenal istilah lodse. Kata tersebut tidak akan Anda temukan dalam kamus Indonesia-Jawa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahkan Ensiklopedia Biologi. Karena, sejatinya kata-kata tadi adalah sebuah sandi dunia hitam Jogja.
Dikenal sebagai Boso Walikan, secara sederhana diartikan sebagai bahasa terbalik. Boso walikan adalah bahasa sandi yang punya sejarah panjang. Konon, bahasa sandi ini sudah dipakai oleh para pejuang Mataram. Sandi ini tercipta untuk menghindari pasukan Belanda memahami rencana dan diskusi mereka. Karena, pada masa itu sudah banyak orang Belanda yang mampu bertutur bahasa Jawa. Jadi jangan coba-coba memanggil tentara Belanda dengan kata Bajingan, tapi gunakan kata sacilad yang merupakan bahasa walikan.
Seiring berjalannya waktu, bahasa ini muncul lagi pada tahun 70-an. Masih memiliki fungsi yang sama, namun dipakai kelompok berbeda. Bahasa sandi ini dipakai oleh para kriminal untuk menghindari intel. Dari sekedar preman tukang palak, sampai bandar candu dan judi dadu, semua memakai sandi ini saat membicarakan sesuatu yang kriminal. Seiring berjalannya waktu, para free-man atau gentho ini memakai boso walikan sebagai bahasa keseharian.
Dengan lumrahnya pemakaian boso walikan, makin tenar pula bahasa sandi ini. Boso walikan menjadi bahasa gaul anak muda Jogja waktu itu. tentu karena kesan nggentho yang muncul setiap memakai bahasa ini. Maka banyak kata-kata slang yang bermunculan seperti: dab, hire, themon, lodse, dan lain sebagainya. Boso walikan menjadi seakrab bahasa Jawa yang sudah umum digunakan. Seringkali boso walikan juga dikombinasikan dengan bahasa Jawa dan Indonesia. Tentu menambah indah dan istimewanya Jogja, sekaligus menambah pusing para pendatang.
Bicara boso walikan, mungkin Anda pernah mendengar istilah serupa di Malang, Jawa Timur. Meskipun sama-sama disebut boso walikan, namun ada perbedaan konsep walikan atau membalik bahasa. Boso walikan Malang bisa dibilang lebih sederhana. Hanya membalik urutan huruf, sehingga tulisan asli dibaca dari belakang. Sebagai contoh: Malang menjadi Ngalam, mas menjadi sam, sehat menjadi tahes, dan lain sebagainya. Yang unik adalah soto. Soto bila dibalik atau diwalik akan tumpah. Ah, joke bapak-bapak memang receh.
Saya sendiri kurang paham sejarah boso walikan Malang ini. Maklum, saya baru sekali mengunjungi Malang, itu pun karena study tour. Namun, banyak kawan saya yang tinggal di malang dan menuturkan bahasa ini. Bisa jadi bahasa ini pernah menjadi sandi para gentho juga. Toh setiap daerah punya keunikan, termasuk urusan gentho dan dunia hitam. Nah, karena boso walikan juga dikenal di daerah lain, maka boso walikan khas Jogja sering disebut boso walikan mataraman.
Apakah Anda tertarik untuk belajar? Jika iya, maka persiapkan hati dan pikiran Anda. Untuk memahami konsep bosonya, Anda harus mengetahui akar bahasa ini. Boso walikan memiliki akar dari aksara Jawa, yaitu Ha Na Ca Ra Ka dan seterusnya. Urutan aksara ini selalu ditulis dalam 4 baris. Nah baris inilah yang akan dibalik sebagai berikut:
Ha Na Ca Ra Ka
↕ ↕ ↕ ↕ ↕
Pa Dha Ja Ya Nya
Da Ta Sa Wa La
↕ ↕ ↕ ↕ ↕
Ma Ga Ba Tha Nga
Rumit? Memang rumit. Perlu diingat, posisi urutan diatas telah dibalik. Seharusnya, setelah hanacaraka adalah datasawala. Namun demi kepentingan sandi yang mutakhir, posisi datasawala dan padhajayanya ditukar.
Bagaimana memakai konsep ini. Yang harus Anda ingat, Anda perlu menukar suku kata yang terhubung panah. Pemakaian huruf vokal tidak terpengaruh susunan ini. Semisal Anda ingin berkata Ngombe yang berarti minum. Ngo ditukar menjadi Lo. Ma sebagai huruf mati menjadi Da, dan Be menjadi Se. Maka Ngombe tadi berubah menjadi Lodse.
Dengan memahami konsep boso walikan, maka Andadapat mengerti bahasa sandi yang sudah saya sebutkan sejak awal. Dagadu adalah Matamu. Dab adalah Mas. Themon adalah Wedok yang berarti perempuan. Dan tidak terbatas pada bahasa jawa. Konsep ini tetap bisa dipakai dalam bahasa lain seperti Indonesia. Misal makan menjadi danyadh, tidur menjadi gimuy, dan lain sebagainya.
Apakah Anda sudah mengerti? Silahkan Anda pakai bahasa sandi ini. Dan rasakan nuansa gentho 70-an dalam keseharian Anda. Mungkin para gentho penutur pertama bahasa ini telah tiada. Bisa jadi karena usia, sakit, atau menjadi korban penembak misterius (petrus). Namun bahasa sandi mereka akan selalu dikenang di setiap pojok kota Jogja. Dimana para penutur muda melestarikan bahasa sandi yang unik dan rumit ini.
Sebagai penutup, saya persilahkan Anda memecahkan sandi yang saya tulis di kalimat pertama tulisan ini. Santai saja, jangan sepaneng. Jika berhasil, selamat! Anda telah memecahkan sandi yang pernah mengecoh aparat keamanan pada masanya.
BACA JUGA Berbagai Jenis Polisi Tidur yang Merajai Jalanan Jogja dan tulisan Dimas Prabu Yudianto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.