Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Bila Emansipasi Wanita Itu Ada, Sudah Semestinya Emansipasi Laki-laki juga Harus Ada

M. Fakhruddin Al-Razi oleh M. Fakhruddin Al-Razi
21 Juni 2019
A A
emansipasi

emansipasi

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau emansipasi itu didasarkan atas asas keadilan dan kesetaraan, maka selain emansipasi wanita mustinya juga harus ada emansipasi laki-laki, bukan?

Sebelum itu, mari kita intermezo sejenak. Mari kita awali dari hal yang sangat sederhana yang sedikit menggelitik otak saya. Ketika perempuan sama-sama perempuannya bertemu, mereka akan dengan santainya cipika-cipiki tanpa khawatir diledekin lesbian. Namun bayangkan ketika sama laki-lakinya cupika-cupiki, mengapa justru banyak yang merasa jijik dan risih? Bahkan kemungkinan besar akan dilabeli homo. Gak imbang, kan?

Emangnya gak boleh ya kalo laki sama lakinya pas ketemu tempel pipi kanan tempel pipi kiri?

Eh, bentar dulu. Sebelum melanjutkan tulisan ini. Biarkan saya berdoa terlebih dahulu. Bismillah. Aku berlindung pada tuhan dari komentar kalian yang membaca tulisan ini agar tidak menganggap diriku sebagai orang yang LGBT atau orang yang mendukung gerakan semacam itu. Amiin.

Biar semakin saya perjelas. Meski pengalaman saya dalam hal romantis-romantis dengan lawan jenis belum begitu banyak (padahal belum pernah sama sekali, hiks) jangan kira saya lantas banting setir memilih untuk menyukai yang sesama jenis. Tanda laki-laki normal yang masih suka sama cewek itu tidak harus dengan punya pacar, bukan.

Ok baik. Hal itu tadi, tentang cipika-cipiki sama cowoknya yang dianggap masih tabu, harus saya luruskan dan saya bela dari pihak laki-laki sebab seolah sudah “diambil alih” oleh kaum wanita. Meski saya sendiri masih belum berani melakukannya, tapi beropini terlebih dahulu masih boleh kan? hehe. Ekpresi itu bebas tanpa harus memandang gender, bukan?

Baik, basa-basinya kita cukupkan, mari kembali ke jalan yang benar.

Nyatanya, bias gender yang sudah selama ini tertanam di benak banyak orang sudah merambah ke hal-hal yang paling mendasar. Ada polarisasi dalam berbagai hal yang didasarkan atas perbedaan jenis kelamin atau gender. Beberapa hal dikaitkan dengan salah satu gender seolah menjadi hak mereka tanpa melibatkan gender lain. Masing-masing gender seperti mempunyai hak-hak tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Kita beri contoh saja yang paling umum, bahwa perempuan itu ngurusi rumah sementara laki-laki yang kerja dan mencari nafkah.

Baca Juga:

Menjadi Ibu Rumah Tangga Adalah Bentuk Emansipasi

Mengakhiri Langgengnya Ideologi Kejantanan

Berbicara emansipasi, adalah suatu yang kurang adil bila banyak perempuan selalu menggugat perannya di masyarakat yang hanya terbatas pada hal-hal domestik sementara masih sedikit laki-laki yang mau bersuara lantang betapa lelahnya melayani persepsi umum dan ekspektasi tinggi masyarakat bahwa lelaki itu harus bekerja.

Maka sudah senyatanya saya katakan bahwa bila gerakan emansipasi wanita itu ada, semestinya emansipasi laki-laki pun juga harus ada. Arah geraknya ya jelas. Bila emansipasi perempuan bertujuan menaikkan harkat dan martabat perempuan, maka emansipasi laki-laki bertujuan untuk menurunkan derajat ekpektasi masyarakat terhadap peran laki-laki.

Jangan kira, memenuhi ekspektasi masyarakat yang teramat tinggi tidaklah mudah bagi kaum laki-laki. Bahwa laki-laki harus bekerja, bahwa laki-laki tak boleh nangis, bahwa laki-laki itu kuat bisa mengurus dirinya sendiri dan tak boleh mengeluh. Mari kendorkan sedikit ekspektasi dan persepsi yang sudah  teramat tinggi ini.

Seperti yang saya baca dalam sebuah artikel, bahwa beberapa hal seperti halnya tak boleh bersikap lemah, tak boleh menangis, tidak pantas menyukai warna pink, dan sebagainya, itulah yang didapatkan oleh laki-laki di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang berkembang. Paksaan untuk menjadi superior dan berkarakter keras itulah takdir berat bagi seorang lelaki di negeri ini.

Emang laki-laki nggak boleh nangisan? Nggak boleh suka warna pink? Nggak boleh baperan? Dan Nggak boleh cipika-cipiki dengan sesama lelakinya? Trus kenapa kalau untuk perempuan seolah semua itu seperti terlihat wajar bagi mereka? Cowok nangisan dan perasa (baperan) dibilang kayak cewek, tapi bila cewek nangisan dan perasa itu dianggap wajar dan seolah memang itu kodratnya. Sejak kapan nangis itu cuma punya cewek? Sejak kapan laki-laki nggak boleh nangis.

Beberapa hal dikaitkan dengan perempuan yang parahnya, hal itu akan dianggap tabu bagi laki-laki. Begitu pula sebaliknya. Kalau sudah demikian, apakah emansipasi sudah senyatanya membawa kesetaraan antara dua gender antara laki-laki dan perempuan? Menurut saya, dalam hal ini, perempuan menuntut kenaikan derajat lewat emansipasinya, sementara lelaki malah terjebak dan “terpaksa” melaksanakan ekspektasi-ekspektasi superioritas yang dilabeli oleh masyarakat sebab belum punya gerakan emansipasi.

Bagaimana lelaki harus melalui kesedihannya bila menangis saja takut dibilang lemah? Bila kesedihan adalah hal yang natural terjadi terhadap kedua gender, mengapa menangis yang menjadi ekspresi natural seolah akan wajar bagi wanita tapi ‘aib bagi laki-laki? Begitu juga dengan perihal warna kesukaan, cara berkekspresi ketika bertemu dengan teman, dan hal-hal lainnya. Lelaki seperti harus tega dan bersikap keras terhadap dirinya sendiri.

Tak perlu jauh-jauh sampai pembagian peran sosial di mana tanggung jawab mencari nafkah lebih diberatkan pada laki-laki, mari kita lihat dalam hal berbusana. Bila perempuan sudah boleh memakai celana yang katanya lebih identik dengan laki-laki, mengapa lelaki masih banyak yang malu memakai rok? Bagi kaum tertentu, ada sebuah pakaian yang hampir mirip rok, yaitu sarung. Maka dapat saya katakan, lelaki yang bersarung adalah orang yang berupaya merendahkan dirinya di hadapan kaum perempuan agar mereka bisa sederajat dan tak ada yang lebih diunggulkan.

Kita bayangkan saja, emansipasi wanita kini rasanya sudah tak perlu lagi. Sudah banyak kaum wanita yang mendapat posisi tinggi di masyarakat dan sudah banyak yang bebas berpakaian layaknya laki-laki. Bagi perempuan, mencapai karir tinggi di tengah masyarakat adalah sebuah prestasi. Tapi bagi laki-laki, mencapai karir tinggi dan mendapat pekerjaan yang mapan seolah adalah keharusan dan kewajiban. Dengan dalih agar bisa menafkahi perempuan, ekspektasi dan persepsi tersebut masih saja tumbuh subur di kalangan masyarakat.

Saya rasa, hal-hal yang secara biologis tidak jelas-jelas menjadi pembeda antara lelaki dan wanita tak perlu lagi di kotak-kotakkan. Masing-masing mempunyai hak yang sama. Kecuali hak hamil dan “menghamili” sudah jelas dimiliki oleh salah satu gender. Kalau hal-hal seperti menangis, menyukai warna pink, cupika-cupiki dengan sesama jenis, dan sebagainya tak perlu secara dominan dikaitkan dengan salah satu gender.

Mari berlatih untuk melihat sesuatu secara netral dan tidak bias. Agar emansipasi bukan lagi istilah yang hanya dimiliki salah satu gender saja. Agar emansipasi tidak hanya menjadi istilah yang identik dengan rasa cemburu dan iri. Agar emansipasi, tidak hanya menjadi alasan untuk merasa tertindas dan terkekang. Agar emansipasi menjadi gerakan gotong royong, bukan saling mendahului dan menjatuhkan.

Ah, sudah sampai mana pembicaraan kita? Sudah, aku lelah dan butuh sandaran. Aku lelaki, juga butuh sandaran meski hanya sepotong tiang listrik atau hati perempuan yang lapang. uhuk uhuk

Terakhir diperbarui pada 14 Januari 2022 oleh

Tags: emansipasiKesetaraan GenderKritik Sosial
M. Fakhruddin Al-Razi

M. Fakhruddin Al-Razi

ArtikelTerkait

kesetaraan gender

Yang Kejam Kapitalisme, yang Ditolak Malah Kesetaraan Gender, Ukhti Sehat?

5 April 2020
tolong

Ungkapan Maaf, Tolong, dan Terima Kasih yang Mulai Ditinggalkan dari Peradaban Kita

20 Juli 2019
Surat untuk Gus Yahya Kesetaraan Gender Itu Nggak Cuma Ngurusin Kapasitas, Gus Terminal Mojok

Surat untuk Gus Yahya: Kesetaraan Gender Itu Nggak Cuma Ngurusin “Kapasitas”, Gus

22 Januari 2023
rasisme

Tidak Ada Tempat Bagi Rasisme di Dunia Ini, Sekalipun Dalam Sepak Bola

5 September 2019
slang

Mengapa Bucin, Kepo, dan Bahasa Slang Lainnya Harus Benar-Benar Kita Tahu Artinya?

29 Agustus 2019
haters luqman

Kisah Luqman dan Fenomena Haters di Indonesia

17 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.