Membahas KRL Commuterline Jabodetabek memang tidak pernah ada habisnya. Selalu saja ada yang dibicarakan, mulai dari penumpang yang unik-unik hingga kondisi stasiun yang seperti “neraka”. Hal lain yang selalu jadi perbincangan adalah gerbong KRL khusus perempuan.
Gerbong KRL Jabodetabek khusus perempuan yang sudah ada sejak 2012 itu sebenarnya bermaksud baik. Pihak pengelola mencoba menjawab keluhan perempuan pengguna KRL yang merasa tidak nyaman ketika harus berdesak-desakan dengan lawan jenis di gerbong reguler. Selain itu, keberadaan gerbong ini mencoba menghindari tindak pelecehan dan kejadian lain yang tidak diharapkan di KRL.
Memang betul, gerbong KRL khusus perempuan bisa membuat perempuan pengguna KRL merasa lebih aman. Walaupun, tidak semua perempuan pengguna KRL bisa merasakannya karena jumlah gerbong ini sangat terbatas di tiap rangkaian. Walau sudah tersedia gerbong KRL khusus, tidak sedikit penumpang perempuan yang justru menghindari gerbong ini. Apa alasannya?
Daftar Isi
Gerbong terletak di ujung
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, jumlah gerbong perempuan begitu terbatas dalam rangkaian KRL. Biasanya, berjumlah 2 gerbong saja dalam satu rangkaian KRL. Gerbong khusus perempuan yang berwarna merah muda itu biasanya diletakan di awal dan akhir rangkaian kereta alias di ujung.
Letak gerbong yang berada jauh di ujung kerap membuat penumpang perempuan kerepotan karena harus berjalan kaki cukup jauh. Apalagi, tangga, eskalator, atau akses menuju pintu masuk/keluar stasiun biasanya terletak di tengah-tengah. Akses tersebut jarang sekali berada di dekat dengan gerbong KRL khusus perempuan.
Dengan kata lain, penumpang perempuan harus berjalan lebih jauh untuk mengakses gerbong ini. Berbeda dengan gerbong reguler yang begitu banyak pilihan sehingga lebih mudah untuk mengaksesnya.
Gerbong KRL khusus perempuan lebih “ganas”
Sudah jadi rahasia umum kalau gerbong KRL Jabodetabek khusus perempuan itu lebih “ganas” daripada gerbong reguler. Terutama ketika memperebutkan kursi, rasa-rasanya lebih kompetitif dan tidak ada ampun. Apalagi di jam-jam padat seperti saat berangkat dan pulang kerja, benar-benar brutal.
Kondisi di dalam gerbong kereta khusus perempuan pun tidak jauh berbeda dengan gerbong reguler. Perselisihan kecil dan cekcok sering terjadi. Bahkan, pernah viral berita ibu hamil yang keguguran karena berselisih paham di gerbong ini.
Memang sih perempuan merasa lebih aman dari berbagai tindakan pelecehan di gerbong khusus ini, tapi soal kenyamanan perjalanan sepertinya masih jadi angan-angan saja. Itu mengapa banyak penumpang perempuan yang yang akhirnya melipir ke gerbong reguler.
Lebih berdesak-desakan
Banyak penumpang perempuan malas naik gerbong khusus karena lebih berdesak-desakan dibanding gerbong reguler. Tidak mengherankan, sebab gerbong khusus di tiap rangkaian kereta sangat terbatas, sementara jumlah perempuan pengguna KRL begitu banyak. Suasana yang berdesak-desakan inilah yang menjadi salah satu pemicu pertikaian yang ada di gerbong khusus perempuan.
Persoalan-persoalan di atas sebenarnya bukan hal baru, tapi masih saja relate hingga hari ini. Seolah-olah tidak ada upaya serius dari pengelola KRL Jabodetabek untuk memperbaikinya. Ini sekaligus menjadi bukti ketidakseriusan pengelola dalam menciptakan ruang aman bagi permpuan. Padahal, tindakan afirmatif semacam ini barulah langkah awal atau sementara dari perubahan sistemik yang benar-benar dibutuhkan. Dengan kata lain, kalau upaya awal atau sementaranya saja tidak digarap dengan serius, bagaimana dengan perubahan sistemik yang diharapkan? Sepertinya keamanan dan kenyamanan perempuan di KRL Jabodetabek, dan transportasi publik lain, masih akan sulit diwujudkan.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Kasta Stasiun KRL “Neraka” yang Wajib Diketahui Orang Luar Jabodetabek
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.