Banyak orang Indonesia melanjutkan kuliah di Turki karena kesempatannya terbuka lebar. Asal tahu saja, setiap tahun pasti ada seleksi beasiswa Turkiye Burslari yang didanai oleh Pemerintah Turki. Tidak sedikit juga orang Indonesia yang kuliah dengan biaya pribadi di sana. Kabarnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) kampus-kampus di Turki lebih ramah di kantong dibanding berbagai universitas di Indonesia.
Saya adalah satu dari banyak orang yang melanjutkan studi di Turki dengan beasiswa. Sebelum merantau ke negeri orang, saya mempersiapkan banyak hal agar lebih mudah beradaptasi. Berdasar pengalaman, setidaknya ada 4 hal utama yang harus disiapkan sebagai mahasiswa yang hendak kuliah di Tanah Seribu Budaya:
Daftar Isi
#1 Bahasa Turki itu susah, tapi nggak perlu kelewat khawatir
Kalian harus belajar bahasa Turki kalau mau kuliah di sana. Memang, beberapa kampus dan jurusan menyediakan mata kuliah dengan bahasa Inggris, tapi jangan harap ada banyak pilihannya. Selain itu, kalian tetap perlu belajar mereka supaya bisa bertahan hidup. Apalagi kalau kalian memilih kuliah di kota kecil seperti yang saya lakukan, hanya segelintir orang yang bisa berbahasa Inggris.
Bahasa Turki itu memang susah, tapi bukan hal mustahil untuk ditaklukkan kok. Sebelum merantau, saya hanya mempersiapkan diri dengan ikut kursus bahasa Turki level A1 sebanyak delapan pertemuan. Sesekali saya main Duolingo dan Busuu. Persiapannya tidak banya, tapi cukup membantu untuk memahami dasarnya.Â
Akan tetapi, kalian tidak perlu khawatir kalau tidak sempat mempersiapkan apapun. Setiap camaba dari negara luar Turki pasti akan dapat kelas persiapan bahasa Turki selama setahun. Dalam jangka waktu tersebut, kita bisa memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin agar bisa fafifu wasweswos dalam bahasa Turki.
#2 Biaya hidup di Turki bisa membengkak karena inflasi
Saya kuliah di Turki dengan beasiswa, tapi saya tetap harus mengeluarkan biaya pribadi untuk satu bulan pertama. Biaya itu banyak digunakan untuk mengurus berbagai dokumen, transportasi, dan keperluan sehari-hari. Berdasar pengalaman, saya pelru merogoh kocek setidaknya 5.300 Lira Turki (TL) atau sekitar Rp2,4 juta. Ini nggak termasuk biaya tempat tinggal karena saya mendapatkan fasilitas asrama gratis.
Bagi kalian yang berminat kuliah atau camaba, sebaiknya jangan menyepelekan biaya ini. Saya tekankan untuk seluruh mahasiswa ya, entah mereka yang berangkat dengan beasiswa maupun pribadi. Sebab, saat ini Turki sedang dilanda inflasi besar-besaran. Harga barang semakin mahal dari waktu ke waktu. Kalau biaya ini tidak dipersiapkan sebaik-baiknya, bukan tidak mungkin proses kuliah kalian akan terhambat.Â
#3 Mending beli pakaian di sini
Turki merupakan negara dengan empat musim. Nggak heran kalau camaba Indonesia bertanya-tanya soal pakaian yang harus digunakan untuk melewati musim itu. Menurut saya, akan lebih baik kalau orang Indonesia membeli pakaian di Turki saja.Â
Perkuliahan di Turki biasanya dimulai ketika musim gugur dan semi. Sebagian besar camaba dari Indonesia pun tiba di Turki pada musim tersebut. Jadi, masih ada waktu beberapa bulan sebelum musim dingin tiba. Selain belum begitu mendesak, kualitas pakaian musim dingin di sini jauh lebih baik dibandingkan di Indonesia. Bahkan, harganya relatif lebih terjangkau dan modelnya lebih modis.
#4 Fisik harus kuat biar bisa bertahan hidup di Turki
Secara umum, lingkungan Turki sangat berbeda dari Indonesia. Di Indonesia, kita dimanjakan dengan kendaraan pribadi. Mobilitas jauh lebih mudah. Hal itu berbeda dengan Turki yang memiliki harga bahan bakar dan kendaraan pribadi yang tinggi. Mobilitas penduduknya ditopang dari kendaraan umum. Mau tidak mau, sebagai pendatang kita menyesuaikan gaya hidup mereka.Â
Persoalannya, kendaraan umum hanya beroperasi di ruas jalan tertentu. Jadi, orang-orang tetap harus berjalan kaki baik saat hendak ke halte atau ke lokasi-lokasi yang tidak dilewati bus. Itu mengapa kekuatan fisik begitu dibutuhkan di negara ini.Â
Asal tahu saja, selama merantau di negara ini, setidaknya saya menempuh 9.000-11.000 langkah setiap hari. Untung saja, 2 bulan sebelum jadwal keberangkatan ke Turki saya sempat latihan fisik dengan jalan kaki minimal 6.000 langkah atau bersepeda minimal 5 km setiap hari. Hasilnya, waktu sampai di sini badan saya nggak kaget. Saya nggak perlu merasakan kaki bengkak-bengkak setelah jalan jauh karena badan saya sudah terbiasa.Â
PR terbesar saya tinggal beradaptasi pada iklim dan suhu. Saya tiba saat musim gugur yang mana suhunya mulai menurun. Suhu dingin membuat kulit tangan saya sangat kering, bahkan sampai mengelupas dan berdarah. Belum lagi, kota yang saya tinggali punya kelembaban yang minim.Â
#5 Puas-puasin dulu makan makanan di IndonesiaÂ
Tantangan besar yang harus dilewati oleh semua mahasiswa asal Indonesia adalah membiasakan diri dengan makanan Turki. Selama tiga pekan pertama, saya nggak bisa berhenti menginginkan makanan Indonesia. Alasan pertama, sarapan di sini tidak dengan makanan berat hanya berupa roti, kentang, atau telur. Rasa-rasanya saya nggak pernah kenyang tiap pagi.
Alasan kedua, cita rasa makanannya masih belum cocok di lidah saya. Asal tahu saja, sebagian besar makanan Turki kalau nggak kemanisan, keasaman, ya hambar. Saya baru bisa menelan makanan jika dibarengi dengan mustofa, kering tempe, abon, atau saus yang saya bawa dari Indonesia. Itu mengapa, bagi kalian yang hendak menjadi mahasiswa di Tanah Seribu Budaya, saya sarankan untuk membawa makanan dari Indonesia yang tahan lama. Makanan itu akan banyak membantu proses beradaptasi.Â
Kuliah di luar negeri, termasuk Turki, mungkin menjadi impian banyak orang. Tapi, jangan lupa, perlu banyak persiapan agar tidak kaget dan mudah adaptasi. Nah, semoga tulisan ini membantu memberikan gambaran bagi kalian yang hendak kuliah di Turki.Â
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.