Lagi ramai kabar Suzuki Ignis disuntik mati. Padahal, mobil dengan CC 1200 ini masih oke dan menjadi sesal di hati saya. Bagi saya pribadi, city car ini enak, kok.
Misalnya, ground Clearance Suzuki Ignis lumayan tinggi jika dibandingkan mobil sejenisnya. Mobil ini cukup mampu jalanan agak gronjal. Ya, di sini, sebagai salam perpisahan, saya merangkum pengalaman berkendara dengan Ignis.
Daftar Isi
Transmisi AGS Suzuki Ignis
“Mbak, jangan diinjak itu gasnya, pelan aja kalau dirasa kurang,” begitu kata instruktur setir.
Saya manggut-manggut sok paham sambil beberapa kali tegang karena takut bawa roda empat. Sok-sokan les setir karena saya malas kena marah kalau dia yang ngajarin. Dan setelah lima kali pertemuan, saya sudah bisa “nyetir” ala kadarnya.
Duduk di belakang setir Suzuki Ignis memang agak lain. Ada mode AGS Automatic Gear Shifting yang membuat giginya bisa pindah sendiri. Oke, ini adalah hal yang memang praktis untuk pemula karena gigi pindah menyesuaikan RPM.
Sebagai pemula yang pas les pakai mobil matic dengan CVT saya terus terang kagok. Bagaimana tidak, hukum bejek-membejek ini beda dengan CVT. Ignis ini nggak akan ada pergerakan ketika tidak dibejek alias diinjak. Berbeda dengan CVT mereka tanpa dibejek sudah jalan sendiri.
Walhasil saya harus menyesuaikan lagi dengan modenya yang lain. Sebenarnya kebodohan saya juga tahu mobil matic AGS, latihannya pakai matic CVT. Makanya, kaki saya jadi sangat pegal.
Agak sedikit menyusahkan
AGS yang pindah giginya bukan semau yang bawa bikin si mobil memang sedikit menyusahkan. Hal ini karena baik penumpang maupun sopir kaget juga pas pindah. Ya, maklum, namanya saja newbie.
Rasa agak nyentak ini ada seperti orang tarik napas lalu dikeluarkan tapi agak mendengus. Ya, pokoknya gitu lah. Jadi memang lucu berasa lagi digendong orang yang habis napas. Agak horor kalau pakai AGS ini di tanjakan, meskipun saya pakai Suzuki Ignis ini melibas tanjakan oke-oke saja. Tapi mending pindah mode manual.
Ya, mode manual. Mode bisa pindah gigi sesuai keinginan sopir. Saya pribadi lebih suka dengan mode manualnya yang power-nya ngeri. Nanjak bisa lancar jaya lebih bertenaga, dan yang jelas tidak ada sendat-sendut semlidut.
Semakin penuh semakin empuk
Suspensi Suzuki Ignis memang agak lain. Ketika tidak diisi full muatan, goncangan dari luar itu terasa. Meskipun memang nggak parah-parah amat. Cuma benar-benar terasa ketika di tol atau di jalan aspal mulus, mobil ini malah kayak terbang. Masuk jalan beton ya lillahi taala berasa aja.
Ignis, sejauh ini, saya buat mengangkut 5 orang dan masih lumayan lega untuk di bagian penumpang karena kami keluarga mini. Kami dengan tinggi badan sekitar 1,5 meter. Masih lega dan bisa agak selonjor. Dan begitu dihajar dengan penumpang dan barang bawaan, suspensinya terasa lebih empuk aja dari sebelumnya.
Suzuki Ignis itu Irit
Soal irit, Suzuki Ignis ya terbilang lumayan irit. Saya bisa tenang mengisi Pertamax saking iritnya. Sekali isi, saya bisa PP Magelang-Semarang, muter Rembang, dan balik lagi ke Semarang. Dengan isi 28 liter bisa menempuh jarak sekitar 450 kilometer. Ajib bener.
Sayang seribu sayang, di balik keimutan Ignis dan iritnya, nampaknya masih banyak yang lebih suka produk kompetitor. Apalagi ramai di grup fans Suzuki Ignis soal pergantian spare part AGS yang bisa mencapai 20 juta untuk ganti transmisi. Tentu saja harga ini membuat yang akan meminang Ignis agak bergidik ngeri.
Yah, apapun itu, terima kasih Ignis sudah mewarnai kehidupan saya. Sayonara!
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Mobil Suzuki Bukan Terkesan Murahan, tapi Ia Adalah Mobil yang Rendah Hati
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.