Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kelakuan Politisi yang Berbusa-busa Saat Bicara tapi Ogah-ogahan Saat Disuruh Mendengar

Aly Reza oleh Aly Reza
19 Februari 2020
A A
Kelakuan Politisi yang Berbusa-busa Saat Bicara tapi Ogah-ogahan Saat Disuruh Mendengar
Share on FacebookShare on Twitter

“Pak Fadjroel, tolong (perhatikan) selagi saya bicara, Pak Ngabalin, tadi saya diam saat kalian semua bicara.” Gugat Presiden Jancukers—Sudjiwo Tedjo—membuka statement-nya dalam diskusi #ILCBPIP Selasa (18/02) malam.

Bagi para pengguna Twitter, barangkali sudah nggak asing dengan tweet Mbah Tedjo yang sering meyinggung soal politisi kita yang suka ngomong sendiri atau main HP sewaktu lawan bicaranya mendapat giliran berargumen. Bukan Presiden Jancukers namanya kalau nggak mengimplementasikan apa yang sudah dia ucapkan. Belum setengah menit Pak Karni Ilyas meminta Mbah Tedjo berbicara, eh Pak Fadjroel dan Pak Ngabalin sudah ketangkap mata asik ngobrol sendiri. Wajar saja kalau Mbah Tedjo memotong argumennya yang sebenarnya baru mukadimah itu. Lantas keluarlah kalimat maut di atas.

Pak Fadjroel dan Pak Ngabalin memang langsung menghentikan obrolannya dan kembali fokus menyimak Mbah Tedjo. Tapi bagaimana dengan politisi yang lain? Bahkan baru saja Mbah Tedjo menyentil dua petinggi tersebut, kamera TV One kok ya menyorot Aboe Bakar al-Habsyi menggeser-geser layar ponselnya dengan mimik meremehkan. Eh tapi, nggak tahu juga kalau wajahnya emang dari sononya begitu.

Tidak berhenti sampai di situ, Mbah Tedjo lagi-lagi harus menjeda kalimatnya saat mendapati Irma Suryani—politisi Nasdem—lebih fokus dengan ponselnya, alih-alih menyimak pandangan Mbah Tedjo mengenai eksistensi Pancasila. “Bu Irma saya lagi bicara, dan saya nggak buka HP pas Anda bicara. Saya akan berhenti (ngomong) sampai kalian semua berhenti (main HP).” Dengan raut wajah merengut Irma Suryani pun meletakkah ponselnya. Dari gestur tubuhnya sih kelihatan banget dia tersinggung dengan sentilan Mbah Tedjo itu. “Di dalam pertemuan yang sudah terjadwal, Sudjiwo Tedjo tidak pernah buka HP,” lanjut Mbah Tedjo kemudian. “Menurut saya inilah Pancasila. Inilah Pancasila yang nyata, ada orang ngomong, dengerin!” Skak mat.

Tapi seperti yang saya duga, sebagai seorang politisi yang juga seorang perempuan, tentu bagi Irma Suryani ucapan Mbah Tedjo terdengar sangat sensitif. Meski mungkin, mungkin loh ya, dalam lubuk terdalamnya nggak memungkiri bahwa apa yang dituturkan Mbah Tedjo ada benarnya. Terbukti dengan reflek Irma Suryani yang langsung memegang microphone dan berujar kalau Mbah Tedjo ini ngerasa paling benar.

“Saya paling bener? Ya terserah (menurut Anda). Tapi kalau saya paling bener, katakanlah tadi Mbak Irma ngomong saya nggak bakal merhatiin, karena saya udah paling bener.” Duuuarrr, tamparan yang cukup telak. Seandainya saya di posisi Irma Suryani, saya pasti akan salto saat itu juga saking malunya. Tapi kan memang politisi kita udah pada nggak punya urat malu, maka mustahil itu terjadi.

Menjadi sangat wagu memang ketika mendiskusikan Pancasila tapi Pancasila-nya saja nggak ada. Menurut Mbah Tedjo, aplikasi riil dari Pancasila misalnya adalah diam dan mendengarkan saat orang lain bicara. Dan itu tidak tercermin sama sekali dari perilaku para politisi dan petinggi negeri ini. Bagaimana bisa pemerintah merasa perlu mengedukasi masyarakat perihal ke-Pancasila-an, sementara contohnya saja nggak ada. Atau lebih tepatnya yang dicontoh (para politisi dan pejabat pemerintah) nggak memenuhi kriteria layak untuk ditiru.

Dengan begitu saya menyatakan diri sebagai orang yang sepakat seandainya Pak Mahfud MD merealisasikan wacana penghidupan kembali Penataran P4. Tapi, Pak, kalau saya boleh usul, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila tersebut sebaiknya ditujukan kepada para poltisi dan pejabat dulu saja, gimana? Sebab saya kira yang sangat perlu diedukasi itu mereka, Pak. Kalau mereka sudah bisa menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar, percaya, deh, masyarakat dengan sendirinya akan teredukasi. Sebab mereka sudah melihat contoh riilnya. Penataran P4 sangat penting bagi para politisi dan pejabat, agar mereka sadar bahwa mereka ini panutan. Masa begitu saja harus Mbak Najwa Shihab yang mengingatkan? “Wakil rakyat juga harus memberi contoh pada rakyat, yaitu dengan mendengarkan,” begitu kata Mbak Nana.

Baca Juga:

Surabaya Memang Kekurangan Tempat Wisata, tapi Tidak Pernah Kekurangan Warkop

Boger Bojinov, Putra Terbaik Madura yang Lebih Terkenal ketimbang Mahfud MD

Masalahnya, memang mental politisi dan pejabat kita itu mental banyak omong, tapi enggan untuk mendengarkan. Hal fundamental lain yang harus ditanggulangi untuk mengatasi fenomena tersebut katakanlah dengan mengubah beberapa istilah politis. Misalnya, kenapa Pak Fadjroel kelihatan berbusa-busa saat mendapat giliran ngomong, tapi ogah-ogahan kalau disuruh mendengarkan? Ya karena jabatannya sekarang adalah Juru Bicara Presiden RI. Maka pantes saja kalau dia lebih suka bicara. Harus ada penambahana kata menjadi, Juru Bicara dan Juru Dengar (JUBIR-JUDER), biar Pak Fadjroel nggak lupa bahwa selain bicara, tugas lainnya adalah mendengarkan.

Padahal Tuhan secara satire sudah menyindir kita dengan diciptakannya satu mulut dan dua telinga. Artinya kita disuruh mendengar dua kali lebih banyak ketimbang bicara. Tapi bagaimanapun mendengar memang pekerjaan yang nggak mudah.

Terakhir, dalam diskusi semalam, topik yang dibahas adalah buntut dari pernyataan Kepala BPIP—Yudian Wahyudi—yang menuai banyak kontroversi. Dalam statement-nya dia menyebut kalau musuh terbesar Pancasila adalah agama. Ungkapan tersebut dinilai telah menciderai Pancasila, karena unsur agama tercantum dalam sila pertama. Sekarang pertanyaannya, Pancasila itu butir-butir teksnya atau subtansinya? Kalau subtansinya, maka menciderai Pancasila bukan ketika kita menyinggung kata atau teks dalam Pancasila. Menciderai Pancasila salah satunya adalah ketika kita sibuk ngomong atau main HP sendiri, sementara orang lain sedang bicara di hadapan kita.

Saya jadi membayangkan, ketika seorang tukang becak sedang asik dengan HP-nya sementara saat itu kawannya sesama tukang becak sedang bercerita perihal rumah tangganya. Lantas tukang becak yang kedua ini menegur, “Kamu ini mbok ya dengerin kalau ada temennya ngomong. Kalau masih nggak mau dengerin, udah sono saja jadi politisi, jangan jadi tukang becak.” Wqwqwq~

BACA JUGA Menyoal Kritik Sujiwo Tejo terhadap Para Menteri Laki-Laki atau tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 19 Februari 2020 oleh

Tags: mahfud MDPancasilaSudjiwo Tedjo
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

arteria dahlan

Arteria Dahlan, dkk VS Mahfud MD

10 Oktober 2019
Membaca Peluang Suara Ganjar-Mahfud di Madura: Apakah Putra Madura Bisa Berjaya di Tanah Sendiri? universitas trunojoyo madura

Membaca Peluang Suara Ganjar-Mahfud di Madura: Apakah Putra Madura Bisa Berjaya di Tanah Sendiri?

24 Oktober 2023
RUU HIP

RUU HIP Bikin Saya Cemas soal Kebebasan Berpendapat dan Berpikir

22 Juni 2020
definisi pancasilais sejarah hari lahir pancasila 1 juni 1945 mojok.co

Pancasilais dan Tidak Pancasilais Itu Gimana Cara Ngukurnya sih?

11 September 2020
Pak Mahfud MD, Bilang Salah Ketik Soal Draf RUU Itu Sungguh Alasan Basi!

Pak Mahfud MD, Bilang “Salah Ketik” Soal Draf RUU Itu Sungguh Alasan Basi!

21 Februari 2020
Ketika Prof. Mahfud MD Membual Soal Pelanggaran HAM

Ketika Prof. Mahfud MD Membual Soal Pelanggaran HAM

13 Desember 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.