Siapa yang belum tahu berita hangat dan cukup menjengkelkan ini, aksi People Power di depan kantor Bawaslu sampai ricuh tak terkendali di Jakarta 21-22 Mei 2019. Hoalah lagi-lagi politik~
Bangun sahur pagi saya disambut saat iseng membuka Instagram. Linimasa dipenuhi berita tak terduga dari aksi di kantor Bawaslu. Aksi People Power ini dilatarbelakangi kecurigaan atas kecurangan Bawaslu mengenai rekapitulasi suara Pilpres 2019. Saat melihat beberapa video dan beritanya terlihat benar-benar tidak kondusif.
Negara +62 ini sudah seperti dipenuhi bar-bar yang tidak tahu batas soal etika berpendapat. Alih-alih ingin membela kepentingan rakyat kok malah lebih kelihatan membela kepentingan politik.
Sebenarnya aksi dibolehkan saja bahkan sudah diberi kesempatan tetapi yang jadi masalah saat itu ialah mereka yang sudah melewati batas waktu pelaksanaan aksi sehingga kemudian memicu ketegangan. Sudah toh, namanya kompetisi ya ada menang kalah—mau tidak mau kita harus iklas.
Ramadan yang harusnya dipenuhi berkat, keikhlasan dan legowo malah jadi aksi penuh emosi karena tak terima paslonnya kalah lalu membuat cerita kecurangan. Saya sendiri juga tidak menjamin benar-benar tidak ada kecurangan sama sekali juga. Lagipula yang saya tahu saat berita kecurangan muncul toh juga diulang kembali pemilunya.
Kalau jadinya seperti ini miris rasanya melihat kembali ke belakang beberapa para pahlawan kotak suara yang sakit sampai gugur karena diamanahi tugas negara, mereka yang menjaga mati-matian agar tetap steril tidak ada kecurangan sekecil apapun—wahai kalian yang gugur semoga mendapat tempat terbaik di sisiNya—miris banget kalau sekarang dibayar dengan aksi 22 Mei.
Perjuangan mereka itu mati-matian lo, hai People Power! Mereka belain sampai bolos bekerja dan nggak tidur demi menjaga surat suara—tanggung jawabnya dunia akhirat. Terus dibayar dengan kalian demo dan memberikan efek tidak tentram seluruh Indonesia ini dan apa sih mau kalian? Mau memecah belah NKRI? Katanya NKRI harga mati kok seperti ini—nelangsa aku tuh. Ricuh di mana-mana sampai dampaknya mengganggu hajat hidup orang banyak.
Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.
Jika saya salah mohon dikoreksi. Toh terjadi beneran kata-katanya bapak Proklamator. Kini aparat kepolisian seakan perang dengan warga sendiri karena aksi ini.
Aparat polisi sekarang sedang mati-matian mengamankan lingkungan sekitar dari aksi ricuh tak terkendali ini. Bagaimanapun mereka yang berusaha tetap bertugas dalam ibadah puasanya,berusaha situasi Indonesia kembali kondusif di bulan yang harusnya dipenuhi tadarusan dan berkah bukan bakar ban atau saling serang.
Tak hanya Jakarta yang dipenuhi drama aksi 22 Mei. Surabaya sore tadi—walaupun tak seheboh Ibukota—tepat di depan kantor KPU beberapa anggota memakai atribut demo dengan rata-rata berpakain putih tak lupa spanduk “Tolak Kecurangan Pemilu” diteriakkan oleh salah satu lelaki parubaya di atas mobil bak terbuka yang dibumbui dengan gema takbir.
Jadilah macet lumayan panjang akibat aksi ini. Merugikan banyak orang kan? Bagi saya tentu saja merugikan. Jadi makin sumpek di jalan, atau mungkin sebagian malah jadi mengganggu waktu ngabuburitnya? Entahlah, yang penting saya harus segera pulang untuk buka bersama keluarga.
Tahukah kamu, hai People Power? Dampak yang terjadi dua hari ini. Provokasi, hoax di sana-sini, kerusakan lingkungan, pekerja dan pelajar yang terpaksa diliburkan, korban salah tembak.Sampai trendingnya #Whatshappdown #Instagramdown #Facebookdown karena Pemerintah sengaja menonaktifkan media sosial guna menghindari bertambahnya berita hoax. Duh jadi merugikan semua orang bahkan yang tidak terlibat sekalipun. Walaupun jika kita pikir-pikir lagi “mungkin kalau yang menang si paslon 02 juga ga menjamin akan ga terjadi aksi seperti ini juga”. Ya memang tidak ada yang menjamin tidak akan terjadi dan berharap tak akan terjadi juga. Siapa sih yang mau NKRI ricuh seperti ini.
Sudahlah sejak awal saya mempunyai keyakinan, siapapun yang menang Paslon 01 atau 02 yah walaupun sudah diumumkan Paslon 01 yang menjadi pemimpin 5 tahun ke depan, tidak akan merubah sepenuhnya keadaan apapun kecuali kita sendiri. Yang bekerja itu diri kita sendiri, kalau sifatmu yang sama saja tak ada perubahan dalam kinerja apapun, hidup kita sama saja tak ada perubahan. Terus kalau tidak ada perubahan di hidup kita lalu nyalahin Presiden dan Pemerintah? Ya ndak ada hubungannya toh.
Memang tidak ada salahnya berpendapat dan ini dijamin pula dalam Undang-Undang, tetapi etika dan peraturan harus tetap ditaati. Ada persoalan Indonesia yang lebih penting seperti halnya pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan lain sebagainya yang juga butuh untuk didiskusikan dan dipecahkan permasalahannya daripada harus menuntut kecurangan rekapitulasi suara. Negara kita adalah negara hukum dengan mekanisme peradilan yang mengatur kehidupan bernegara, sehingga jika ada masalah tak perlu sampai dibesarkan sampai ricuh seperti ini dan merugikan berbagai macam pihak.
Yuklah bulan Ramadan janganlah capek-capek aksi sana sini yang mengganggu ibadahmu apalagi yang sampai merugikan umat yang lain. Hai People Power, sudahi aksinya yo?
Kita semua tetap bagian yang sama dari NKRI. Semoga damai dan tentram selalu Indonesiaku.