Kalau boleh bilang, hidup di daerah dataran tinggi, yang memiliki hawa dingin nan sejuk, adalah sebuah privilege. Bayangkan saja, hidup di dataran tinggi itu berarti kita bisa merasakan bagaimana kesegaran udara yang nggak banyak polusinya. Kita juga bisa merasakan bagaimana sejuk dan dinginnya hawa khas pegunungan, dan tentunya kita akan mendapatkan air berlimpah yang bersih. Nggak heran jika banyak orang yang merasa iri dengan orang-orang yang hidup di dataran tinggi.
Terutama hawa dingin, inilah yang jadi sesuatu yang menguntungkan bagi mereka yang hidup di dataran tinggi. Hawa dingin, seperti kita tahu, membawa kenyamanan tersendiri. Nggak heran jika banyak orang lebih memilih untuk berada di tempat yang berhawa dingin, daripada tempat yang berhawa panas. Bayangkan ketika hawa dingin kita gunakan untuk rebahan, selimutan, bikin kopi panas, sambil merokok barang sebatang atau dua batang. Pasti enak banget.
Namun, hidup di tempat yang berhawa dingin nggak membuat kita serta merta kebal dengan hawa dingin itu sendiri. Sebab, daya tahan manusia terhadap hawa dingin juga punya batas, meski manusia tersebut sudah terbiasa dan bahkan bertahun-tahun hidup di tempat berhawa dingin. Ada kalanya, orang-orang ini ya menyerah juga dengan hawa dingin yang kadang menyerang dengan hebatnya. Entah flu, pilek, bahkan demam menggigil yang jadi wujudnya.
Inilah yang kerap saya alami selama beberapa tahun terakhir. Saya adalah orang yang selama hidup tinggal di dataran tinggi, di kota yang terletak di kaki gunung. Sudah pasti, kota tempat saya tinggal adalah kota berhawa sejuk, dan tentunya dingin. Dan saya beruntung bisa hidup di kota ini, sebab bagi saya hawa dingin lebih nyaman daripada hawa panas. Itulah mengapa saya cinta sekali hidup di kota ini.
Teman-teman saya yang berasal dari luar kota (tentunya bukan kota yang berhawa dingin), kerap merasa iri dengan saya. Teman-teman saya ini juga kadang heran, kok saya bisa kuat dengan hawa dingin ketika suhunya memang sedang rendah. Mereka berharap bisa hidup di kota yang berhawa dingin seperti kota tempat saya tinggal. Mereka bahkan memimpikan untuk tinggal di kota tempat saya tinggal suatu saat kelak.
Masalahnya, sebagai orang yang hidup di kota dataran tinggi nan berhawa dingin, nggak selamanya saya itu tahan dengan dingin. Ada kalanya, suhu di kota saya ini rendah sekali, sehingga saya nggak lepas dari kondisi kedinginan. Nggak jarang pula beberapa penyakit seperti flu dan pilek menyerang saya. Ya bayangkan saja, kalau sedang dingin-dinginnya, suhu di kota saya bisa menyentuh angka 13 derajar celcius. Gimana nggak sakit coba kalau kena hawa sedingin ini?
Di sini letak masalah utamanya. Kalau saya misalnya sambat sakit flu, pilek, atau demam karena hawa dingin yang ekstrem, teman-teman saya yang dari luar kota alih-alih menyemangati atau mendoakan agar cepat sembuh, mereka malah berkelakar, “orang gunung kok bisa-bisanya sakit karena dingin, sih?” atau “katanya tahan dingin, kok sekarang sakit karena dingin?”
Begini, lho, ma fren, setahan-tahannya saya dengan hawa dingin, kalau sudah waktunya sakit ya sakit aja. Plus, kalau memang saya sakitnya karena hawa dingin, itu karena hawa dinginnya sudah ekstrem dan badan saya menyerah dengan hawa dingin ekstrem tersebut. Jangan dipukul rata bahwa semua orang yang tinggal di dataran tinggi seperti saya ini kebal dengan hawa dingin. Dan ingat, perkara hawa dingin ini bukan soal kebal-kebalan lho, ya.
Daripada kalian mikirnya kami ini semua kebal hawa dingin, mending kalian coba deh hidup di kota saya, sebulan saja. Saya bisa jamin, belum seminggu kalian pasti akan sentrap-sentrup (gejala pilek, kalau kata orang Jawa), dan akan tumbang setelahnya karena kedinginan.
Dan tentu saja saya akan melakukan hal yang sama. “Pie, enak to? Mantep to?”
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kota Batu Adalah Sebaik-baiknya Kota untuk Menetap walau Banyak Masalahnya