Beberapa waktu lalu, saya sempat berdebat dengan orang tua masalah pesta pernikahan. Sebagai orang yang menganut konsep minimalis, saya menginginkan agar pesta pernikahan saya menggunakan jasa Wedding Organizer (WO) agar lebih praktis dan menghemat biaya. Namun, keinginan saya ini ditolak mentah-mentah oleh orang tua karena dianggap “menyimpang” dari kebiasaan masyarakat desa.
Ya, saya tinggal di salah pelosok desa di Gunungkidul yang mana pakai jasa WO belum lazim digelar di lingkungan pedesaan. Mayoritas masyarakat masih menggunakan tradisi rewang saat menggelar pesta hajatan. Biasanya, sanak saudara dan warga sekitar akan diundang dan membantu acara pesta pernikahan dari awal sampai akhir.
Sebagai orang yang tinggal di pedesaan, bagi saya, sistem rewang itu ribet. Tidak hanya menghabiskan banyak biaya, tetapi juga sangat menguras tenaga. Maka dari itu, saya lebih cenderung memilih menggunakan jasa WO daripada sistem rewang. Ada beberapa alasan mengapa pakai jasa WO lebih baik dari sistem rewang.
#1 Tidak merepotkan tetangga
Dalam tradisi rewang, biasanya tetangga sekitar akan diundang dan akan membantu pesta hajatan dari awal hingga akhir. Tidak hanya membantu soal tenaga, bahkan warga sekitar juga dituntut untuk membantu secara materi. Iya, selain harus capek-capek ngurusi urusan perdapuran, perewang juga wajib mengisi amplop dan memasukannya ke dalam kotak besar yang telah disediakan pemilik hajatan.
Di samping itu, kini masyarakat pedesaan juga semakin sibuk mencari kebutuhan hidup. Ibaratnya, untuk mencari makan keluarga saja sudah sangat susah, kok disuruh membantu kegiatan rewang yang menghabiskan banyak tenaga dan materi?
Berbeda jika pakai jasa WO, tuan rumah akan terbebas dari beban pikiran seolah telah “memanfaatkan tetangga” sehingga perasaan akan jauh lebih tenang dan nyaman selama prosesi pernikahan. Sementara itu, warga di sekitar hanya perlu menghadiri resepsi tanpa harus berjibaku di dapur yang sungguh melelahkan lahir batin.
#2 Meminimalisir pamer perhiasan
Tradisi rewang merupakan salah satu media untuk bersilaturahmi, berinteraksi, dan menciptakan guyup rukun dengan lingkungan sosial. Namun seiring berjalannya waktu, tradisi rewang telah mengalami pergeseran nilai. Bukannya untuk mempererat tali silaturahmi, justru dipakai untuk ajang gibah dan pamer perhiasan.
Hampir semua warga yang diundang untuk rewang, baik laki-laki maupun perempuan, akan mengenakan perhiasan terbaiknya, mulai dari jam tangan, kalung, gelang, dan lainnya. Ya, ini sebuah fakta yang terjadi di masyarakat pedesaan hari ini yang mana tradisi rewang telah dibajak menjadi ajang pamer kekayaan yang bisa memicu iri dan dengki.
Selain itu, dalam tradisi rewang saat ini juga ada semacam pertentangan kelas. Biasanya, para pengusaha di kampung akan diberi tugas sebagai among tamu (menyambut tamu), yang tentunya pakai pakaian rapi dan duduk manis di area resepsi. Sebaliknya, bagai warga yang sehari-hari hanya berprofesi sebagai buruh tani dengan penghasilan tidak menentu, akan ditempatkan dan diberi tugas di dapur, mulai dari mencuci piring, memasak, nggodog wedang, dan pekerjaan berat lainnya.
Hal ini tentu tidak akan terjadi saat Anda pakai jasa WO. Para pekerja WO akan fokus melaksanakan tugas dengan detail, matang, dan tanpa drama pamer perhiasan. Jadi, menggunakan jasa WO adalah pilihan paling tepat di tengah kondisi masyarakat pedesaan yang semakin membingungkan.
#3 Tidak ribet
Ada banyak keuntungan yang didapatkan menggunakan jasa WO. Tidak hanya lebih matang dalam mempersiapkan pernikahan, tetapi juga akan lebih menghemat tenaga dan pikiran. Anda hanya perlu membayar pihak WO dan duduk manis di rumah tanpa memikirkan tetek mbengek seperti mencari tenda, sound system, fotografer, dan mengundang tetangga sekitar untuk rewang.
Menentukan siapa saja yang akan diundang rewang itu tidak mudah. Bahkan, salah perhitungan dalam mengundang bisa berakibat fatal. Ya, jika ada tetangga sekitar yang lupa tidak diundang, ini akan meningkatkan risiko konflik antara pemilik hajatan dan orang yang tidak diundang.
Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Wah, kok aku tidak diundang, ya? Salahku apa?” atau “Kenapa dia tidak ngundang aku, padahal semua tetanggaa-tetangga diundang semua?” dan lain sebagainya akan muncul. Tentu ini sungguh bikin pusing dan cenderung menghabiskan energi untuk hal-hal yang antah berantah.
Sialnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan diingat-ingat warga seumur hidup. Dan suatu hari, akan terjadi semacam balas dendam. Yang mana pihak yang lupa tidak Anda undang itu, tidak akan mengundang Anda saat dia menggelar pesta hajatan.
Nah, persoalan-persoalan semacam ini tidak akan terjadi apabila Anda menggunakan jasa WO. Semua urusan akan ditangani oleh para ahlinya tanpa ada drama-drama kehidupan yang sungguh membagongkan.
#4 Tidak perlu ulih-ulih
Dalam tradisi rewang ada istilah ulih-ulih atau punjungan. Ulih-ulih atau punjungan adalah memberi beberapa bungkus nasi lengkap dengan lauknya kepada para perewang. Ya, semua yang Anda undang rewang, wajib diberi semacam hadiah berupa nasi yang dibungkus dengan daun jati lengkap dengan lauk pauk seperti mi, oseng-oseng kentang, daging kambing, dan lain lainnya. Bayangkan saja, berapa besar biaya yang harus Anda keluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini?
Tanpa memberi punjungan tersebut, Anda telah melanggar peraturan tradisi rewang. Tentu saja, jika sampai lupa tidak memberi hadiah ini, nama baik Anda akan tercoreng di masyarakat dan akan diingat-ingat seumur hidup.
Tentu jauh berbeda jika menggunakan jasa WO. Selain lebih hemat, Anda tidak akan terbebani dengn hal-hal yang memang cukup memusingkan tersebut. Pasalnya, pihak WO akan mengatur semua urusan dari awal sampai akhir pesta pernikahan tanpa sebuah drama sosial yang saat ini tengah berlangsung di lingkungan pedesaan.
Itulah beberapa alasan mengapa pakai jasa WO lebih baik dari sistem rewang. Sebagai orang yang tinggal di pedesaan, sampai saat ini saya masih berdebat dengan orang tua mengenai permasalahan ini. Orang tua, terutama ibu saya, tetap menginginkan pesta pernikahan yang digelar menggunakan sistem rewang.
“Iki ki urip ning ndeso, Le. Rewang kui tradisi nenek moyang sing wis mengakar kuat ning kene. Mbuh abot apa empeng, wis dadi tanggung lan disengkuyung karo warga masyarakat (Ini hidup di desa, Le. Rewang itu tradisi nenek moyang yang sudah mengakar kuat di sini. Berat maupun ringan, semua sudah menjadi tanggung jawab warga masyarakat),” begitu kata beliau.
Ya, begitulah hidup. Pasangan saja belum ada, sudah berdebat sama orang tua mengenai strategi dan sistem pernikahan yang akan saya anut kelak. Wis, wis, hambok mending turu, ora risiko!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Waspada Tipu Daya Wedding Organizer Abal-abal!