Selain orang alim yang senantiasa berposisi sebagai pembela orang awam dan wong cilik, Gus Baha’ juga pembela anak kecil.
Beliau berkali-kali bercerita, Islam itu mestinya berterimakasih kepada anak kecil. Anak-anak yang ikut ngaji di TPA sore, membuat banyak orangtua atau kakek-nenek mereka akhirnya mulai menjalankan syariat Islam. “Karena anak-anak itu sering mengaji di sore hari, berpuasa, salat di masjid atau musala, mau tidak mau orangtua atau kakek-nenek mereka malu…
“Mulai berpuasa karena anak atau cucu mereka berpuasa. Mulai kenal masjid karena anak atau cucu mereka suka mengaji dan pergi ke masjid. Orang-orang yang awalnya bahkan mungkin anti-Islam, lambat laun mulai dekat kepada Islam. Dan harap diingat, itu jasa anak-anak kecil.”
Sungguh pemikiran seperti itu, di luar pemikiran orang seperti saya. Benar juga, batin saya. Tak perlu jauh-jauh, saya contohnya. Saya ini ke masjid paling seminggu sekali pas salat Jumat. Tapi karena Kali, anak saya yang berusia 7 tahun itu suka ke masjid, saya jadi ikut.
Setidaknya setiap Magrib saya mengantar Kali salat magrib di masjid terdekat dari komplek perumahan kami tinggal. Kalau pas libur, kadang juga ke masjid pas salat Isya’. Karena mulai sering, sesekali saat Subuh dan belum tidur, saya pergi sendirian tanpa Kali ke masjid. Kalau Kali gak merengek-rengek diantar ke masjid setiap Magrib, ya tentu saya cukup magriban di rumah saja.
Gus Baha’ pernah menegur orang yang terbiasa punya paham bahwa anak kecil gak boleh bermain atau rame di masjid. Karena dianggap mengganggu kekhusyukan orang yang sedang beribadah. “Lha kan bagus mereka bermain di masjid. Daripada bermain di pinggir jalan malah bahaya, bisa ketabrak kendaraan…
“Lagian, yang namanya anak kecil ya wajar bermain. Kalian itu kok gemarnya nyalahin orang lain apalagi anak-anak. Kamu gak khusyuk itu ya karena kualitasmu memang belum bisa salat khusyuk. Itu problem kalian. Lha kok yang disalahkan anak-anak. Kalau kalian memang punya kualitas salat khusyuk, mau anak-anak jungkir jempalik, ya tetap saja salat kalian khusyuk…”
Mak jleb betul, Gus Baha’ ini. Orang seperti saya ya tentu saja kualitas salat saya tak bisa khusyuk. Tapi saya tak pernah mau menyalahkan Kali dan kawan-kawan kecilnya. Dua malam lalu, saya salat diapit dua anak kecil. Kali dan satu anak yang mungkin usianya 5 tahun. Mereka berdua sepertinya belum kenal. Jadi saling menengok. Dimulai dari situ, lalu saling goda. Saling sembunyi di balik tubuh saya. Saya menahan tawa. Hampir saja saya mau ikut nggoda anak kecil itu, tapi kemudian ingat kalau saya lagi salat.
Anak-anak di masjid itu bergembira. Barusan tadi, saya telat. Makmum masbuk. Begitu saya parkir sepeda motor dan agak terburu-buru, Kali bukannya ikut terburu-buru, tapi malah main bola. Dia senang sekali di halaman masjid ada bola. “Pak, ada bola di sini, Pak.” Teriaknya sambil nendang-nendang bola itu.
Saya hanya geleng-geleng kepala sambil bilang kalau kami berdua sudah telat. Tapi ya anak kecil, mau gimana lagi?
Suatu saat Gus Baha’ bercerita. Ini mungkin cerita yang juga saya ulang beberapa kali. Sebagai orang alim, beliau juga sering diberi salam tempel dari orang kecil. Kadang isinya 10 ribu, kadang 20 ribu. Kalau sudah diberi seperti itu, langsung diberikan kepada istrinya. Tolong berikan beras, dan beras itu dimakan bersama anak-istrinya. Kenapa begitu, kalau istilah Gus Baha’ sebagai pengeling-eling, bahwa di dalam tubuhnya, dan anak-anaknya, ada darah dan daging yang tumbuh dan dialiri oleh rezeki orang kecil.
Hal lain yang menarik adalah kerap kali Gus Baha’ mengingatkan, jangan berlebihan memberi beban pada anak kecil. “Anak itu cerminan dari orangtuanya. Kalau kelakuanmu masih gak baik, sangat tidak adil memaksa anakmu untuk hapal Alqur’an.
“Ini penting saya utarakan. Kalau mau anakmu tumbuh alim, hal yang pertama dan utama kalian lakukan adalah memperbaiki dirimu dulu. Bukannya memberi beban yang berat pada anakmu. Wong tuwane isih kakehan maksiat kok pengen anake ngalim… Pemahaman seperti itu kacau sekali!”
Jleb sak jleb-jlebnya.
BACA JUGA Indonesia Lagi Lucu-lucunya… atau tulisan Puthut EA lainnya. Follow Facebook Puthut EA.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.