Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Isu Pernikahan yang Jadi Masalah Negara Jepang

Primasari N Dewi oleh Primasari N Dewi
15 Mei 2022
A A
Isu Pernikahan yang Jadi Masalah Negara Jepang Terminal Mojok

Isu Pernikahan yang Jadi Masalah Negara Jepang (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau di Indonesia isu pernikahan masih terbilang “aman” dan seputar pertanyaan saat Lebaran, di Jepang pernikahan menjadi masalah negara yang cukup krusial dan ramai diperbincangkan. Hal ini dikarenakan negara Jepang mengalami shoushika (menurunnya jumlah kelahiran anak) yang cukup menyita perhatian dunia.

Usia rata-rata menikah anak muda Jepang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, rata-rata usia pertama menikah anak muda Jepang adalah 29,7 tahun. Padahal setelah Perang Dunia II, angka tersebut hanya berkisar pada 24,7 tahun. Orang Jepang yang memilih tidak menikah juga mengalami peningkatan.

Benarkah isu pernikahan ini sangat erat kaitannya dengan piramida penduduk yang menjadi masalah krusial negara Jepang?

Isu pernikahan: Perubahan kriteria pasangan hidup dari zaman ke zaman

Menikah dan berumah tangga dengan pasangan hidup yang didamba tentu menjadi impian semua orang. Namun, dalam masyarakat homogen seperti Jepang, kriteria pasangan bisa menjadi seragam dan sama bagi setiap orang, lho. Ternyata kriteria pasangan ideal yang didamba anak muda Jepang mengalami perubahan dari zaman ke zaman.

Ilustrasi upacara pernikahan Shinto di Jepang (Marcociannarel/Shutterstock.com)

Pada zaman Taisho dan Showa, laki-laki ideal adalah kriteria san-kou. San-kou adalah kou-gakureki (tinggi pendidikannya), kou-shuunyuu (tinggi penghasilannya), dan kou-shinchou (tinggi badannya). Perempuan Jepang zaman dulu didoktrin untuk menjadi ryosai-kenbo, yakni istri yang baik dan ibu yang bijak.

Oleh karena itu, memiliki suami yang berpendidikan dan berpendapatan tinggi adalah cita-cita perempuan Jepang kala itu. Sebaliknya, perempuan yang didamba laki-laki Jepang kala itu adalah perempuan yang bisa menjadi istri yang baik dan bertugas mengurus keperluan anak dan suami, serta pekerjaan rumah tangga lainnya.

Namun, pada awal zaman Heisei, saat perempuan Jepang mulai mengenyam dunia pendidikan dan banyak yang mulai berkarier, kriteria itu pun berubah menjadi san-tei. San-tei adalah tei-shisei (menghargai perempuan), tei-risuku (pekerjaan minim risiko alias mapan), dan tei-izon (bisa bekerja sama).

Pada zaman ini, banyak sekali paham dari Barat yang masuk ke Jepang dan mulai memengaruhi pemikiran perempuan, terutama soal kesetaraan gender. Perempuan berhak mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan yang sama dan setara seperti laki-laki. Saat itu, laki-laki Jepang masih mendamba perempuan yang bisa menjadi istri yang baik dalam urusan rumah tangga maupun membesarkan anak. Tak sedikit perempuan yang akhirnya berhenti bekerja setelah menikah dan punya anak atau memang hanya bekerja paruh waktu.

Baca Juga:

Demi Pacar, Saya Rela Menyukai Minuman Matcha yang Selama Ini Dibenci karena Rasanya Mirip Rumput

Pengalamanku sebagai Warga Lokal Jepang Merasakan Langsung Sistem Siaga Bencana di Jepang: Jauh Lebih Siaga Menghadapi Bencana, Jauh ketimbang Indonesia

Perubahan kriteria terakhir terjadi pada tahun 2000-an, saat perempuan bisa berkarier gemilang dan berpenghasilan tinggi seperti laki-laki. Kriteria idaman perempuan Jepang adalah san-te, yakni te o toriau (saling mengerti dan bekerja sama), te o tsunagu (mencintai), dan te-tsudau (membantu pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak).

Perempuan Jepang sekarang mendamba laki-laki yang mau diajak bekerja sama mengurus pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak (Shutterstock.com)

Ketika perempuan Jepang sekarang ingin menikah, mereka mendamba laki-laki pengertian yang mau diajak bekerja sama mengurus pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak sekaligus. Namun, laki-laki Jepang sekarang terpecah menjadi dua kubu, yakni yang mendukung istrinya ikut bekerja demi berbagi beban kebutuhan ekonomi bersama atau yang seperti sebelumnya, yakni istri menjadi ibu rumah tangga dan bekerja paruh waktu saja.

Isu pernikahan: perjodohan

Akibat kriteria idaman ini, banyak orang tua zaman dulu yang memercayakan urusan calon menantu ke perantara perjodohan. Mereka menginginkan menantu laki-laki yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi, atau sebaliknya menantu perempuan yang baik dan penurut.

Akan tetapi, pengaruh dari Barat menyebabkan pernikahan perjodohan (miai kekkon) ini mulai ditinggalkan. Banyak anak muda Jepang kala itu yang akhirnya memilih menikah dengan pilihannya sendiri atas dasar cinta (ren’ai kekkon=pernikahan cinta). Setidaknya sampai sekarang, pernikahan cinta inilah yang masih diyakini baik oleh anak muda Jepang.

Lantaran kesibukan bekerja dan fokus meniti karier, kesempatan menemukan pasangan hidup yang tepat hampir sulit dilakukan oleh anak muda Jepang sekarang. Bayangkan saja, mereka bekerja dari pagi sampai larut malam dan kadang akhir pekan pun masih diajak pertemuan bisnis oleh atasan mereka.

Untuk mengakalinya, akhirnya mereka juga menggunakan aplikasi kencan. Berkenalan, bertemu, dan kalau merasa cocok, mereka akan lanjut ke jenjang yang lebih serius. Ada juga yang mendaftar biro jodoh. Biasanya biro jodoh akan mengadakan pertemuan atau tur perjodohan dengan syarat-syarat tertentu. Ada juga yang mengadakan pertemuan kecil-kecilan dengan teman-teman lawan jenisnya dan saling memperkenalkan diri.

Anak muda Jepang juga mencari jodoh melalui aplikasi kencan (Unsplash.com)

Ternyata perjodohan di Jepang kembali marak sekarang, ya. Yang perlu digarisbawahi, alasan utama anak muda Jepang masih berusaha untuk menikah adalah karena ingin bersama orang yang dicintainya (49,4%), punya anak (13, 7%), dan juga karena usia yang tak lagi muda (8,8%). Di Jepang, sangat biasa bagi pasangan laki-laki perempuan yang tinggal bersama sebelum pernikahan dan baru menikah kalau dirasa sudah perlu.

Jumlah kelahiran anak yang semakin menurun

Sebenarnya kalau bukan karena jumlah penduduk yang semakin menurun dan jumlah kematian lebih tinggi dibanding jumlah kelahiran tiap tahunnya, mungkin pemerintah Jepang tak perlu repot-repot “memaksa” anak mudanya menikah dan melahirkan anak. Bayangkan saja, pada tahun 2010 ada 1.071.000 kelahiran sedangkan jumlah kematiannya 1.197.000 di Jepang. Lalu, pada tahun 2020 hanya ada 902.000 kelahiran, sedangkan ada 1.414.000 jumlah kematian di Jepang.

Selain tunjangan anak per bulan yang tak sedikit ditambah subsidi kesehatan dan pendidikan, pemerintah Jepang juga memikirkan kebijakan lain untuk mengatasi masalah piramida penduduk ini. Mereka sangat mendukung perusahaan yang membiarkan pekerjanya pulang tepat waktu agar memiliki waktu untuk keluarga maupun pasangannya. Fasilitas daycare juga diperbanyak dan dipermudah prosedurnya untuk mengatasi masalah pengasuhan anak selama ayah ibunya bekerja.

Sayangnya, menikah ternyata bukan sesuatu yang penting lagi bagi anak muda Jepang sekarang. Alasan perempuan muda Jepang masih menunda pernikahannya karena belum menemukan pasangan yang cocok (51,3%), tidak ingin kehilangan kebebasan dan kesenangannya (31,1%), dan belum merasa perlu menikah (30,4%). Padahal alasan ini juga sama seperti yang dirasakan laki-laki muda Jepang, belum menemukan pasangan yang cocok (46,2%), belum merasa perlu menikah (31,2%), dan belum mampu secara ekonomi (30,3%).

Pernikahan memang menjadi kebebasan individu yang sebaiknya tidak perlu dicampuri dan diatur oleh negara. Akan tetapi, kalau dampaknya sampai memengaruhi stabilitas nasional, tentunya bukan hal yang bisa dibiarkan begitu saja. Bukankah kalau sudah begini, menikah dan melahirkan anak juga bisa menjadi salah satu aksi menyelamatkan negara?

Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Nyatanya, Keluarga Jepang seperti Chibi Maruko-chan Sudah Hampir Nggak Ada.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 14 Mei 2022 oleh

Tags: isu pernikahanjepang
Primasari N Dewi

Primasari N Dewi

Guru bahasa Jepang tapi suka drakor.

ArtikelTerkait

Rahasia Mahasiswa Non-Beasiswa Bertahan Hidup di Jepang

Rahasia Mahasiswa Non-Beasiswa Bertahan Hidup di Jepang

13 Mei 2023
Pengalaman Pergi ke Tempat Terbengkalai di Jepang yang Bikin Bulu Kuduk Merinding terminal mojok

Pengalaman Pergi ke Tempat Terbengkalai di Jepang yang Bikin Merinding

23 Desember 2021
5 Alasan Banyak Pemain Asal Jepang Memilih Berkarier di Liga Indonesia

Jepang Cahaya Asia: Alasan Pemain Jepang Sukses Menembus Eropa

8 Januari 2023
Oversharing tentang Enaknya Kerja di Jepang Nggak Masalah, tapi Tolong Cerita Juga Bagian Nggak Enaknya

Oversharing tentang Enaknya Kerja di Jepang Nggak Masalah, tapi Tolong Cerita Juga Bagian Nggak Enaknya

9 Februari 2023
5 Alasan Pabrik Asal Jepang Selalu Jadi Primadona Jobseeker

5 Alasan Pabrik Asal Jepang Selalu Jadi Primadona Jobseeker

20 Maret 2022
Sensasi Menikmati Film di Bioskop Jepang, Beda Banget dengan Indonesia

Sensasi Menikmati Film di Bioskop Jepang, Beda Banget dengan Indonesia

17 April 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

Pengakuan Pengguna Tumbler Lion Star: Murah, Awet, dan Tidak Mengancam Masa Depan Karier Siapa pun

29 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.