Mendapatkan kesempatan untuk bisa kuliah di kampus yang berlokasi di area tempat tinggal kita merupakan sebuah privilese yang luar biasa. Bagaimana tidak? Mahasiswa yang rumahnya dekat kampus bisa menghemat banyak pengeluaran seperti transportasi dan uang makan karena lokasi rumah yang dekat. Selain itu, nggak perlu kesulitan apabila ada urusan mendesak dan mengharuskan kita untuk pulang ke rumah secepat mungkin.
Coba bandingkan dengan mahasiswa perantauan yang harus jauh dari orang tua dan hidup mandiri di tempat yang asing bagi mereka. Selain itu, para mahasiswa ini juga harus memiliki manajemen keuangan yang baik agar bisa tetap hidup, terlebih untuk yang masih mengandalkan uang dari orang tua. Meskipun hal tersebut sebenarnya juga menjadi keuntungan bagi mereka sih lantaran bisa belajar hidup mandiri sejak dini.
Namun, bagaimana jika terdapat tipe mahasiswa yang berada di antara kedua tipe tersebut? Kalau mau dibilang mahasiswa akamsi, mereka memiliki rumah yang cukup jauh. Tapi, kalau dibilang mahasiswa perantauan pun rumahnya nggak jauh-jauh amat. Ya benar, mahasiswa yang masuk ke tipe ini ialah mahasiswa nglaju. Mahasiswa yang masuk ke dalam kategori ini biasanya perlu menembus beberapa kabupaten terlebih dahulu untuk bisa sampai ke kampus.
Sebagai salah satu anggota dari mahasiswa nglaju, saya bakal memberikan testimoni dan membagikannya kepada kalian. Berikut ini beberapa hal nggak enaknya jadi mahasiswa nglaju.
#1 Menghabiskan banyak waktu di perjalanan
Dengan jarak rumah yang cukup jauh, mahasiswa nglaju sudah sangat kenyang dengan keadaan jalanan yang harus dilewati setiap hari. Kondisi macet, berdebu, hingga panas terik dan hujan badai rela diterjang hanya untuk bisa datang ke kampus tepat waktu. Kami memang harus mempersiapkan waktu yang lebih panjang dibandingkan mereka yang memiliki rumah atau kos di sekitaran kampus.
Apabila mahasiswa akamsi dan mahasiswa perantauan yang ngekos hanya perlu waktu paling lama 10 menit untuk datang ke kampus, mahasiswa nglaju harus memperkirakan waktu yang sesuai agar nggak terlambat. Jika sedang apes terjebak macet, perlu waktu lebih lama untuk sampai ke kampus. Kondisi tersebut otomatis juga membuat kami harus bangun dan bersiap-siap lebih awal dibandingkan mereka yang dekat dengan kampus. Untuk itu, kami juga perlu mengasah skill penerawangan kondisi jalan berdasarkan waktu keberangkatan.
#2 Boros bensin
Kebanyakan mahasiswa saat ini sedang menyukai tren self reward seperti membeli makanan mahal atau melakukan liburan yang tentunya menghabiskan biaya yang nggak sedikit. Namun, tren semacam itu sepertinya nggak berlaku untuk kami lantaran uang yang digunakan untuk self reward tadi akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk membeli bensin yang cukup boros.
Alokasi dana yang dimiliki oleh mahasiswa lain mungkin bisa digunakan untuk jajan atau nongkrong di berbagai tempat. Namun bagi kami, alokasi dana semacam itu perlu dipikirkan sematang mungkin. Apabila perhitungan yang dilakukan kurang tepat, siap-siap saja mendorong motor yang mogok karena kehabisan bensin.
#3 Perlu mikir-mikir kalau mau berkegiatan di kampus
Dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan dalam sekali PP ke kampus, kami perlu mikir-mikir terlebih dahulu apabila ingin berkegiatan di kampus. Jika kegiatan yang dikerjakan cukup penting dan menghabiskan waktu yang lama, kami mungkin bisa mengikutinya. Meskipun perlu menyusuri jalanan dan uang jajan makin berkurang, kami nggak akan merasa menyesal.
Akan tetapi, jika kegiatan yang ada nggak menghabiskan banyak waktu, kami perlu berpikir terlebih dahulu, apakah effort yang dikeluarkan untuk pergi ke kampus sebanding dengan waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan. Yakali sudah mengorbankan banyak hal untuk pergi ke kampus, tetapi kegiatan yang terlaksana hanya berlangsung selama setengah jam dan nggak terlalu penting. Mungkin mahasiswa yang berada di dekat kampus akan tetap santai, tapi kami yang nglaju rugi lah.
#4 Datang paling akhir, pulang paling awal
Seorang mahasiswa memang identik dengan bersosialisasi dan nongkrong. Ditambah lagi kegiatan tersebut jadi lebih seru karena dilakukan bersama teman terdekat. Waktu yang dihabiskan selama berjam-jam jadi nggak terasa karena semua kegiatan yang berlangsung bersifat menyenangkan.
Namun lagi-lagi mahasiswa nglaju harus rela menelan pil pahit untuk hal semacam ini. Dikarenakan posisi rumah yang cukup jauh dari lokasi tongkrongan anak kampus, tak jarang kami jadi orang terakhir yang datang saat semuanya sedang berkumpul. Tak hanya itu, kami pun harus jadi orang yang biasanya pulang paling awal karena nggak ingin berurusan dengan berbahayanya jalanan malam. Maksud hati ingin bersosialisasi dan bersenda gurau dengan kawan, eh malah berakhir tak mengenakkan.
Itulah 4 hal nggak enaknya jadi mahasiswa nglaju. Mungkin awalnya akan sulit menjalani hal-hal semacam itu, namun lama-kelamaan kami jadi terbiasa dan bahkan menikmatinya. Seperti kata pepatah, witing tresna jalaran saka kulina.
Sumber Gambar: Unsplash