Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Saatnya Menulis Sejarah Korupsi di Daerah

Dedi Arman oleh Dedi Arman
27 September 2019
A A
sejarah korupsi

sejarah korupsi

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai peneliti sejarah dan memiliki latar belakang pendidikan ilmu sejarah, membaca buku Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi karya Peter Carey cs, hati ini tergelitik. Saat menempuh pendidikan S1 1998-2002, isu korupsi tak pernah dibahas dalam bangku perkuliahan. Sejarah tematik lebih banyak berkutat tentang sejarah perkotaan, gerakan sosial, maritim, pedesaan, militer, sosial ekonomi, termasuk sejarah pers. Buku  ini membukakan mata, sejarah korupsi dalam perjalanan bangsa sejak era kolonial Belanda sampai era reformasi sudah mendarah daging.

Isu korupsi makin seksi untuk dibicarakan. Kondisi kekinian, DPR dan Presiden Jokowi kompak merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meski mendapat penolakan dimana-mana. Mahasiswa di Jakarta dan daerah-daerah turun ke jalan menolak  revisi UU KPK. Sejumlah perguruan tinggi juga menyampaikan penolakan atas kesepakatan pemerintah merevisi itu. Revisi UU KPK bagi banyak orang dianggap pertanda bangsa ini memasuki masa kegelapan dalam pemberantasan korupsi.

Kejadian terbaru lainnya adalah Menteri Pemuda Olahraga Imam Nachrowi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara suap kasus korupsi dana Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Sang menteri pun mengajukan pengunduran diri dari jabatannya. Banyak yang mencerca, banyak juga yang membela menteri berusia muda itu. Hal yang pasti, kasus Imam Nachrowi ini beritanya tak menggegerkan. Publik seperti terbiasa dengan pemberitaan adanya menteri, gubernur, bupati, walikota atau anggota DPR ditangkap dalam kasus korupsi.

Buku Menggugah

Menarik membaca prakata penulis buku ini, Peter Carey yang berbau harapan. Di zaman yang marak intoleransi dan kegelapan ini, adalah tugas kita semua untuk ikut memperjuangkan supaya Indonesia bisa tetap eksis sebagai negara kesatuan. Dan langkah awal untuk perjuangkan yang sengit ini adalah dengan mempelajari sejarah korupsi dengan cermat. (hal.xviii). Buku ini dengan bagus mengungkap sebuah peristiwa dalam gambar, yaitu saat Pangeran Diponegoro yang menampar Patih Yogya, Danurejo IV yang korup. Peristiwa itu membuat heboh dan dilihat banyak orang. Perang Jawa dimasa Pangeran Diponegoro, masalah korupsi menjadi salahsatu pemicu utama. Namun, hal ini tidak ada diajarkan dalam pelajaran sejarah di Indonesia. Bagi penulis buku, fakta ini menjadi gambaran bahwa isu korupsi menjadi salah satu isu abadi yang sudah lama menghantui tanah air.

Buku ini ditulis untuk memberi semangat dalam perjuangan memberantas korupsi dengan mengedepankan sebuah contoh yang diambil dari sejarah modern sebagai repleksi bagi pemimpin Indonesia masa kini. Menurut Peter Carey, dalam hal pemberantasan korupsi obat paling manjurnya adalah ketakutan atas keadaan yang begitu mendesak. Kondisi yang sama pernah dialami negara asal Peter Carey, yaitu Inggris pada abad 18 dan awal abad 19. (hal.xxiii).  Semua elemen bangsa harus sadar dan ingat, persoalan korupsi dampaknya menyangkut kesejahteraan rakyat.

Tulisan Pujo Semedi dalam epilog buku sangat bagus sekali. Ia menulis buku Peter ‘Diponegoro’ Carey sangat penting untuk menggugah kesadaran kita akan sejarah panjang korupsi. Peter Carey menyadarkan bahwa konstruksi sosial buruk ini ternyata menyangkiti masyarakat kita sejak kolonial, bahkan hingga era sebelumnya. Buku ini membuka jalan untuk mengenali akar-akar sejarah politik ekonomi dan sosial ekonomi koprupsi. Harapannya, ibaratnya benalu, kalau kita kenal akarnya,  maka kita tahu cara membasminya. (hal.233).

Pentingnya buku ini juga diungkap Rimawan Pradiptyo sebagai pengantar ahli. Buku ini memperlihatkan korupsi dan kebijakan anti korupsi di Inggris, Perancis serta di Indonesia sejak abad 18. Analisis korupsi dari perspektif sejarah dalam buku ini juga memberikan pelajaran kepada kita tentang kompleksnya pergulatan melawan korupsi di negara maju. Menarik juga mencermati praktik-praktik korupsi di Hindia Belanda pada zaman VOC dan di Inggris pada abad 18 dan kondisinya tidak jauh berbeda dengan praktek korupsi di Indonesia kontemporer. (hal.xIvii). Rimawan menilai korupsi menjadi masalah Indonesia yang sangat serius. Namun, belum terlihat adanya sense of crisis atau sense of urgency dari berbagai elemen bangsa untuk menanggulangi korupsi struktural di Indonesia. Berbagai fakta sejarah yang diungkap dalam buku ini memberikan peringatan bahwa penanggulangan korupsi seringkali dipicu oleh faktor keterpaksaan.

Baca Juga:

3 Hal Indah tentang Jogja yang Ternyata Hanyalah Mitos

Penjara Kalisosok Surabaya Lebih Terkenal karena Angker ketimbang Jadi Tempat Paling Bersejarah di Kota Pahlawan

Sri Margana menulis perilaku korupsi telah masuk dalam struktur kesadaran masyarakat sebagai proses yang wajar dan tidak terbantahkan dalam relasi sosial, politik dan ekonomi. Melabelkan korupsi telah menjadi menjadi budaya adalah sebuah cultural determinism yang mungkin juga dapat melemahkan semangat dalam mengatasi masalah korupsi. Korupsi secara kultural telah menjadi bagian dari struktur kesadaran dan budaya masyarakat Indonesia. Banyak orang berkeyakinan korupsi yang ada di Indonesia saat ini adalah warisan sejarah. (hal.106). Ia menilai determinisme kultural dan pengaruh etnis tertentu (Jawa) sebagai penyokong utama korupsi tidak memiliki dasar historis. Sifat sifat patrimonialisme birokrasi menjadi penyebab utama.

Revisi Buku

Bab I sampai III buku ini mengungkap praktek korupsi di Jawa, pengalaman sejarah Inggris dan akar korupsi di Indonesia. Bab IV tentang Pencarian Indonesia atas Budaya Demokrasi (Pluralisme, Toleransi dan Kekuasaan Hukum 1998-2017) ditulis Suhardiyoto Haryadi. Tulisan Suhardiyoto bergaya jurnalistik, mengungkap dari satu fakta ke fakta lain seperti reportase. Dalam tulisannya, penulis melihat Presiden Jokowi yang terpilih tahun 2014 sebagai tokoh yang terdepan dalam pemberantasan korupsi. Era pemerintahannya diharapkan lebih bagus daripada masa pemerintahan presiden sebelumnya, SBY.

Dalam perjalanan sejarahnya usai menjabat lima tahun, pemerintahan Jokowi tidak jauh lebih bagus dalam hal pemberantasan korupsi. Menterinya tersangkut kasus korupsi. Sejumlah direksi dari sejumlah BUMN masuk penjara tersangkut kasus korupsi. Para anggota DPR, gubernur, bupati dan walikota juga ramai berurusan dengan KPK. Dalam hal kasus korupsi, tidak ada istilah partai koalisi, partai oposisi. Hampir setiap pekan, ada saja berita para politisi dan para aparatur sipil negara (ASN) yang tersandung kasus koprupsi.

Harapan besar pada Presiden Jokowi menjadi tokoh utama dalam memberantas korupsi menjadi mulai hampa. Jokowi menyetujui revisi UU KPK yang membuat heboh tanah air. Jokowi juga setuju dengan pemilihan lima komisioner KPK yang pimpinannya dari jenderal polisi aktif. Jokowi menjadi satu kubu dengan DPR berhadapan dengan publik yang sebagian besar mendukung KPK. Publik terlanjur cinta dengan lembaga anti rasuah ini. Apalagi elemen masyarakat secara luas, khususnya mahasiswa menjadi pendukung utama.

Andaikan buku ini direvisi, Bab IV yang direvisi dan menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Jokowi yang tidak lagi menjadi idola dalam pemberantasan korupsi.

Tulis Sejarah Korupsi

Para mahasiswa sejarah, sejarawan, penggiat anti korupsi saatnya menulis sejarah korupsi. Buku ini jadi pemantik. Kalau Peter Carey, Sri Margana menulis sejarah korupsi di Pulau Jawa, kita bisa menulis sejarah korupsi di daerah masing-masing. Bukankah nyaris tidak ada daerah di Indonesia yang kepala daerah, anggota dewannya bersih dari kasus korupsi. Sebagai contoh, tempat penulis berdomisi di Kepulauan Riau. Dua Gubernur Kepri masuk penjara dalam kasus korupsi. Provinsi tetangga, Riau lebih dahsyat lagi. Riau menciptakan hattrick. Tiga gubernur Riau dari Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Anas Maamun berturut-turut masuk penjara kasus korupsi. Provinsi lainnya juga tak kalah parah.

Pentingnya menulis sejarah korupsi sangat penting karena ada kecendrungan makin lama praktik korupsi sudah dianggap tidak memalukan lagi. Para pejabat yang tersangkut korupsi masih bisa tersenyum saat diborgol digiring ke mobil tahanan di hadapan para jurnalis. Lebih ironis lagi, mereka yang pernah tersangkut kasus korupsi, malah kembali dipilih dalam pilkada. Contoh nyata di Kabupaten Natuna. Bupati yang menjabat sekarang Hamid Rizal sebelumnya pernah masuk penjara dalam kasus korupsi kemudian maju dan terpilih lagi. Pasangannya, Wakil Bupati Ngesti Yuni Suprapti adalah istri mantan Bupati Natuna, Daeng Rusnadi yang juga terkena kasus korupsi. Aneh bukan pasangan yang beroma kasus korupsi dipilih masyarakat.

Jelang pilkada 2020, sejumlah calon gubernur Kepri yang statusnya mantan napi kasus korupsi sudah siap-siap akan deklarasi. Siapa yang salah, aturankah yang tidak melarang atau pun karakter masyarakat kita yang pemaaf dan toleran terhadap praktik korupsi. Di sinilah peran para sejarawan, penggiat anti korupsi atau siapa saja untuk menyuarakan sikap anti korupsi melalui tulisan. Tulislah sejarah korupsi di daerah masing-masing. Bisa sejak era kolonial atau pun era kontemporer. Ini akan menjadi pengingat dan jadi jejak rekam daerah masing-masing dalam kasus korupsi. **

 

Catatan:

Tulisan ini merupakan pemenang lomba resensi buku Komunitas Bambu, “Korupsi Dalam Silang Sejarah: Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi, Komunitas Bambu (*)

 

BACA JUGA Anak Lelaki Perwira Polisi atau tulisan Dedi Arman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 Februari 2022 oleh

Tags: daerahintoleransiKritik SosialpenjajahanPenjarasejarah korupsisosial masyarakat
Dedi Arman

Dedi Arman

Peneliti Sejarah Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepri.

ArtikelTerkait

4 Tipe Pembeli di Warung Sembako yang Nano-nano terminal mojok.co

Indomaret dan Alfamart Sama Saja: Apalagi Dalam “Melibas” Warung di Sekitarnya

6 Juli 2019
kecanduan game

Orang-Orang yang “Mati” Karena Kecanduan Game

25 Juni 2019
gorengan

Kelakuan Para Pembeli Gorengan: Lain yang Dipegang, Lain Pula yang Dibeli

29 Agustus 2019
Antek Pengguna Toilet yang Menjengkelkan dan Perlu Dibina toilet umum etika buang air terminal mojok.co

Kisah Resah di Toilet Sekolah

14 Agustus 2019
sandal

Akhirnya Saya Menemukan Sandal yang Aman dari Tertukar ataupun Hilang

25 Juni 2019
uang

Uang Tidak Bisa Membeli Segalanya, Ini Buktinya!

8 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.