Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Hidup di Jepang dan Korea Selatan Itu Monoton dan Nggak Bikin Namaste

Primasari N Dewi oleh Primasari N Dewi
19 September 2021
A A
Share on FacebookShare on Twitter

Kalau ada yang bilang hidup di Jepang dan Korea Selatan itu sangat disiplin, memang iya. Saya setuju. Saya mengalaminya sendiri. Namun, di balik kedisiplinan dan kerapihan hidup di sana, ada beberapa hal yang nyatanya memang bikin orang rentan stres. Makanya, tak heran kalau angka bunuh diri di kedua negara tersebut terhitung tinggi untuk negara-negara Asia.

Persaingan yang ketat dan tuntutan kesempurnaan di segala aspek kehidupan mungkin menjadi pemicu utamanya. Sebenarnya, di Indonesia sendiri, bagi para “shakaijin” (orang dewasa yang sudah bekerja), terlebih yang tinggal di kota besar yang ritme hidupnya cepat dan begitu-begitu aja, itu sudah cukup membuat stres. Lantas, apa bedanya?

#1 Hidup terlalu diatur

Kalau hidup di Jepang, ya memang harus menyesuaikan aturan agar ketertiban dan keharmonisan sosial tercapai. Hal ini dilandasi karena perasaan malu dan tidak enak hati kalau sampai mengganggu orang lain. Pekewuh sama orang lain.

Pelanggaran aturan, seperti berkumpul pada malam hari sehingga membuat gaduh tetangga, membuang sampah sembarangan, membuang ludah di tempat umum, jelas-jelas akan mengganggu orang lain sehingga tidak boleh dilakukan. Tetapi, tidak memeras jemuran terlebih dahulu sehingga air menetes dan mengganggu pejalan kaki di bawahnya, terlambat datang pas janjian/rapat (yang kalau di Indonesia itu adalah hal yang sangat-biasa-sekali), atau membunyikan klakson karena akan menyalip kendaraan di depan yang jalannya pelan, sudah cukup membuat kita sebagai orang asing dicap tidak-bisa-diatur dan tidak-layak-hidup di Jepang.

Sebagai manusia pun, kalau tidak bisa mematuhi aturan (baik yang tertulis maupun tak tertulis), berarti tidak bermartabat.

Ya, di Jepang memang harus sebegitunya. Sebelum pergi ke Jepang untuk belajar atau bekerja, sebisa mungkin kita harus mengenali budaya dan watak orang Jepang. Hal ini dilakukan agar kita bisa hidup berdampingan baik dengan mereka.

Selain aturan, tipikal masyarakat Jepang adalah homogen. Beda sedikit sudah membuat mereka tidak nyaman sendiri dan takut dianggap “aneh” atau “ndeso”. Kalau ditanya, “Kenapa begini? Kenapa begitu?” Jawabannya, “Ya memang sudah seperti itu dari dulu.”

Mereka menjadikan kebiasaan dari dulu sebagai alasan mereka bertindak. Tentu itu bukan hal yang salah. Namun, melihat mereka tidak berani berbeda dari orang pada umumnya sungguh membuat gregetan. Terkadang, mereka menyimpan wajah aslinya lalu memakai topeng saat berhadapan dengan orang lain. Pokoknya, sebisa mungkin harus terlihat biasa saja dan sama seperti yang lain.

Baca Juga:

Menonton Drama Korea Reply 1988 yang Legendaris setelah 10 Tahun Rilis

3 Drama Korea Terbaru yang Sebaiknya Jangan Ditonton demi Kesehatan Mental  

Soal fesyen, misalnya. Saya hampir tak pernah menemukan orang Jepang berpakaian dengan warna cetar nan mencolok. Semua warna memang ada, hanya saja dengan tone yang lebih kalem.

Makanya, melihat Hitomi, pasangan konten si Jerome yang berpakaian hijau mencolok bahkan dikatakan seperti sayur, adalah hal yang sangat langka. Memang ada yang berani berpenampilan seperti itu, tetapi tidak banyak. Hitungan jari, lah. Merek terkenal seperti Uniqlo, GU, Zara juga jarang mengeluarkan seri warna mencolok. Pada musim panas saja, koleksi baju didominasi warna putih, lho.

Buat warna lipstik, tak banyak yang memakai warna “menyala”. Mereka suka ber-make-up tipis dan soft sehingga terlihat natural. Dandan, sih, tapi tergantung situasinya juga. Yakin, deh, lipstik warna merah menyala sangat tidak laku di Jepang.

Lama-lama memang membosankan melihat warna-warna yang begitu doang. Seakan hidup tidak berwarna-warni dan cenderung monoton.

Waktu di Seoul, Korea Selatan, saya juga melihat orang Korsel memakai baju yang mirip. Kalau sedang tren jaket musim dingin yang panjang sampai lutut, akan mudah menemukan anak muda yang berpakaian seperti itu. Bedanya, di Korea Selatan warnanya tidak monoton. Meski kebanyakan yang berani pakai warna gonjreng juga orang tua, sih.

#2 Ritme hidup yang monoton

Sebenarnya, ritme hidup sebagai pekerja di mana-mana sama saja, ya. Bangun pagi, siap-siap, kerja, pulang, istirahat atau apa kek gitu, tidur, terus bangun lagi, dan diulang. Hanya saja, memang ada yang berbeda antara kerja di Jepang dan di Indonesia.

Di Indonesia, sebisa mungkin kerja itu datang tepat waktu, pulang tepat waktu juga. Kalau di Jepang, datang harus sebelum atasan datang, pulang juga setelah atasan pulang. Pamali kalau pulang sebelum atasan, meski pekerjaan kita sudah beres sekalipun. Makanya, cuma mitos bisa pulang sebelum atasan pulang. Lantaran kekakuan di tempat kerja ini, pemerintah sampai mengeluarkan instruksi agar ada hari di mana mereka harus pulang tepat waktu sehingga bisa menghabiskan waktu bersama keluarga.

Rutinitas sebelum berangkat kerja ya bangun tidur, gosok gigi plus cuci muka, masak dan sarapan, siap-siap kerja. Setelah pulang kerja, ya makan malam, mandi berendam, mencuci baju dan menjemur (atau di pagi hari), siap-siap tidur.

Biasanya, kalau ada acara minum dari kantor, jam 9 atau 10 baru pulang. Bisa saja pulang dalam keadaan mabuk, seperti Blbapaknya Nobita atau bapaknya Kenichi Ninja Hattori lakukan. Perempuan? Ya sama saja, mau tidak mau harus ikut acara bersama kantor beginian.

Dunia kuliah juga sama. Biasanya di awal semester atau tahun baru, ada acara bersama antara dosen pembimbing dan para mahasiswa bimbingannya. Kalau teman dari negara lain, mah, bebas ya minum bir. Saya minum jus jeruk saja.

Kalau di Korea Selatan, minum soju setelah bekerja juga hal yang biasa. Terlebih kalau ada masalah, minum soju menjadi obat manjur penghilang masalah. Katanya, lho, ya.

Hubungan feodal antara senior junior, atasan bawahan, sangat kental di perkantoran maupun perkuliahan Jepang. Jadi, sebagai anak baru atau junior, ya harus tahu diri saja.

#3 Tidak menenangkan

Banyak diaspora yang sudah kembali ke tanah air bilang kalau hidup kuliah dan bekerja di Jepang itu memang enak dan menyenangkan. Soalnya, gajinya cukup besar dan lingkungannya aman minim kriminalitas. Hanya saja, ada sesuatu yang kurang: ketenangan batin. Bukan masalah karena tidak mendengar suara azan atau tidak sempat ikut misa gereja, kok. Toh, di Jepang juga banyak gereja dan mulai dibangun masjid di mana-mana.

Mungkin, itu karena orang-orangnya terlalu sibuk dengan aktivitas sehari-hari yang monoton. Jadi, mereka nggak punya banyak waktu untuk me time. Waktu untuk sekadar mengobrol dengan diri sendiri atau menyenangkan diri sendiri.

Bermain gadget di kereta saat pulang pergi kerja mungkin memang bisa menjadi solusi untuk mengurangi stres. Namun, tetap saja memandangi layar gadget setelah seharian menatap layar komputer, bisa jadi justru menambah masalah baru, bukan?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 28 September 2021 oleh

Tags: Gaya HidupjepangKorea SelatanMonotonNamaste
Primasari N Dewi

Primasari N Dewi

Guru bahasa Jepang tapi suka drakor.

ArtikelTerkait

Memotret Tanpa Izin Itu Norak!

Memotret Tanpa Izin Itu Norak!

6 November 2022
han bin ikon dan budaya malu

Han Bin Hengkang dari iKON: Belajar Budaya Malu dari Korea Selatan

14 Juni 2019
j.league mojok

Arti di Balik Nama-nama Unik Tim Sepak Bola J.League

6 Agustus 2020
Sisi Gelap Kerja di Korea Selatan: Gaji Besar tapi Hak-hak Lain Tergadaikan  

Sisi Gelap Kerja di Korea Selatan: Gaji Besar tapi Hak-hak Lain Tergadaikan  

10 Februari 2025
Naik Gunung untuk Mengobati Patah Hati Itu Niat yang Konyol terminal mojok.co

Menggugat Alasan Mendaki Gunung Para Pemula: Sebuah Percakapan Nyinyir

8 Juni 2019
filmmaker korea

3 Filmmaker Kenamaan Korea selain Bong Joon Ho yang Harus Kalian Tahu

20 Juni 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.