Jagat internet beberapa waktu yang lalu dijamuri oleh sebuah pertanyaan “yang dulu ranking 1, sekarang ke mana?” atau pertanyaan lain “yang menang cerdas cermat dulu jadi apa sekarang?”. Pertanyaan sejenis ini ramai khususnya di sosial media TikTok dan Twitter. Tentu saja maksud dari pertanyaan ini bukanlah bersifat positif, bukan untuk bertegur sapa, bukan juga sebagai bentuk silaturahmi. Pertanyaan ini adalah sindiran, untuk mematahkan mitos bahwa yang juara zaman sekolah belum tentu berhasil di dunia nyata.
Jujur saja, sejak pertama kali saya membaca komentar ini saya ke-trigger. Saya sebagai siswa yang dulu ranking 1 merasa terpojokkan. Sejak kapan meraih prestasi akademik menjadi hal yang negatif? Saya gatal ingin menjawab. Bukan menjawab dengan penjelasan panjang lebar tentang raihan yang telah didapat. Apabila saya menjawab dengan membual kesuksesan yang bersifat materiil, lalu apa bedanya saya dengan para penanya itu? Saya tidak sefrustrasi itu untuk berjumawa. Saya ingin menjawab dari perspektif yang berbeda. Berikut jawabannya:
Sebagai “si ranking 1” saya tidak memiliki tanggungjawab untuk mengatasi masalah Anda
Bagi saya, pertanyaan-pertanyaan tersebut timbul dikarenakan dendam tak terbalaskan di masa lalu oleh mereka yang belum mempunyai kesempatan menempati rangking 1 atau prestasi akademik lainya. Komentar tersebut menunjukkan rasa tidak enak yang tidak tuntas di masa lalu. Di sisi lain, keberhasilan atau kegagalan saya tidak bisa membuktikan keberhasilan atau kegagalan Anda di masa lalu maupun saat ini. Keberhasilan dan kegagalan saya tidak berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan Anda.
Saya tidak memiliki tanggungjawab untuk membuktikan bahwa Anda yang tidak ranking 1 bisa lebih sukses di masa kini. Saya juga tidak memiliki kewajiban untuk membandingkan kondisi diri saya sekarang dengan kondisi Anda, baik berhasil maupun gagal. Apa yang Anda dapatkan saat ini adalah buah dari proses Anda sendiri. Apabila ternyata dengan tidak ranking 1 di masa lalu menjadi motivasi Anda untuk meraih kesuksesan, maka saya ikut senang dan bersyukur.
Beda definisi kesuksesan
Saya sedang tidak defensif. Menjelaskan bahwa ukuran keberhasilan seseorang itu berbeda bukan alasan yang dibuat-buat untuk menutupi kegagalan saya. Definisi kesuksesan tiap orang berbeda. Kesuksesan yang saya bayangkan bukanlah bergelimang harta, menjadi pejabat, hidup kaya raya atau raihan yang bersifat materiil lainya. Apa arti kesuksesan saja bahkan sampai saat ini saya tidak bisa mengerti.
Saya menganggap kesuksesan adalah sesuatu yang cair. Definisinya bisa berubah di setiap waktu. Kemarin saya menganggap bahwa sukses itu menjadi PNS, namun hari ini ternyata sukses bagi saya adalah menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain. Begitu pun dengan Anda sekalian. Saya yakin bentuk keberhasilan Anda akan jauh berbeda dengan definisi yang saya miliki. Bisa juga sama definisinya. Jadi apabila ukuranya saja berbeda, akan rancu apabila kita mau membandingkannya bukan?
Kecerdasan itu banyak jenisnya
Mungkin saja orang-orang yang berkomentar tentang “si ranking 1” ini adalah orang-orang yang masih dendam karena di masa lalu mendapatkan perlakuan tidak adil baik secara langsung maupun tidak langsung oleh “si ranking 1”. Mungkin juga karena oknum “si ranking 1” ini melakukan tindakan yang menyakiti si penanya? Bisa saja.
Mewakili siswa ranking 1 tersebut, saya memohon maaf. Izinkan saya sebagai wakil mereka menjelaskan:
Kami tidak menganggap kalian yang tidak ranking merupakan orang-orang bodoh yang akan gagal dalam hidupnya, setidaknya itu yang saya rasakan.
Berdasarkan hasil penelitian dari Howard Gardner dan Elisabeth Hobbs, ada 9 macam kecerdasan yakni kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan gerak-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.
Nah dari berbagai macam kecerdasan tersebut, silahkan dianalisis kecerdasan mana yang kalian miliki. Ranking 1 hanyalah sebuah bentuk dari salah satu jenis kecerdasan. Teman-teman yang tidak ranking bisa saja memiliki kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal, atau kecerdasan lainya. Yakinlah bahwa kalian-kalian ini adalah orang-orang yang cerdas. Namun, apabila kalian merasa tidak mendapatkan cukup apresiasi atas kecerdasan Anda miliki maka maklumlah, sistem pendidikan kita masih belum menganggap serius prestasi non-akademik.
Nah itulah jawaban yang bisa saya sampaikan. Semoga dengan penjelasan di atas, pertanyaan-pertanyaan bernada ngece ini bisa berhenti. Kalau tidak bisa berhenti maka itu hanya akan menunjukkan keminderan Anda saja. Good luck.
BACA JUGA Begini Rasanya Jadi Murid yang Selalu Juara Kelas kayak Dekisugi