Hampir setiap awal bulan saya belanja di Luwes, mal terbesar di kota saya setelah Pasar Ponan. Alasan saya belanja di sini adalah harganya lebih murah dibanding Alfamart dan Indomaret. Selain itu, barang belanjaannya lebih lengkap. Tak heran kalau Luwes ini nggak pernah sepi pengunjung walau di masa pandemi.
Selama berbelanja, ada beragam orang yang saya temui. Beberapa di antaranya membuat saya aras-arasen kalau harus antre di belakang mereka. Mumpung ini masih tanggal muda, teman-teman bisa simak baik-baik. Barangkali kalian juga berniat belanja bulanan di Luwes atau supermarket lain di kota kalian. Dan semoga apa yang membuat saya aras-arasen ini relate dan berguna bagi kalian.
#1 Ibu-ibu kulakan
Tipe ini adalah yang paling saya hindari. Penampilannya memang nggak ada yang spesial. Di saat orang lain mengenakan pakaian terbaik mereka pas hangout di mal, ibu-ibu ini sungguh bersahaja. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, hampir nggak ada barang branded yang dikenakan. Sungguh biasa, normal, dan lumrah. Yang nggak biasa dari ibu-ibu ini adalah belanjaannya. Ra umum.
Saran saya, sekalipun kasir lain antrenya mengular, cuma kasir yang ditempati ibu ini saja yang sepi, jangan sekali-kali antre di belakangnya. Apa lagi kalau kalian terburu-buru dan belanja cuma sedikit. Ibu-ibu ini orangnya memang satu, tapi belanjannya banyak. Jelas saja, karena dia memang niatnya belanja untuk dijual lagi di tokonya. Tak heran kalau belanjaannya bertroli-troli. Mie Sedaap ayam bawang 5, Eko Mie 5, Mie Burung Dara 5, Sabun Ndangdut 3, dan lain-lain. Sungguh banyak dan variatif belanjaannya.
Saya pernah beberapa kali antre di belakang ibu-ibu jenis ini. Saya lihat, antrean yang sebaris dengan ibu ini sepi, cuma ada satu sampai dua orang. Sementara kasir lain antreannya bejibun. Maka secara nalar, memilih antre di belakang ibu ini adalah pilihan yang cerdas. Saya masih lugu waktu itu, masih belum memasukkan variabel jumlah belanjaan ke dalam hal yang harus dipertimbangkan saat mengantre.
Benar saja, saat kasir sebelah sudah melayani beberapa orang, kasir saya tetap berkutat dengan ibu-ibu bakulan. Si ibu bakulan juga masih konsentrasi mengamati kasir, sambil tangan kanannya memegang catatan belanja dan tangan kirinya mengempit dompet di ketiak. Sedangkan saya? Dari tadi mengoper keranjang belanjaan dari tangan kiri ke tangan kanan sampai pegel. Mau berganti ke kasir sebelah kok rasanya gengsi, akhirnya saya tunggu juga sampai wajah berubah kehijauan. Lumuten.
#2 ABG yang sedang yhang-yhangan
Berbeda dengan ibu-ibu kulakan, tipe kedua ini adalah tipe yang all out dalam berdandan. Dari bawah sampai atas, mereka mentereng. Wong namanya saja orang yhang-yhangan, tentu tampil secakep-cakepnya pas lagi ngedate. Iya to?
Barang belanjaan mereka juga nggak sebanyak ibu-ibu bakulan. Mereka kalau belanja paling cuma makanan ringan seperti ceriping dan minuman. Sudah. Lalu apa yang membuat saya aras-arasen? Percakapan dan gestur mereka tentu saja.
Saya, kan, berdiri di belakang mereka, jadi sewaktu mereka gandengan sambil ngobrol, sekalipun tersamarkan dengan backsound lagu di mal, masih kedengeran sama saya. Dan obrolan mereka ini sungguh membuat saya muak.
Mungkin saya iri, soalnya dulu pas yhang-yhangan nggak semesra mereka. Tapi, saya rasa nggak juga, ding. Menurut saya obrolan ABG yhang-yhangan zaman now itu benar-benar ramashok dan nggak alami. Dari penggunaan bahasa misalnya. Biasanya pas mereka ngobrol—pas sedang nggak yhang-yhangan tentu saja—yang dipakai bahasa Jawa medhok. Ini pas yhang-yhangan sok-sokan pakai bahasa Indonesia segala. Kan saya jadi pengin bilang “Ih, nggak suka gelayyy” ke hadapan mereka. Ramashok blas, kok.
#3 Keluarga Cemara
Terakhir, tipe pelanggan yang membuat saya aras-arasen belanja di supermarket adalah tipe keluarga cemara. Tipe keluarga ini adalah keluarga yang harmonis, penuh intrik, serta pembagian tugas yang jelas seperti keluarga di film Keluarga Cemara.
Begini skenarionya, keluarga yang minimal terdiri dari suami dan istri ini saling berbagi tugas. Setelah mengambi troli dan sedikit berbelanja, troli langsung diantrekan di kasir. Sebelum antrean mengular, suami sudah berada di posisi untuk mengantre. Sementara si istri, sambil menunggu giliran mereka membayar, masuk lagi ke dalam toko. Entah ada apa.
Saya yang berada di belakang keluarga ini awalnya santai saja. Jumlah belanjaan mereka sedikit. Tapi, begitu antreannya semakin maju, saya semakin khawatir, karena belanjaan mereka, kok, tiba-tiba semakin banyak. Setelah saya amati, barulah saya sadar, si ibu ini tadi masuk ke dalam bukan tanpa sebab. Dia belanja lagi. Sambil pura-pura menyapa suaminya, dia kemudian memasukkan barang-barang ke dalam keranjang belanja suaminya. Kemudian dia pergi lagi, keliling lagi, memasukkan barang belanjaan lagi. Begitu seterusnya. Pantas saja jumlah belanjaannya jadi banyak. Wooo, semongko…
BACA JUGA Andai ‘Uang Kaget’ Bisa Dibelanjakan Lewat e-Commerce dan tulisan Riyan Putra Setiyawan lainnya.