Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pengalaman Jadi Santri di Pesantren Salafi yang Anti Pengeras Suara

Wimpy Seoulino oleh Wimpy Seoulino
20 April 2021
A A
Share on FacebookShare on Twitter

Baca Juga:

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Persamaan Kontroversi Feodalisme Pondok Pesantren dan Liverpool yang Dibantu Wasit ketika Menjadi Juara Liga Inggris

Pesantren-pesantren salafi sepertinya bukan menjadi entitas baru di Indonesia. Di pelosok desa bahkan di pinggiran kota besar, mudah ditemui pesantren salafi yang memberikan ilmu agama beserta ilmu hidup bagi para santrinya. Dengan banyaknya pesantren secara jumlah ini tak menutup kemungkinan pula banyaknya dinamika yang ada di setiap pesantren, apalagi di tiap kelakuan aneh santri-santrinya.

Namun, sebelum beranjak ke paragraf selanjutnya, to be honest aja nih sebenarnya kalau tujuan kita benar-benar ingin mewakafkan diri mencari ilmu, pesantren itu tempat yang sangat cocok. Argumen ini sekaligus ingin membantah stigma orang-orang yang menganggap jika pesantren adalah tempatnya recycle buat anak nakal dan para kriminal.

Pesantren yang pernah menjadi tempat saya bermukim adalah salah satu pesantren salafi di daerah pelosok Jawa Barat. Saat saya pertama kali masuk pesantren ini, mungkin bisa dibilang semi gegar budaya menjalari tubuh saya.

Bagaimana tidak, saya yang tumbuh di keluarga dan lingkungan Islam moderat tiba-tiba masuk ke pesantren yang rata-rata santrinya tidak sekolah sama sekali, merokok sedari kecil, dan bisa dibilang ajaran kehidupannya sangat sederhana dan tertutup dari banyak hal duniawi.

Selain itu, banyak hal unik yang membuat saya pada awalnya merasa aneh bin heran. Namun, saat ini saya sadar kalau hal ini merupakan pengalaman hidup yang tidak terlupakan

Pertama, pesantren ini sama sekali tidak menggunakan pengeras suara dan teknologi elektronik lainnya. Kami diajarkan apabila hal itu adalah bid’ah ataupun inovasi yang salah dalam beribadah. Lebih lanjut lagi pada saat salat berjamaah ataupun salat Jumat, ustaz kami hanya mau salat di masjid yang tidak mengenakan pengeras suara. Jadi, jangan harap deh ada santri yang bisa megang gawai ataupun membawa televisi dan radio di kobongnya. Wah, bisa repot urusannya.

Kedua, santri di pesantren salafi ini sangat dididik untuk hidup sederhana atau bisa dibilang merih dalam bahasa Sunda. Kobong atau tempat tinggal para santri dibuat full menggunakan bambu dan ijuk, para santri juga tidak diperkenankan menggunakan bantal dan kasur, apalagi selimut.

Jadi, bisa terbayang lah gimana dinginnya dan tidur hanya beralas sajadah. Lalu, para santri hanya difasilitasi kompor tungku kayu bakar dan disarankan ternak ayam hingga bercocok tanam sayuran. Jadi, benar-benar hidup sederhana dan memakan apa yang telah kita kembang biakkan dan kita tanam.

Jujur saja, bagi saya ini adalah hidup yang sangat nyaman, tenang, dan menghargai tiap hal-hal kecil. Masih teringat waktu itu jika ada warga yang mengirim rendang atau semur daging sapi buat kami, serasa mendapatkan nikmat yang tidak terkira.

Ketiga, kalau ada pepatah “bersama kuli membangun negeri”, dalam kasus ini berubah menjadi “bersama santri membangun negeri”. Ya, jadi bangunan kobong dan fasilitas lainnya di pesantren ini dibangun oleh santrinya sendiri. Nanti kalau kobongnya udah penuh dan ada santri baru ingin masuk? Yowes mereka harus membangun kobongnya sendiri, dibantu senior-seniornya.

Keempat, berangkat pengajian ke pesantren yang ada santriwatinya, buat kami waktu itu seperti menemui oase di tengah Gurun Sahara. Jadi, pernah sekali waktu pesantren kami diundang mengikuti pengajian di pesantren lain yang di sampingnya ada pesantren khusus ukhtinya. Kami berangkat ke sana pada hari Jumat, selidik demi selidik ternyata pesantren ukhti sangat tertutup dan santriwati-santriwati hanya diperkenankan plesir keluar pesantren pada hari Sabtu.

Lantas, di hari Sabtu tersebut kami sudah standby ngopi santai di depan gerbang sedari pagi. Saat gerbang tersebut dibuka apa yang terjadi? Percakapan terhenti dan sepintas terngiang-ngiang di telinga lagunya almarhum Uje yaitu “Bidadari Surgaku”.

Akhirul kata, pengalaman tersebut terjadi 8 tahun lalu, tapi diri saya yang sekarang bersyukur pernah mengalami pengalaman tersebut. Sebetulnya, masih banyak hal unik lainnya yang belum saya ceritakan. Satu hal lagi, perihal perbedaan dalam nilai dan dalam memandang hukum agama, bukankah itu jadi dinamika dan bukanlah satu masalah? Toh, kita masih menyembah Tuhan yang sama, kan?

BACA JUGA Pondok Pesantren Salaf Rasa Milenial

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 19 April 2021 oleh

Tags: PesantrenPondoksalafi
Wimpy Seoulino

Wimpy Seoulino

Seorang mahasiswa Arkeologi. Sesekali membual, sering kali menulis puisi.

ArtikelTerkait

Jogja Makin Bebas, Mahasiswa Baru Muslim Lebih Baik Tinggal di Pondok daripada Ngekos Mojok.co

Jogja Makin Bebas, Mahasiswa Baru Muslim Lebih Baik Tinggal di Pondok daripada Ngekos

1 Juni 2025
Setiap Orang Punya Nama, Kenapa Masih Memanggil dengan Profesi? terminal mojok.co

Setiap Orang Punya Nama, Kenapa Masih Memanggil dengan Profesi?

17 November 2020
5 Hal yang Bisa Dibanggakan oleh Warga Pasuruan Terminal Mojok

5 Hal Soal Pasuruan yang Bisa Dibanggakan oleh Warganya

25 Oktober 2022
7 Cara Santri agar Tidak Kehilangan Sandal di Pesantren

7 Cara Santri agar Tidak Kehilangan Sandal di Pesantren

7 Juni 2022
5 Penyebab Santri Boyong Sebelum Waktunya

5 Penyebab Santri Boyong Sebelum Waktunya

6 Juni 2022
Tidak Turunnya UKT Adalah Misi Membuat Kampus Kaya, Mahasiswa Sengsara terminal mojok.co

Mengapa Ngaji Online Kiai Sepi, padahal Jumlah Santri Tidak Sedikit?

1 Mei 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.