Akhir-akhir ini beredar video pengakuan seorang ustaz hasil “konversi” agama melayang di beranda medsos saya. Awalnya, ketika melihat dari penampilan, tidak ada yang aneh.
Menjadi “menarik” ketika langsung mengakui kalau nama beliau aneh. Bukan nama yang biasa dipakai oleh orang Islam, apalagi untuk ustaz. Namanya “Insiyur Ignatius Yohanes” mendaku seorang anak tunggal Kardinal di Indonesia. Padahal, setahu saya, sebagai lulusan Perbandingan agama, seorang Kardinal tidak menikah.
Yang menjadi lucu lagi ketika beliau menjelaskan tentang latar belakang keluarganya. Bapaknya adalah Kardinal Prof. Dr. Ignatius Sastrawardaya M.Th., di mana di Indonesia hanya terdapat 3 Kardinal saja jika kita ketahui. Ibunya seorang penginjil bernama Ir. Maria Laura M.Th.
Bahkan beliau menambahkan bahwa setelah lulus Universitas Diponegoro, Semarang, mengikuti jejak orang tuanya sekolah di “Injil Vatican School”, Roma. Memang anak yang baik itu meneruskan perjuangan orang tuanya. Namun, itu tempatnya di Google Map ada nggak ya?
Mungkin bagi sebagian jemaah atau justru panitia acara yang tidak mengetahui hukum gereja akan setuju-setuju saja dengan perkenalan janggal ini. Mungkin juga jemaah merasa bangga bahwa di majelisnya didatangi oleh ustaz mualaf yang memiliki pengalaman studi banding agama yang lain.
Ketika datang di majelis, mereka mungkin memiliki ekspektasi bahwa dengan mendengarkan pengalaman si ustaz, menjadikan mereka tidak perlu lagi murtad dulu untuk lebih mengimani agama Islam.
Memang mengherankan kenapa ustaz-ustaz seperti ini masih saja laku di masyarakat. Mungkin memang masyarakat tidak tahu latar belakang si penceramah, atau memang masyarakat menikmati ceramah para ustaz-ustazah mualaf yang isinya pasti dapat ditebak, yaitu menjelek-jelekan agamanya terdahulu. Mulai dari Hj. Irene, Ust. Bangun Samudra, hingga Felix Siauw, contohnya.
Bukan masalah serius jika ceramah tersebut dianggap hiburan semata. Isi ceramahnya tidak menjadi gerakan anti-pluralitas yang mengakibatkan kebencian di antara umat beragama di negeri ini. Menjadi masalah besar ketika isi ceramah tersebut menjadi “trigger” memecah belah kehidupan bangsa ini.
Nah, biar kamu lebih aware, berikut tipe ustaz yang harus kalian hindari ceramahnya, karena pasti absurd isinya:
Ustaz yang mengaku mualaf
Jika hendak menghadiri suatu pengajian, perhatikan banner pengumumannya. Jika banner pengumumannya mencantumkan bahwa si penceramah seorang ustaz mualaf, mending nggak usah datang ke pengajian tersebut. Dapat ditebak, isi ceramahnya pasti menjelek-jelekan agama terdahulu.
Saya yakin, tidak akan ada hikmah dari isi ceramah tersebut. Satu-satunya yang kalian dapatkan yaitu kalian semakin membenci umat agama lain. Kalian akan merasa mendapatkan pembenaran “stigma” yang ada dari isi ceramah si ustaz mualaf tersebut.
Ustaz yang berkata-kata kotor
Beberapa waktu lalu lebih tepatnya menjelang Pilpres 2019, kita disunguhi tontonan yang tidak patut ditonton oleh anak-anak. Di mana antara ustaz, politisi, dan preman di pasar sangat sulit dibedakan kelakuannya. Mereka sama-sama melontarkan kata-kata kotor yang membuat telinga kita memerah karena risih dan sangat mengganggu.
Nama binatang hingga umpatan khas daerah digaungkan di depan ribuan jemaah. Lebih parahnya, majelis yang mereka sebut “pengajian” atau “doa bersama” didokumentasikan dan diunggah ke media sosial.
Yang seperti ini memang akan mengundang rasa penasaran untuk menonton atau minimal menghadiri pengajian si ustaz ini. Bukan karena ingin mendapatkan siraman rohani, tetapi emosi kita seolah-olah dibangkitkan oleh kata-kata kotor yang dilontarkan ustaz-ustaz tersebut.
Saran saya, jauhi pengajian yang konten ceramahnya seperti hal itu. Satu-satunya hal yang kalian dapatkan memang semacam kepuasan emosi, karena merasa terwakili untuk marah kepada keadaan dunia yang sering kita benci. Ini tidak baik untuk kesehatan “rohani” kita, karena cenderung menumbuhkan sikap benci dan mendendam kepada objek si ustaz penceramah tipe ini.
Ustaz yang tidak lucu
Bagi sebagian orang, penceramah lucu merupakan hiburan tersendiri. Selain mendapatkan ilmu agama, kelucuan adalah daya tarik tersendiri. Tetapi anehnya, ada sebagian yang lain, justru menyukai ustaz yang tidak lucu sama sekali, tetapi suka marah-marah jika berceramah.
Entah disebabkan kondisi politik negara yang dianggapnya kacau karena tidak sesuai dengan ideologi, atau karena kondisi masyarakat dalam menjalankan agama dianggapnya menyimpang atau disebabkan tersinggung oleh penceramah yang lain. Ribet.
Jauhi ceramah ustaz tipe ini.Yang akan kalian dapatkan hanya kebencian. Rasanya ingin mengambil tongkat dan memukul orang-orang yang dianggap menyimpang dari isi ceramah. Hanya ada rasa geram kepada yang berbeda aliran.
Ustaz yang terlalu lucu
Nah, kalau ini kebalikan ustaz sebelumnya. Bukan membuat kita marah-marah memang, tetapi membuat kita ingin tertawa terbahak-bahak, tetapi merasa tidak enak rasanya jika melakukannya di hadapan si ustaz ketika mendengar konten ceramahnya.
Kebanyakan dari ustaz model begini ini biasanya ahli teori konspirasi atau ahli menafsirkan kejadian di sekitar kita. Parahnya, bisa kita murtad. Mereka terkadang sangat serius dalam menjelaskan teori-teori ataupun tafsir tersebut. Sehingga saking seriusnya ada beberapa hal yang membuat kita geli dan ingin tertawa tetapi merasa tidak enak jika tertawa langsung di hadapan si penceramah karena takut menyinggung perasaan.
Jika menemukan konten ceramah tersebut maka hindarilah, karena mereka pada dasarnya hanya ingin menemukan “rasionalitas” dari kejadian-kejadian yang dianggapnya tidak sesuai dengan keyakinan mereka. Terkadang mereka merasa kurang puas dengan penjelasan dari pihak berwenang–entah itu pemerintah, ilmuwan atau pakar agama yang lain.
Ustaz yang nggak bisa baca Qur’an
Agama Islam itu landasan hukumnya Al-Qur’an dan Hadis. Jika ada seseorang mengaku ustaz tetapi bacaan Al-Qur’annya tidak enak didengarkan, larilah.
Saya yakin ujung-ujungnya si ustaz akan mengutip sebuah ayat Al-Qur’an kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk memprovokasi masa agar setuju atau sekedar membenarkan pendapat.
Terlebih ayat yang dikutip si ustaz tersebut salah dan ada kata-kata di dalam ayat yang sengaja ataupun tidak sengaja hilang ketika dilafalkan. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi pemahaman keagamaan kita. Kita bisa-bisa ikut tersesat dan justru melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Ustaz yang tidak jelas pendidikan agamanya
Dalam ajaran Islam, tidak ada yang namanya belajar otodidak. Ajaran Islam bukan pelajaran merakit komputer. Islam mewajibkan seorang muslim harus bersanad (memliki ketersambungan ilmu agamanya dari para guru yang nyambung sampai Rasulullah) dalam berilmu. Membutuhkan guru untuk keabsahan ilmunya.
Jika ada ustaz yang mendaku belajar otodidak atau belajar langsung kepada Rasulullah, tolong jauhi. Sudah pasti yang dia ucapkan akan banyak pertentangannya dengan ajaran Islam sesungguhnya. Ustaz yang masih memiliki sanad gurunya menyambung sampai Rasulullah saja masih bisa salah, apalagi yang belajar secara otodidak.
BACA JUGA Belajar dari Kolor Perdamaian Gus Dur dan tulisan Mubaidi Sulaeman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.