5 Sisi Gelap Dunia Makeup Artist

5 Sisi Gelap Dunia Makeup Artist Terminal Mojok

5 Sisi Gelap Dunia Makeup Artist (Unsplash.com)

Profesi makeup artist alias MUA makin ke sini makin digemari. Nggak heran, soalnya yang ditampilkan di publik yang bagus-bagus saja. Kehidupan glamor, bayaran mahal, dan popularitas seakan menjadi jaminan. Padahal sama seperti jenis pekerjaan lainnya, dunia makeup artist tak lepas dari sisi gelap yang menghantui para penggiatnya, khususnya bagi mereka yang masih pemula atau merintis di bidang ini.

Kalau kalian tertarik untuk menjadikan profesi MUA sebagai penopang hidup, ada baiknya menyimak dulu sisi lain dari pekerjaan ini yang nggak banyak orang ketahui. Tentu saja supaya kalian bisa menyiapkan langkah antisipasi sebelum telanjur tercebur.

#1 Modal besar

Bukan hanya cita-cita dokter yang butuh duit gede, profesi makeup artist yang dulunya dipandang sebelah mata ini juga menuntut sejumlah uang yang bikin mata melotot ketika menengok nominalnya. Beli peralatan serta perlengkapan makeup, itu jelas. Terlebih, masih banyak orang yang menilai kualitas makeup dari brand yang dipakai. Jadinya seorang MUA terpaksa merogoh kocek lebih dalam lagi.

Misalnya, sebotol alas bedak keluaran Dior paling nggak dibanderol seharga 800 ribu rupiah. Itu baru satu warna, lho. Nyatanya, seorang MUA wajib memiliki beberapa shade guna menyesuaikan skin tone calon kliennya. Belum lagi perintilan kosmetik lainnya dan koper makeup seharga jutaan rupiah supaya kelihatan kredibel di mata klien.

Di samping itu, seorang makeup artist juga wajib mengasah ilmunya lantaran tren makeup juga mengalami perkembangan seperti mode. Di salah satu sekolah kecantikan ternama di Indonesia, kelas basic untuk menjadi MUA saja sudah menyentuh angka 10 juta rupiah untuk lima kali pertemuan dalam seminggu selama tiga bulan. Jumlah tersebut belum termasuk bayaran harian untuk model latihan, ya. Mau nambah ilmu? Siapkan anggaran untuk kelas lanjutan dan workshop yang sekali pertemuan bisa setara UMR Jogja, Bestie.

#2 Kalah saing dengan beauty influencer

Sudah keluar modal besar, bukan garansi karir pasti mulus. Masih banyak rintangan yang kudu dilewati seperti sikut-sikutan menjaring pelanggan dan meraih ketenaran demi masa depan yang gemilang. Pasalnya, bidang MUA saat ini sudah menjadi red ocean di mana kompetisinya terhitung tinggi. Pun, saingannya bukan lagi sesama makeup artist maupun dukun manten saja. Beauty influencer juga jadi kompetitor yang patut diwaspadai, lho.

Bermodalkan verified account dan pengaruh kuat, orang akan langsung percaya terhadap rekomendasi produk atau konten tutorial makeup yang mereka hadirkan. Faktanya, banyak dari para influencer yang hanya lihai mendandani wajah mereka sendiri, tetapi belum teruji keahliannya di wajah orang lain.

Alih-alih mendapuk seorang MUA profesional sebagai instruktur makeup di berbagai kelas tata rias, sejumlah label kosmetik lebih memercayakan posisi tersebut kepada para beauty influencer yang masih perlu dipertanyakan jam terbang dan sertifikasinya. Boleh dibilang, tujuan workshop semacam itu memang lebih kepada meraup cuan sebanyak-banyaknya dengan menarik atensi publik menggunakan nama para pesohor ketimbang mengedukasi.

#3 Menjadikan wajah sendiri sebagai kelinci percobaan

Saking banyaknya produk di pasaran, seorang makeup artist harus pandai memilah mana yang bisa dipakai ke banyak tipe klien, cocok dengan isi dompet, tapi tak mengesampingkan mutu. Oleh sebab itu, sebelum menjajalnya ke wajah klien, biasanya MUA mencoba produk yang mereka incar di wajah sendiri guna menguji performa produk.

Demi menghemat anggaran, banyak MUA membeli produk share in jar dulu sebelum memutuskan berbelanja full size-nya. Inilah yang sedikit membahayakan bagi MUA itu sendiri. Produk share in jar nggak dijamin keaslian dan kebersihannya. Belum lagi, mereka juga nggak bisa membaca bahan baku dan tanggal kedaluwarsa produk. Makanya, nggak sedikit kulit wajah para makeup artist yang menjadi bermasalah ketika melakukan tes produk dengan muka mereka sendiri. Di sisi lain, sebagai makeup artist, mereka dituntut selalu tampil cantik paripurna kala bekerja. Wajah belum sembuh benar, sudah harus ditimpa makeup lagi. Makin lama sembuhnya, deh!

#4 Jam kerja nggak tentu

Bukan rahasia lagi kalau jam kerja MUA itu nggak bisa disamakan seperti orang kantoran. Hari ini leha-leha rebahan di kasur, besoknya kudu berangkat kerja dini hari. Tak jarang saat ada acara penting, seorang MUA mau tak mau harus berangkat bahkan sebelum waktu salat subuh agar klien nggak terlambat menghadiri acara.

Parahnya, saat sudah tiba di tempat yang disepakati, kliennya malah belum bangun. Belum lagi masih menunggu klien mandi dan sarapan dulu. Inilah yang bikin para MUA kadang gregetan. Bukan apa-apa, misalnya saja nanti klien tersebut terlambat menyambangi acaranya, yang dikambinghitamkan tak lain dan tak bukan adalah MUA. Namun kalau merias dengan tenggat waktu yang mepet dan buru-buru, tentunya hasilnya bisa tidak maksimal.

Masih terkait jam kerja, pada beberapa acara sakral seperti pernikahan, kadang seorang MUA diminta klien untuk tetap berada di lokasi karena banyaknya jumlah orang yang akan dirias. Kalau lokasinya nyaman dan diberi konsumsi, itu rezeki. Akan tetapi, nggak sedikit kejadian di mana MUA menjadi telantar selama acara berlangsung tanpa diberi makan. Walau kerjanya terlihat hepi, tapi merias dengan tubuh sedikit membungkuk itu menguras energi.

#5 Kedapatan klien rewel nan sok tahu

Mendapati klien yang rewel dan banyak maunya tapi nggak paham makeup merupakan teror yang sama ngerinya dengan kerja nggak dibayar. Soalnya, klien semacam ini biasanya tahunya makeup yang bagus itu adalah yang mampu menutup segala kekurangan di wajah seperti bopeng dan jerawat meradang.

Faktanya, ada kekurangan kulit yang tak lantas bisa ditutupi oleh makeup seperti tekstur tersebut. Klien yang tak mau tahu kerap kali menimpakan kasus ini dengan menuding makeup artist yang bersangkutan nggak becus. Puncak yang paling menjengkelkan adalah ketika seorang klien menghapus makeup yang telah selesai dengan alasan nggak puas dan merasa dirinya lebih mampu memulas makeup tanpa jasa makeup artist. Duh!

Apa pun pekerjaan seseorang, pasti ada risikonya. Tak terkecuali menjadi makeup artist yang kadang juga siap menjadi limpahan emosi calon pengantin yang grogi. Saat itu terjadi, ingat saja bahwa tagihan dan cicilan KPR masih menanti.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Berprofesi Menjadi Makeup Artist Nggak Semudah Itu!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version