Ekonomi syariah masih jadi hal asing buat rakyat Indonesia, yang ironinya, adalah salah satu negara dengan jumlah musilm terbanyak di dunia
Tahun lalu, media ramai membahas perseteruan salah satu sosok pengusaha muslim terkenal, Jusuf Hamka dengan Bank Syariah. Perseturuan itu bermula dari permasalahan proses pelunasan pembiayaan salah satu perusahaan milik Jusuf Hamka di beberapa Bank Syariah. Perseturuan ini semakin memanas setelah Jusuf Hamka membahas permasalahan ini di podcast om-om berotot.
Lucunya, hal tersebut bikin orang-orang jadi tertarik membahas ekonomi syariah. Gara-gara itu juga, masih saya temukan beberapa anggapan terkait ekonomi syariah yang keliru.
Meskipun Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, masih banyak terjadi kesalahpahaman masyarakat terkait ekonomi dan keuangan syariah di sini. Sebagai seorang lulusan jurusan Ekonomi Syariah, saya merasa punya tanggung jawab moral untuk meluruskan beberapa kesalahpahaman tersebut. Apa saja kesalahpahaman tersebut?
#1 Hanya tentang keuangan saja
Kebanyakan orang yang saya kenal taunya bahwa ekonomi syariah cuma sekadar industri keuangan syariah, saja terutama perbankan syariah. Hal itu diperkuat dengan berita merger Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), yaitu Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) ramai diperbincangkan banyak orang. Padahal industri keuangan syariah cuma salah satu bagian dari ekonomi syariah saja.
Aslinya? Banyak cabangnya! Seperti pariwisata halal, industri halal, dan sebagainya. Jadi kalau kalian pikir ini cuman perkara duit saja, kalian keliru. Yang dibahas nggak cuman perkara riba nggaknya, tapi lebih dari itu.
#2 Eksklusif untuk Muslim
Berbeda dengan lembaga zakat yang menghimpun dana zakat dari umat Muslim saja, sistem ekonomi syariah bersifat lebih universal. Jadi kalau non-muslim mau jadi nasabah perbankan syariah bisa atau mau plesir ke tempat-tempat wisata syariah juga boleh. Maka kurang tepat kalau ada yang beropini bahwa sistem ekonomi syariah hanya terkhusus bagi umat Muslim saja.
#3 Hanya berkembang di negara Muslim saja
Sejujurnya perkembangan ekonomi syariah bukan hanya terjadi di Indonesia atau negara mayoritas muslim seperti Malaysia dan Brunei saja. Dalam lingkup Asia Tenggara, sudah sejak tahun 2014 perkembangan produk halal telah ada di Thailand.
Sedangkan di lingkup lebih luas lagi yaitu dunia, konon Inggris ingin menjadi pusat keuangan syariah untuk negara non-muslim. Bahkan sejak 2014, Inggris telah menerbitkan sukuk (obligasi syariah) di negaranya. Bahkan saat saya masih kuliah, Inggris kerap dianggap lebih progresif perihal perkembangan keuangan syariah ketimbang beberapa negara yang penduduknya mayoritas menganut agama Islam.
#4 Pengetahuan yang sudah memadai
Sejarah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia begitu lekat dengan perbankan syariah. Hal itu disebabkan pendirian bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat pada tahun 1991. Yang menjadi titik awal perkembangan ekonomi syariah yang ada di Indonesia.
Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam dengan pengetahuan yang cukup baik, akan tetapi perihal pengetahuan keuangan syariah masih cukup minim. Hal itu terbukti dari hasil Survei Literasi dan Inklusi Keuangan Nasional tahun 2019 yang dilakukan OJK menunjukan bahwa tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia hanya 8,93 persen saja.
Artinya dari seratus orang di Indonesia hanya ada sekitar delapan orang yang paham betul keuangan syariah. Angka tersebut juga sangat jauh jika dibandingkan dengan tingkat literasi keuangan konvensional yang mencapai 37,72 persen.
#5 Pengguna yang banyak
Selain pengetahun tentang keuangan syariah masyarakat Indonesia yang jauh dari kata baik. Tingkat penggunaan jasa keuangan syariah di Indonesia juga masih kurang banyak. Padahal Indonesia adalah negara yang penduduknya adalah mayoritas muslim. Sudah sewajarnya menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam hal ekonomi juga. Idealnya loh, ya.
Sedikitnya jumlah pengguna jasa keuangan syariah di Indonesia bisa dibuktikan dengan hasil survei literasi dan inklusi keuangan nasional tahun 2019 yang dilakukan OJK. Hasil tersebut menunjukan tingkat inklusi atau penggunaan jasa perbankan syariah hanya 9,1 persen saja. Saya sengaja nggak mencantumkan industri jasa keuangan syariah lain karena hasilnya lebih memilukan.
Begitu sekiranya kesalahpahaman yang terjadi perihal ekonomi syariah di mata masyarakat Indonesia. Semoga bisa meluruskan beberapa pemahaman yang keliru selama ini.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sarjana Perbankan Syariah yang Sama Ngenesnya Kayak Sarjana Pendidikan