Kebanyakan brand fast fashion rupanya punya strategi halus untuk memikat kita sebagai pelanggan mereka.
Pernah nonton film drama komedi Confessions of A Shopaholic yang diadaptasi dari novel best seller karya Sophie Kinsella? Kalau sudah, tentu kamu bakal paham betul gimana susahnya menahan hasrat belanja apalagi untuk hal yang sangat disukai seperti fesyen. Tak hanya bergelut dengan keinginan versus kebutuhan, kecanduan shopping bisa membawa permasalahan baru seperti terlilit utang karena penggunaan kartu kredit yang kurang bijak.
Tentu saja kita tidak bisa serta merta menyalahkan pihak penjual lantaran mereka begitu piawai dalam membujuk calon pembeli. Namanya saja bisnis, tujuan utamanya jelas menjual sebanyak mungkin produk untuk menghasilkan pendapatan setinggi-tingginya. Cara merayu seperti mengikuti calon pembeli dan menawarkan berbagai barang di gerai itu dirasa sudah terlalu kuno.
Saat ini, para peritel besar di bidang mode lebih senang menggunakan cara halus untuk mempersuasi pelanggan mereka. Beberapa brand fast fashion seperti Zara, H&M, Pull and Bear, dan Uniqlo, memiliki beberapa strategi marketing yang bikin kita sebagai konsumen kalap berbelanja tiap datang ke outlet mereka. Jika kita lebih cermat, mungkin kita bisa mendeteksi strategi marketing mereka.
#1 Tanda diskon atau sale yang dibuat mencolok
Siapa yang kalau melihat tulisan “SALE” langsung gercep borong barang incaran? Seringnya kita akan merasa berhasil mendapatkan best deal dari sebuah produk. Nyatanya, berbagai simbol diskon tersebut sudah dipertimbangkan secara matang oleh perusahaan untuk menjaring lebih banyak pembeli. Jika kita teliti, hampir semua tanda diskon tersebut dicetak dalam tulisan berukuran besar dan menggunakan warna cerah, salah satu yang sering dipakai adalah merah.
Warna merah merupakan warna yang sangat mencolok sehingga mampu menggaet perhatian orang yang lalu lalang di sekitar gerai brand fast fashion. Langkah pertama untuk mengeksekusi pembelian adalah dengan menjadi fokus perhatian pelanggan. Jika para calon konsumen sudah berhasil masuk toko, biasanya mereka akan melihat-lihat produk yang ditawarkan. Berawal dari iseng dan coba-coba, sangat mungkin pada akhirnya konsumen melakukan keputusan pembelian.
#2 Cara display pakaian
Cara penempatan fashion items di gerai fast fashion pun tak luput dari aplikasi trik marketing. Salah satu strategi yang diterapkan adalah cross selling. Apabila pengunjung jeli, mereka dapat melihat bahwa sekelompok produk fesyen ditempatkan dan dipajang dalam satu sudut atau tumpukan yang berdekatan. Umumnya benda-benda tersebut tampak serasi jika dipadupadankan, misalnya dengan mendandani manekin dengan atasan, bawahan, serta aksesori pendukung yang matching. Hal ini dilakukan untuk seakan memberikan inspirasi OOTD bagi para pengunjung gerai sehingga mereka tertarik membeli lebih dari satu macam produk.
Strategi lain yang tak jarang dilakukan adalah menempatkan beberapa produk yang sedang dalam potongan harga di dekat fitting room. Saat menunggu antrean fitting room, biasanya calon pembeli yang sedang bosan melihat-lihat sekitar. Diharapkan dengan mengombinasikan strategi penempatan produk dan penekanan tanda diskon, calon konsumen juga akan melirik barang yang berada di dekat mereka menunggu. Tak ayal, pembeli yang terbujuk akhirnya ikut mengambil satu atau dua potong pakaian lagi untuk dicoba di ruang ganti.
#3 Strategi brand recognition
Strategi brand recognition ini salah satunya terang-terangan dilakukan oleh brand kenamaan Zara. Sebagai pemain besar di industri mode, Zara memang menargetkan pasar upper middle class yang sadar akan barang bermerek kelas atas, tetapi masih berpikir ulang untuk membelanjakan uangnya hanya demi satu potong branded item. Oleh sebab itu, brand asal Spanyol ini menerapkan konsep ATM atau amati, tiru, dan modifikasi.
Zara dikenal sebagai brand yang mengadopsi desain produk fashion kelas atas untuk kemudian diproduksi ulang dengan kualitas di bawahnya. Pemakaian bahan baku yang lebih murah serta konsep skala ekonomi menjadikan harga produk Zara bisa dijangkau masyarakat kelas menengah atas.
Disadari atau tidak, hal ini akan memberikan value kepada konsumen di mana mereka akan merasa dirinya sebagai seorang yang sadar fesyen dan mengerti merek sehingga akan meningkatkan gengsi mereka ketika memakai produk-produk tersebut. Ngaku, deh, kelas menengah seperti kita pasti sudah merasa bangga banget kalau bisa pakai label Zara, kan? Hehehe.
#4 Hug shapped design, alur berkelok, serta penggunaan musik dan wewangian
Teknik hug shapped ini mudah ditemukan di berbagai outlet resmi brand fast fashion layaknya Uniqlo dan H&M. Begitu kita melangkahkan kaki dari pintu masuk gerai, kita bisa mengamati bahwa tampak depan gerbang didesain seperti membentuk huruf “U” yang seakan memeluk calon konsumen yang hendak masuk. Teknik desain interior toko seperti ini akan mempengaruhi alam bawah sadar orang untuk mampir dan mengunjungi suatu gerai.
Selain itu, biasanya official brick and mortar store mereka memiliki kebijakan untuk menyetel lagu yang santai sera menambahkan wewangian yang membuat pengunjung rileks dan tidak terburu-buru meninggalkan toko alias dibuat betah berbelanja.
Sekarang sudah paham, kan, kenapa tiap kali kita mampir ke outlet beberapa brand fast fashion ternama seperti Uniqlo, H&M, dan bahkan Zara bikin kita kalap pengin belanja? Omong-omong, Lebaran sebentar lagi, sudah siap berburu baju baru di outlet-outlet yang saya sebutkan tadi?
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Tips Beli Baju Zara Second biar Tetap Nggaya.