Beberapa hari ini salah satu influencer yang cukup masyhur di Indonesia terperangkap kasus melarikan diri dari tempat karantina setelah kepulangannya berlibur. Nggak usah basa-basi, nama influencer tersebut adalah Rachel Vennya. Ia adalah salah satu figur publik yang sangat terkenal lantaran memiliki berbagai bisnis atau usaha kuliner dengan reputasi yang baik dan bagus. Bukan hanya itu, blio juga diidolakan oleh banyak orang karena memang menginspirasi sekali.
Kasus kaburnya Rachel Vennya mengundang perhatian netizen di Twitter. Sudah dua hari ini saya pantengin HP dan melihat nama blio selalu muncul dalam trending topic. Tentu saja dengan kasus yang Rachel hadapi saat ini amatlah wajar jika ia bisa trending. Namun, beberapa baris di bawah trending Rachel Vennya, ada trending lain bertuliskan #BunaBerhakBahagia.
Hah? Apaan, sih? Kira-kira begitu reaksi saya. Ternyata #BunaBerhakBahagia mengarah pada Mbak Rachel Vennya. Sejujurnya saya nggak terlalu paham, tapi sepenangkapan saya, para penggemar berargumen bahwa Mbak Rachel tetap berhak merasakan bahagia atas hidupnya terlepas dari kasus yang tengah menimpanya.
Bukannya mau menyalahi argumen tersebut. Itu kan hak para penggemar Mbak Rachel. Saya juga percaya kok semua orang berhak bahagia. Apa pun kondisi dan keadaan kita, bahagia itu harus. Termasuk saat kita sedang down atau berada di titik terendah dalam hidup. Namun, menurut saya, apa yang sedang terjadi pada Mbak Rachel ini kan nggak berat-berat amat. Kita memang nggak bisa menilai suatu hal dari luarnya saja, tapi kalau menggunakan logika sederhana, kasusnya Mbak Rachel ini kan terbilang ringan. Mungkin kasus ini mencemarkan nama baik blio, tapi ya nggak usah terlalu ngebelain banget pakai pernyataan “Buna berhak bahagia”. Saya yakin, sebulan atau dua bulan lagi kasus ini bakal terlupakan dan si Mbak Rachel balik tenar lagi.
Daripada mikirin Buna berhak bahagia atau pusing-pusing belain blio, bagi saya 4 orang berikut lebih berhak merasakan bahagia, kok.
#1 Siswa kelas tiga SMA yang galau memilih jurusan
Percayalah, memilih jurusan waktu kelas tiga SMA itu galaunya bukan main. Nggak ada apa-apanya ketimbang galau gara-gara cinta, deh. Galau karena cinta mah paling cuma sebulan dua bulan, lha kalau galau sama jurusan apalagi sempat salah jurusan, galaunya empat tahun, Hyung!
Memilih jurusan adalah saat di mana jiwa raga berperang satu sama lain. Antara keinginan memilih jurusan A karena sesuai passion, tapi orang tua maunya jurusan B. Pas sudah yakin ke jurusan A, eh ternyata prospek kerjanya nggak terlalu menjanjikan kayak jurusan B. Di saat kamu memilih jurusan. Kasihan, kan? Anak SMA kelas tiga yang lagi galau pilih jurusan ini berhak bahagia apa pun pilihannya kelak, lho.
#2 Mahasiswa tingkat akhir yang sibuk dengan skripsi
Saya memang belum jadi mahasiswa tingkat akhir, tapi saya paham kok ngurusin skripsi itu nggak semudah membalikkan telapak tangan.
Cari topik, konsultasi ke dosen (yang kadang nyebelin), ngetik skripsi sampai malam, cari data ke mana-mana, dan kadang waktu mau bimbingan malah nggak jadi karena dosen berhalangan adalah kesulitan yang harus dilewati para mahasiswa tingkat akhir. Malam minggu bukannya jalan bareng gebetan, eh malah duduk di depan laptop dengan setumpuk kertas sambil merenungkan masa depan.
Mana sempat merasakan bahagia, sih? Paling bahagianya pas sudah wisuda saja.
#3 Peserta yang gagal tes CPNS
Bagi sebagian orang di zaman sekarang, jadi PNS bukan lagi pilihan utama. Banyak alternatif kerjaan lain selain jadi pegawai negeri, jadi pebisnis misalnya. Namun, bagi beberapa orang yang mendambakan kehidupan aman, nyaman, dan tentram, menjadi PNS adalah impian yang harus diperjuangkan mati-matian.
Bayangkan saja, hari demi hari buka buku latihan Seleksi Kompetensi Dasar. Terus melatih fisik apabila instansi yang diinginkan mensyaratkan tes fisik. Dilanjut lagi dengan belajar wawancara. Belum lagi kalau gagal di tengah jalan. Sakitnya pasti sampai ke ulu hati. Padahal peserta yang gagal tes CPNS ini juga berhak bahagia, lho.
#4 Anak kosan yang makan mi instan saat tanggal tua
Tanggal tua identik dengan kata “bokek” dan “mi instan”. Bukan berarti mi instan buruk, ya. Mi instan itu enak dan cocok buat anak kosan. Tapi kan kasihan juga kalau tiap akhir bulan makannya mi instan. Tubuh kita juga butuh asupan yang lebih menyehatkan dan bernutrisi ketimbang micin. Makanya anak kosan sangat berhak untuk makan enak dan bahagia di tanggal tua.
Nah, itulah 4 orang yang dua kali lebih berhak merasakan bahagia ketimbang Mbak Rachel Vennya. Jangan salah, Mbak Rachel juga berhak untuk bahagia apa pun kondisinya, saya nggak melarang itu. Tapi, mbok ya nggak usah berlebihan gitu juga, lah.