Baru-baru ini, Puan Maharani sedang menjadi perbincangan di kalangan masyarakat dan media massa. Beredar sebuah foto Bu Puan yang sedang berada di sawah bersama beberapa petani di sana. Foto ini menyiratkan bahwa Bu Puan adalah seorang yang peduli rakyat dan sangat low profile sekali. Tidak malu untuk bertani bersama, kotor bersama, dan selayaknya rakyat Indonesia pada umumnya. Yah walau banyak yang menyinggung bahwa itu juga strategi politik untuk memikat masyarakat. Walaupun bukan yang pertama kalinya, tapi tidak apa-apa. Namanya juga usaha sekaligus strategi berpolitik.
Tak lama kemudian ada pula berita spanduk atau baliho partai dengan foto Bu Puan Maharani beredar. Baliho ini terpajang di sepanjang lokasi bencana alam beberapa waktu lalu. Isinya ya seperti biasa. Ada foto Bu Puan dan kata-kata penyemangat bernuansa sedih serta turut berduka atas bencana alam. Baliho ini menjadi viral karena diturunkan oleh beberapa warga yang terdampak bencana karena dianggap tidak etis dan tidak cocok. Sebenarnya tidak salah kalau Bu Puan mengekspresikan kesedihannya, tapi mungkin caranya yang agak bermasalah.
Namun, itu belum selesai. Muncul pula berita di mana Bu Puan mewajibkan para kader dari fraksi Partai PDI-P untuk membagi-bagikan sembako kepada masyarakat di sekitar. Bagus? Banget. Yang menjadi perbincangan adalah karena setiap sembako yang dibagikan wajib mencantumkan nama atau gambar Puan Maharani!
Sontak saja hal ini menjadi viral di medsos. Di antara sembako lainnya yang lumayan menarik perhatian saya adalah berasnya. Ya, beras tersebut tercantum foto dan nama Puan Maharani. Tentu saja menarik perhatian warganet. Saya pun terdorong untuk menganalisis apa saja khasiat dari beras Puan Maharani ini. Setelah menganalisis dengan cukup lama, saya akhirnya menemukan khasiat beras ini, di antaranya:
#1 Menumbuhkan keberanian
Beras ini dikemas dengan dominasi warna merah. Sebagaimana lambang partai Bu Puan. Anda tentu tahu bahwa warna merah dilambangkan sebagai darah atau simbol keberanian. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa beras Puan Maharani dapat menumbuhkan keberanian! Ya, siapa tau setelah makan beras ini, atau diolah jadi menu lain dapat membuat diri Anda menjadi berani. Anak Anda akan menjadi seorang pemberani, sebagaimana Bu Puan yang terus berani untuk maju. Meskipun kadang masih ada beberapa yang tidak mendukung. Ups.
#2 Memberi kekuatan penjinak banteng
Kalau ditanya binatang apa yang populer di dunia politik, sudah pasti jawabannya adalah banteng pada logo PDI-P. Ikonik sekali, sampai sering dibuat meme muncul di baliho-baliho pelosok negeri. Tentu saja poin ini memiliki kaitan dengan berasnya Bu Puan. Beras itu juga mencantumkan logo banteng perkasa itu.
Hal ini bukan tanpa alasan. Logo tersebut menyiratkan bahwa siapapun yang makan beras itu mampu untuk menjinakkan banteng! Bisa jadi kan? Jika Anda memiliki kekuatan penjinak banteng, Anda bisa menjadi matador. Memang Bu Puan sangat memikirkan rakyat sekali.
#3 Menambah popularitas di daerah
Kita semua tahu Bu Puan adalah tokoh politik terkenal yang sudah berkiprah di dunia kepolitikan sejak dulu kala. Maka popularitas beliau sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, sudah centang dua. Sangat terjamin. Dengan menerima atau melahap beras Bu Puan, sudah pasti Anda akan kecipratan popularitasnya juga. Anda akan menjadi trending topic di daerah, dan berpeluang besar menjadi influencer.
#4 Seperti beras pada umumnya
Jelaslah, wong berasnya saja pasti juga berkhasiat sebagaimana beras-beras lainnya. Mengandung vitamin dan berbagai kesehatan yang cocok untuk tubuh dan mengentaskan kelaparan.
Salah satu sumber menyebutkan bahwa gambar Puan Maharani dalam beras tersebut merupakan bentuk kepeduliannya kepada rakyat. Benar atau tidak mari kita kesampingkan dulu. Walaupun sempat kontroversial dan disebut hanya bisnis politik Puan dalam menggaet respek dari masyarakat, kita semua harus mengakui bahwa kebijakan Puan ini memang baik. Namun alangkah baiknya apabila semua sembako ini tidak perlu adanya foto beliau di sana. Toh respek itu merupakan sesuatu yang kita dapatkan, bukan sesuatu yang diminta-minta.
Penulis: M. Guntur Rahardjo
Editor: Rizky Prasetya