“Melihat gaya oknum P3K ala TikTok seolah-olah sudah menjadi ASN golongan 4, padahal baru kontrak perjanjian kerja, euphoria luar biasa.”
“Cuma berlaku lima tahun aja bangga segitunya.”
“P3K kan nggak ada promosi jabatan.”
Komentar negatif di atas saya temukan saat membuka Instagram. Berbarengan dengan nyeri dada melihat kabar bahwa ada istri yang diceraikan setelah suaminya diterima P3K juga menambah daftar panjang patah hati sebab perpisahan.
Tidak hanya sampai di situ, bahkan backsound untuk mengiringi foto atau video yang diposting pun ada euphoria-nya. “Sudah saatnya menggunakan sound yang mahal.” Belum kerja sehari sudah banyak tingkah.
Selamat, saya ucapkan kepada seluruh pegawai P3K yang baru saja dilantik. Tahun 2025, bagi sebagian orang, merupakan tahun pencapaian. Setelah sekian lama mengabdi dengan sederet tekanan, kini sudah bisa berbangga hati memamerkan baju KORPRI dengan gagah saat upacara. Setidaknya kalau ditanya teman atau tetangga sudah lebih pede saat menjawab.
Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan, ada beberapa alasan yang paling masuk akal yang dilakukan oleh pegawai P3K kenapa mereka harus mengunggah kelulusan ini.
#1 Karena P3K bukan cuma kerja, ini prestasi nasional
Sekali lagi, saya ucapkan selamat kepada teman-teman yang lebih dulu menjadi P3K. Banyak tirakat yang telah dilakukan sebagai bentuk ikhtiar. Hal ini juga menunjukkan perjalanan spiritual mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi bagian dari sistem pemerintahan.
Menjadi P3K bukan tentang diterima kerja di sembarang tempat. Perjuangan ini berdarah-darah antara nasib dan sinyal internet di tempat dari jangkauan yang jauh dari kemajuan. Bahkan ada pegawai pada masa pendataan saja harus menyebrang ke daratan karena berlokasi di pulau terluar. Ini jauh dari jangkauan postingan gagah saat sudah mengenakan seragam KORPRI.
Perjalanan ini wajib diabadikan. Mengingat dulu pernah berstatus “bakti”, kemudian naik kelas menjadi pegawai kontrak atau Non PNS.
Belum lagi, kalau mengingat ujian tulis dengan berbagai macam seremonialnya, seakan setelah lulus P3K akan menjadi SDM paling unggul sedunia. Sudah saatnya melakukan soft launching di dunia maya. Tentu saja pamer dengan elegan dan lucu agar tidak ada yang iri walaupun hal tersebut sulit terjadi.
#2 Biar tetangga tenang dan grup WhatsApp keluarga aman
Saya pernah merasakan menjadi topik omongan keluarga. Saat itu saya belum menjadi ASN, tapi penghasilan saya delapan kali lipat UMR di kota saya.
Namun, saat saya lulus menjadi ASN dan mendapatkan gaji hanya 10% dari gaji saya sebelumnya, tetangga dan keluarga menunjukkan rasa bangganya yang terus mengalir. Bahkan saat saya sedang mengenakan seragam kantor, mereka tidak henti-hentinya memuji saya. Padahal gaji saya jauh lebih sedikit.
Bagi pegawai P3K baru, selama ini mereka dianggap hanyalah pegawai yang belum berpenghasilan pasti dan mendapatkan penghasilan seperti ASN. Dengan pamer di media sosial, grup keluarga dan tetangga akan melihat pencapaian yang diraih sehingga kalimat pertanyaan tentang pekerjaan tidak akan bermunculan lagi.
Kalaupun ada yang bertanya, sudah saatnya menjawab dengan tenang dan percaya diri. Setidaknya sudah menjadi menantu idaman.
#3 Karena seragam biru P3K itu terlalu sakral untuk tidak dipamerkan
Seragam KORPRI identik dengan status Aparatur Sipil Negara. Namun, kini pekerja dengan perjanjian kerja itu dapat mengenakannya.
Jadi, kalau saya ada di posisi mereka, tentu saya bangga dengan apa yang saya kenakan. Persis, seperti saat membeli barang dengan merk terkenal dan kamu menjadi pusat perhatian. Kamu akan dinilai berbeda dengan yang lainnya.
Lagi-lagi, harus diakui dalam diri kita ada rasa bangga. Apalagi kalau ada upacara hari-hari nasional, foto dengan seragam biru itu akan menambah daftar kebahagiaan yang menyisakan keangkuhan yang diam-diam mengendap dalam diri manusia. Dan itu tak mengapa. Untuk menjadi P3K aja sulit, masa, iya, nggak dipamerkan?
#4 Biar teman lama tahu kamu nggak salah jurusan
Dulu saat saya tamat kuliah, saya bingung jika ditanya soal pekerjaan mentereng apa yang cocok dengan jurusan saya. Apakah gaji yang saya peroleh akan membuat saya kaya atau malah jadi bahan omongan tetangga, serta sederet pertanyaan yang membikin saya berkecil hati. Jurusan Kesejahteraan Sosial, mau jadi apa?
Dengan memposting status pekerjaan di sosial media, khususnya P3K yang digadang menjadi pekerjaan idaman mertua itu membuat saya tersadar bahwa, “Ternyata jurusan ini bisa eksis juga”. Biar mereka tahu bahwa jurusan-jurusan yang jarang diminati adalah jurusan yang tiap tahun bisa isi form pajak sendiri.
Pamer bukan berarti sombong. Karena, lagi-lagi ada hal yang harus dibayar kontan. Ada kegagalan yang harus dirayakan. Ada kekecewaan yang harus diakhiri.
Lalu, mau diakui atau tidak, sebagai manusia dan dalam diri manusia ada rasa bangga meskipun kecil. Dan itu nggak apa-apa. Barangkali satu postingan ajang pamer dalam rangka mengapresiasi diri sendiri adalah cara untuk terus bersyukur. Itu saja.
Penulis: Risnawati Ridwan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA PPPK Paruh Waktu: Nama Baru, tapi Gaji Tetap Segitu
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















