Bagi mahasiswa, membanggakan almamater kampus adalah keharusan. Namun, kali ini saya mencoba mengulas nggak enaknya jadi mahasiswa UIN Jember. Meski kampus ini telah mengantarkan saya memperoleh gelar sarjana. Saya sebagai alumni mahasiswa UIN Jember merasa ada beberapa hal yang terasa nggak enak. Berikut di antaranya.
#1 Sering kali dikira sebagai mahasiswa UNEJ
Pengalaman ini saya rasakan ketika naik bus umum dari Surabaya ke Jember. Biasanya, saya selalu duduk bersebelahan dengan orang yang nggak dikenal. Selayaknya basa-basi orang Indonesia pada umumnya, sering kali pertanyaan seperti “mau ke mana?”, “kuliah atau kerja?” mereka disampaikan.
Nah, ketika saya sudah menjawab, “mau ke Jember” dan “kuliah”, biasanya mereka akan langsung menyimpulkan dengan pernyataan, “Oh, kuliah di UNEJ ya?” Lantaran hal seperti ini terjadi berulang, lama-lama saya jadi merasa insecure sebagai mahasiswa UIN Jember. Terlebih, saya adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin.
Percayalah, kalau pertanyaan selanjutnya sudah ngomongin soal fakultas, ini jauh lebih PR lagi. Saya bingung untuk menjelaskan tentang fakultas saya yang kelewat akhirat. Hal seperti inilah yang memaksa saya untuk menjawab sederhana dengan, “Jurusan Agama.”
Sulit dimungkiri kalau UNEJ adalah kampus terbesar di Jember. Jadi, banyak yang menganggap kalau orang kuliah di Jember, ya pasti mereka kuliah di UNIJ. Padahal, nih, di Jember masih ada UIN Jember, Politeknik Jember, dan beberapa kampus swasta lainnya yang jelas kampusnya bukan gudang penyimpanan tembakau.
#2 Banyak yang masih menganggapnya STAIN
Beginilah nasib kuliah di kampus yang doyan ganti status. Statusnya berubah, tapi anggapan masyarakat masih sama. Saya nggak tahu kalau soal kualitasnya. Meski kampus ini kini sudah alih status jadi UIN Jember, tapi anggapan masyarakat sekitar masih dengan santainya menyebut STAIN Jember.
Pengalaman ini saya rasakan ketika naik angkutan kota dari Terminal Tawang Alun ke UIN Jember. Ketika saya menyebutkan turun di IAIN, pak sopir langsung pasang wajah bingung. Namun, ketika saya meralatnya dengan bilang, “STAIN”, ia langsung ngeh dan menganggukkan kepala.
#3 Masuk kampus harus lewat pintu utama perumahan
Kampus ini berada di jalan utama masuk perumahan. Ini mengakibatkan gapura masuk ke kampus juga harus berkompromi dengan papan nama perumahan. Bagi saya, ini nggak begitu jadi masalah karena di depan kampus ada papan yang menunjukkan identitas kampus tanpa embel-embel perumahan tersebut.
Namun, ketika ada orang lain yang berkunjung, biasanya merasa kebingungan. Hal ini seperti dirasakan teman saya ketika membaca gapura tertulis “IAIN Jember”, eh di bawahnya ada tulisan “Pesona Surya Milenia”. Ini jalan menuju kampus atau perumahan? Perumahannya punya kampus? Atau kampusnya buka usaha perumahan?
#4 Sering ada kasus maling motor
Meskipun kampus ini sangat berdekatan dengan Polsek, tapi itu tidak menjamin keamanan lingkungan di sekitar kampus. Kasus mahasiswa kehilangan motor ini sudah kayak cicilan, selalu muncul tiap bulan. Mungkin kejahatan seperti ini dianggap biasa. Akan tetapi, kalau terlalu sering terjadi dan seolah nggak ada penanganan berarti, bikin gedeg juga, sih.
Selain itu, sebetulnya masih ada beberapa hal lain yang nggak enak ketika kuliah di sini. Kamu akan merasakan kuliah di padang pasir yang tandus dan sulit air ketika musim kemarau. Jadi, kalau ada mahasiswa yang nggak mandi waktu kuliah di UIN, itu bukan karena gaya-gayaan atau nunjukkin kalau dia aktivis dan mahasiswa seni. Namun, memang kahanan yang bikin seperti itu.
Betul, kuliah di mana saja pasti ada bagian nggak enaknya. Kita pun perlu tahu bagian nggak enaknya ini, biar kita lebih siap dan proses belajar kita jadi lebih barokah karena nggak banyak nggerundelnya.