Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

3 Tips biar Nggak Dikit-dikit Romantisisasi Sebuah Kota

Bayu Kharisma Putra oleh Bayu Kharisma Putra
12 Juni 2022
A A
3 Tips biar Nggak Dikit-dikit Romantisisasi Sebuah Kota

3 Tips biar Nggak Dikit-dikit Romantisisasi Sebuah Kota (Gregorius Yoessa via Shutterstock.com

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau dibaca judulnya saja, mungkin tulisan ini bakal dianggap memojokkan kegiatan romantisisasi suatu wilayah. Tapi, coba bacalah dulu. Tak ada yang salah dari meromantisisasi sebuah wilayah, sangat amat boleh. Asal paham batasan dan nggak kepolen, tentu sah-sah saja.

Sikap meromantisisasi bukannya tanpa risiko juga. Dalam banyak kasus, sikap ini memang sering memakan korban saat dijalankan dengan berlebihan. Banyak kebijakan kota yang pada akhirnya menjadi sulit diterima akal sehat, tentu akibat gempuran romantisisasi yang terlalu mendarah daging itu. Bahkan, romantisisasi kepolen ini juga dilakukan oleh para punggawa kotanya dengan terstruktur dan lucu.

Metode antikritik, sering kali menjadi pilihan mereka saat menjalankan romantisisasi kolektif nan kepolen. Apalagi saat romantisisasi kepolen itu bertemu dengan pariwisata dan pemasukkan daerah, jelas makin sulit dibendung. Meromantisisasi sebuah kota nyatanya memang mudah, bahkan terlalu mudah. Apalagi bagi wisatawan atau pendatang yang terkungkung dalam tempurung healing nan sempit itu. Banyak realitas yang tak terlihat, dan banyak yang sengaja ditutupi.

Oleh karena itulah, saya ingin berbagi tips agar Anda sekalian tak semudah itu termakan jebakan romantisisasi, atau minimal paham batasannya.

Pertama, memaknai ulang karya-karya yang menggugah nafsu untuk meromantisisasi sebuah wilayah.

Sebentar, saya tidak menyalahkan karya atau memojokkan pembuat karya. Yang jadi masalah adalah, terlalu terbuai dengan karya lalu tak melihat realitas. Karya itu tak selalu cerminan atau proyeksi dari keseluruhan sebuah kota.

Kita harus memaknai ulang, membuka diri untuk menerima itu hanya secuil dari apa yang ada di sebuah kota. Oke, kota itu indah dan merekam banyak memori indah di setiap jengkalnya. Namun, tak menutup kemungkinan jika setiap jengkalnya menyimpan memori kelam juga.

Boleh jadi di satu titik kita terpesona dengam ikon kota itu, namun di sisi yang lain ada eksploitasi pariwisata, kekuasaan mutlak tanpa menerima kritik, kemacetan, kriminalitas, tunawisma, penyerebotan tanah, hingga abai pada kesejahteraan buruh, dan UMR yang mengerikan. Bagaimana pun karya-karya itu memang keren dan romantis, tapi bukan keseluruhan dari cerita yang ada.

Baca Juga:

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

Kedua, menyadari jika sedang berwisata.

Namanya juga berwisata, tak usah jadi sok tahu. Bisa jadi yang Anda nikmati hanya secuil kecil dari apa yang terjadi. Ya, sudah berwisata saja, tak perlu fafifu wasweswos. Nggak usah bilang bahwa penduduknya pasti bahagia, kotanya indah, dan tiap hari bisa healing. Bisa saja Anda berpendapat begitu, wong paling cuma seminggu tinggal di situ. Namanya wisatawan sudah sepantasnya disuguhi yang indah dan romantis, nggak mungkin dikasih lihat warganya yang putus sekolah atau tak digaji layak.

Apalagi berkesimpulan bahwa semua murah, dan sudah tentu warganya makmur. Ya, situ nggak kerja dan hidup di sana, wajar berpikiran liar semacam itu. Kebahagiaan dan kesejahteraan tak bisa diukur dengan harga makanan semata, apalagi murah dan mahal itu teramat sangat relatif. Berwisata bukanlah jalan memahami sebuah kota dengan baik. Sebab, apa yang tersaji di brosur dan vlog, memang untuk menjaring wisatawan. Kalau pada akhirnya ketutuk, saran saya nggak usah sambat. Bahaya!

Ketiga, tinggal di sana, buka mata, dan perbanyak srawung.

Banyak yang tinggal di kota yang menurutnya romantis. Namun, mereka masih hidup dalam tempurung. Masih di dalam rumah penuh pepohonan di samping sawah yang permai, sesekali ke pasar untuk nyari konten foto, tapi tetap tutup mata pada apa saja yang sebenarnya terjadi. Tinggal tanpa srawung sama saja dengan berwisata dengan waktu yang lama. Apalagi yang hanya berbekal sering berfoto di pasar, lalu fotonya diupload dengan caption macam, “hidup apa adanya” dan “narimo ing pandum”.

Apalagi yang asli warga sana dan tinggal di sana sejak kecil, namun menutup mata atas apa yang terjadi pada saudara-saudaranya, sungguh nyemoni. Pokoknya kotanya romantis dan tak boleh ada kritik. Bahwa memahami sebuah kota itu butuh proses yang panjang, dan akan makin sulit berubah jika sering menutup-nutupi masalah. Meromantisisasinya dengan porsi yang wajar saja, tak perlu berlebihan adalah jalan yang tepat. Mengakui kekurangan juga tak ada salahnya, agar bisa berbenah.

Mau bagaimana pun, yang akan jadi korban adalah kota itu dan penduduknya di masa depan. Karena menghalau kritik dan masukan dengan berlindung pada romantisisasi kepolen, memang makin usang. Jika tak ada jalan keluarnya, semua masalah yang hanya ditutupi oleh romantisisasi akan meledak juga. Jika akhirnya semua sudah remuk, apa yang mau diromantisisasi lagi?

Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Memahami Isi Pikiran Ibu Kita, Megawati

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 12 Juni 2022 oleh

Tags: ketimpangankotaromantisisasiwisatawan
Bayu Kharisma Putra

Bayu Kharisma Putra

Anak pertama

ArtikelTerkait

Ubah Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo Jadi Mirip Jalan Malioboro Adalah Gagasan yang Maksa terminal mojok.co

Ubah Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo Jadi Mirip Jalan Malioboro Adalah Gagasan yang Maksa

16 Juli 2021
5 Hal tentang Kota Bandung Versi Wisatawan terminal mojok.co

5 Hal tentang Kota Bandung Versi Wisatawan

25 November 2021
Orang Kota Nggak Cocok Menghabiskan Masa Pensiun di Desa, Nggak Usah Sok-sokan Mojok.co

Orang Kota Nggak Cocok Menghabiskan Masa Pensiun di Desa, Nggak Usah Sok-sokan

6 Mei 2024
5 Tempat Wisata di Kota Batu yang Patut Diwaspadai

5 Tempat Wisata di Kota Batu yang Patut Diwaspadai

18 November 2023
Kok Bisa Ada Orang Bahagia di Jogja, padahal Hidup Mereka Susah?  

Sebaiknya Jogja Ditutup Saja Saat Tahun Baru

27 Desember 2022
Bogor Dibenci Wisatawan Bukan karena Pemerintahnya, tapi Ulah Masyarakatnya Sendiri

Bogor Dibenci Wisatawan Bukan karena Pemerintahnya, tapi Ulah Masyarakatnya Sendiri

13 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.