Sejauh pengalaman dan pengamatan saya, angkot semakin sepi. Kendaraan pribadi yang membanjiri jalanan sudah pasti menjadi alasannya. Namun, saya pikir, ada juga andil dari sopir angkot, yang membuat usahanya menjadi sepi. Iya, ada saja sikap mereka yang redflag banget dan saya rasa sangat “aneh”.
Izinkan saya bercerita
Daftar Isi
#1 Masih ada saja sopir angkot yang ketok harga
Saya tahu, eksistensi angkutan sudah nggak seeksis dulu. Dan, sayangnya, kondisi ini membuat penumpang yang masih setia naik angkot jadi makin malas.
Misalnya begini. Begitu masuk ke angkot dan penumpangnya cuma dikit, sopir angkot kerap minta ongkos lebih tinggi. Menurut saya, sikap ini nggak etis dan bikin malas padahal niat saya mencoba setia naik kendaraan umum.
Semakin aneh ketika sopir angkot malah menyindir penumpang. Misalnya dengan bilang gini, “Udah narik jauh, cuma dikasih segini.” Saat itu saya mengulungkan uang Rp7 ribu sesuai tarif biasanya. Kalimat kayak gitu membuat para penumpang kesal. Ya maklum kalau penumpang makin enggan naik angkot.
#2 Suka banget nanya hal-hal privasi
Adalah wajar kalau sopir angkot suka mengobrol dengan penumpang ketika angkutannya sepi. Saya sih nggak ada masalah dengan obrolan ringan. Namun, saya jadi agak trauma ketika si sopir sukanya nanya hal-hal privasi.
Misalnya, ada sopir angkot yang nanya rumah saya di mana, kalau di rumah sama siapa aja, pekerjaan orang tua apa, kenal nggak sama si anu, dan lain sebagainya. Terdengar “sepele”, tapi itu hal privasi dan bisa membuat penumpang, apalagi perempuan, menaruh pikiran buruk kepada si sopir.
Alangkah lebih seru kalau sopir bercerita tentang pengalaman-pengalamannya yang seru selama menjadi sopir. Menurut saya itu lebih meaningful dan bisa menghibur penumpang, daripada tanya-tanya ke ranah privasi. Itu jatuhnya nggak sopan menurut saya.
#3 Semakin aneh ketika ngebet mengantar sampai ke rumah
Saya pikir tanya-tanya soal ranah privasi udah yang paling redflag. Ternyata, masih ada yang lebih aneh ketika sopir angkot ngebet banget mengantar sampai ke rumah.
Saya mencoba berpikir positif. Mungkin itu inovasi dari si sopir untuk memberikan layanan lebih maksimal. Dia juga mematok harga lebih, misalnya, Rp10 ribu dengan nada yang agak memaksa.
Saya, sebagai penumpang perempuan, setelah ditanya-tanya hal privasi, agak dipaksa mau diantar sampai rumah, jadi takut sendiri. Inovasi sih boleh saja, tapi jangan memaksa, lah. Saya awalnya maklum, mungkin karena angkot nggak seramai dulu. Namun, menjaga sikap itu juga penting.
Itulah dia 3 sikap sopir angkot yang redflag banget dan bikin agak trauma bagi penumpang perempuan. Sebagai penumpang, saya mencoba memahami keadaan angkutan umum yang udah nggak dilirik.
Namun, kondisi tersebut tidak bisa menjadi alasan bagi sopir angkot untuk memaksa penumpang. Terakhir, saya berdoa supaya angkot-angkot di Indonesia, terutama para sopir tetap lancar rezekinya. Semoga selalu bisa bertahan di kerasnya zaman dan ada perubahan sikap dari oknum sopir yang “aneh banget”.
Penulis: Wulan Maulina
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Saya Rela Meninggalkan Kendaraan Pribadi demi Angkot Mikrotrans Jaklingko
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.