Layaknya Jakarta-Bandung dan Surabaya-Malang, Jogja dan Solo adalah kota bertetangga yang (terlihat) saling adu gengsi. Dengan adanya KRL Jogja-Solo, membuat jarak kedua kota tersebut semakin dekat. Setelah lama tertinggal oleh Jogja, kini Solo mulai berbenah di bawah kepemimpinan Walikota Gibran.
Perlahan Solo mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Salah satu yang membuat netizen heboh adalah ketika baliho besar dengan tulisan “Wisata Aman, ke Solo Aja” terpasang di Jogja. Saat dikonfirmasi, Gibran menyatakan bahwa baliho tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan klitih yang merajalela di Jogja.
Sebagai warga kelahiran Jogja yang barusan ke Solo, saya menyadari terdapat beberapa hal baik di Solo yang harus ditiru Jogja:
Call Center Juru Parkir (Jukir) Nakal
Jumlah wisatawan yang mengunjungi Jogja di libur lebaran kemarin tidak sesuai perkiraan. Hadirnya jukir yang nuthuk disinyalir menjadi salah satu penyebab wisatawan malas ke Jogja. Pemkot Jogja merilis peraturan jukir boleh menaikan tarif parkir hingga lima kali lipat. Peraturan yang seharusnya ditaati para jukir ini malah banyak dilanggar.
Wisatawan mengeluhkan mahalnya tarif parkir di sekitar Malioboro dan Alun-Alun Utara. Mobil ditarif parkir 20 ribu rupiah alias dua kali lipat dari harga yang diperbolehkan.
Tarif parkir yang tidak masuk akal juga terjadi di Solo. Jukir nakal juga beraksi di Masjid Sheikh Zayed. Masjid bergaya timur tengah yang belakangan menjadi obyek wisata ini memiliki tarif parkir resmi 3 ribu rupiah untuk sepeda motor, 5 ribu rupiah untuk mobil dan 10 ribu rupiah untuk bus.
Tapi, bedanya dengan Jogja, Dinas Perhubungan Kota Solo membuka call center untuk pelaporan jukir nakal. Format pelaporan meliputi: nama pelapor, kronologi, foto atau video jukir nakal dan lokasi parkir. Tampaknya call center jukir nakal ini perlu diterapkan di Jogja agar wisatawan merasa nyaman.
Baca halaman selanjutnya
Wajib menampilkan daftar harga bagi rumah makan…