Anak kecil mana, apalagi perempuan, yang tidak suka bila mendengar dongeng? Para anak perempuan tersebut biasanya akan menyambut gembira bila orang tuanya membacakan buku dongeng sebelum tidur. Ataupun ketika acara televisi memutarkan animasi berdasar kisah dongeng terkenal dari berbagai belahan dunia. Terlebih, kisah mengenai putri dan pangeran selalu berhasil menyedot perhatian anak-anak. Salah satu tokoh fiktif yang paling terkenal seantero jagat adalah Snow White atau Putri Salju. Beberapa lainnya menyebut tokoh tersebut dengan Putih Salju atau Shirayuki di Negara Matahari Terbit.
Kisah Snow White ini diceritakan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Bahkan, cerita rakyat yang berasal dari daratan Eropa ini pernah dibuatkan live action-nya yang dibintangi oleh Kristen Stewart, Chirst Hemsworth, dan Charlize Theron sebagai para pemeran utamanya.
Jauh sebelum itu, rumah produksi raksasa Walt Disney telah terlebih dahulu mengadaptasi cerita Snow White ke dalam bentuk animasi dengan judul Snow White and the Seven Dwarfs yang terhitung laris di pasaran. Bahkan, sosok animasi Snow White ciptaan Disney itu menjadi yang paling melekat di benak masyarakat dengan gaunnya yang mirip dengan warna seragam kasir Indomaret.
Meskipun versi Disney dirasa lebih manusiawi daripada cerita yang dituliskan oleh Grim Bersaudara, beberapa adegan dalam film kartun tersebut sepertinya masih kurang pantas untuk diperlihatkan, khususnya bagi para penonton yang masih berusia kanak-kanak. Disney memang telah melakukan pergantian cukup signifikan pada beberapa bagian cerita yang dirasa terlalu kelam untuk dinikmati anak-anak sebagaimana yang dideskripsikan oleh Brothers Grimm.
Beberapa adegan yang disensor tersebut di antaranya adalah sumber insipirasi ratu yang merupakan ibu kandung Putri Salju memperoleh nama Snow White, perbedaan usia Snow White versi animasi dan buku, serta cara kematian Ratu Jahat (Evil Queen) yang adalah ibu tiri Snow White.
Sewaktu masih duduk di bangku taman kanak-kanak atau sekolah dasar, wajar jika kita menganggap dongeng Snow White ini merupakan kisah cinta yang romantis. Sejujurnya, memang cara kerja Disney di masa lalu hampir selalu berpola seperti itu. Mereka menjual mimpi seorang putri yang dikesankan baik hati dan lemah lembut, akan ditolong seorang pangeran tampan untuk melawan kebatilan yang disimbolkan dengan tokoh penyihir atau ibu tiri jahat. Namun, seiring berlalunya waktu, Disney mulai melakukan inovasi menambahkan nilai-nilai baru dengan menciptakan tokoh karakter wanita yang lebih kuat dan nggak menye-menye.
Setelah beranjak dewasa dan menjadi orang tua, cerita klasik Snow White ini tak lagi relevan untuk mengajarkan kisah moral pada anak-anak. Sebenarnya, bukan hanya tokoh Snow White saja yang tak layak dijadikan contoh. Banyak tokoh heiress lain yang kurang pantas dijadikan role model para anak perempuan yang masih polos.
Beberapa contoh di antaranya adalah Cinderella yang menormalisasi penindasan, Aurora yang keponya mengalahkan lambe turah sampai menggiring dirinya ke ujung kematian, hingga Ariel yang dengan pongahnya menentang ayahnya serta bersekutu dengan penyihir laut. Untuk saat ini, berikut penjabaran tindak tanduk Snow White yang menjadikan dongeng klasiknya sebaiknya tak lagi diturunkan pada anak kita.
#1 Snow White terlalu mudah jatuh cinta dengan pria asing
Menurut dongeng klasiknya, Snow White pertama kali bertemu pangeran adalah jauh sebelum dia tak sadarkan diri setelah makan apel beracun. Kali pertama, mereka bertemu sewaktu Snow White melakukan pekerjaannya, menimba air dari sumur. Kala ia bersenandung di tengah menjalankan tugasnya, seorang pria menyambangi dan ikut bernyanyi yang membuat Snow White tersipu lantas jatuh cinta.
Waduh, kalau saja itu terjadi di zaman sekarang, yang ada justru malah membahayakan diri sendiri. Gampang dirayu orang yang baru saja ditemui akan menjerumuskan diri sendiri dalam celaka. Ingat perkataan Elsa pada adiknya, Anna, yang bersikeras menikah dengan pria yang baru saja dikenalnya, kan? Jelas dalam hal ini, Elsa berpikir lebih logis daripada seorang putri lain yang sama-sama memiliki kaitan dengan salju.
#2 Ia digambarkan sebagai seorang gadis yang kurang ajar serta tidak paham sopan santun
Padahal, ia adalah keturunan raja yang harusnya mudah saja untuk mengikuti kelas etika. Bagaimana tidak? Ia nekat memasuki rumah yang entah milik siapa. Bahkan, ia memakan hidangan yang tersedia di rumah tersebut serta meniduri kasur kepunyaan orang lain tanpa izin.
Sikap membersihkan rumah tersebut tanpa diminta pun tak lalu mampu menghapus kesalahan Snow White sebelumnya. Membereskan rumah orang lain tidak selalu berarti baik. Kadang, orang justru kesal karena tindakan itu bisa dianggap sebagai sebuah sindiran tak langsung bahwa si empunya rumah adalah orang yang jorok. Belum lagi, pemilik rumah bisa jadi justru kebingungan mencari letak barang-barang kepunyaannya karena telah diorganisir oleh orang lain.
#3 Snow White ini tampaknya kurang pintar kalau tak boleh dibilang dungu
Mungkin karena ibu kandungnya meninggal saat ia masih bayi dan ayahnya terlalu sibuk mengurus kerajaan, tak seorang pun yang memberitahu gadis muda itu bahwa ia tak boleh sembarangan menerima makanan dan minuman dari orang asing.
Ingatkah kita kalau orang tua kita tak bosan menasehati untuk tidak menerima permen dari Oom tak dikenal? Menerima saja nggak boleh, apalagi memakannya. Lha, Snow White ini malah dengan keluguannya yang menjurus pada kebodohan, mau-mau saja memakan apel dari seorang nenek tua yang tak diketahui asal-usulnya. Padahal, dia tahu betul bahwa dirinya sedang diincar oleh Evil Queen. Jadi, bagaimana? Masih mau mendongengkan cerita ini pada anak-anak kecil?
Penulis:Â Paula Gianita Primasari
Editor: Audian Laili
BACA JUGA Mulan Bukan Seorang Putri tapi Layak Dibilang Disney Princess Terbaik