Pekerja tertimbun, gas di dalam tanah, sampai kobaran api di sumur
Satu hal yang ia ingat pasti, banyak cerita tentang tantangan selama menjalani profesi ini. Pernah suatu waktu, saat proses menggarap sumur galian, ada insiden yang menyebabkan korban jiwa.
Saat itu, konstruksi dari batu lengkung tidak kuat dan menyebabkan dinding sumur ambrol. Tanah pun longsor dan menimbun salah satu pekerja yang sedang menggali di bawah. Sampai saat ini, itu merupakan momen yang tidak akan dilupakan Kirzin.
“Saya zaman dulu, nggak berani kalau disuruh memperbaiki sumur yang pakai batu lengkung. Diambil satu bisa ambrol, bahaya sekali,” ujarnya.
Selain itu, saat menggali sumur, para penggali kerap dihadapkan dengan kemunculan gas di dalam tanah. Biasanya hal itu membuat para pekerja merasa kepanasan. Kadang juga gas itu berbau tidak sedap.
Cara mengakalinya, biasanya para penggali menyediakan blower. Jika tidak ada blower maka menggunakan beberapa plastik es batu untuk mendingingkan suhu di bawah tanah. Para pekerja biasanya menemui bau gas seperti itu saat mengerjakan sumur di transisi antara musim hujan ke kemarau.
“Biasanya, setelah musim hujan ada terang beberapa hari. Nah habis itu ada hujan lagi sering memunculkan gas di bawah tanah,” ujarnya.
Hal berbahaya lain kadang terjadi karena mesin diesel. Banyak kasus kematian terjadi karena gas pembuangan dari diesel yang terkurung di dalam sumur. Padahal gas itu jika dihirup dengan jumlah banyak bisa membahayakan pekerja.
“Saya dulu juga pernah, pas awal-awal pegang mesin dan belum pengalaman. Lha dieselnya saya bawa ke bawah. Nafas saya langsung sesak. Untung bisa naik, sempat pingsan pas sampai permukaan,” paparnya.
Kondisi di sekitar sumur juga kadang menghadirkan risiko. Kirzin pernah menggali sumur di dekat sebuah SPBU Karangwaru, Yogyakarta. Letak sumur tidak terlalu jauh dengan tangki bawah tanah penyimpanan BBM.
Kirzin merasakan bau aneh saat sedang berada di dalam sumur. Bau bensin menguar di sela-sela tanah. Kebetulan, untuk menerangi gelap di bawah permukaan, ia menggunakan lampu petromax. Seketika saja, api dari lampu itu menyulut tanah yang sudah terkontaminasi bensin.
Untung saja, kobaran api tidak begitu besar. Namun, itu tetap membuat Kirzin panik dan kaget. Ia menduga ada kebocoran dari tangki penyimpanan BBM di SPBU terdekat tadi.
Di balik kisah-kisah penuh tantangan, ada hal-hal lucu yang kadang ditemukan saat proses penggalian sumur. Salah satunya tentang temuan-temuan di dalam tanah atau di dalam air yang pernah didapati.
Pernah suatu ketika Kirzin mendapat panggilan perbaikan sumur tak jauh di sekitar Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Tepatnya di dekat Kantor Pos Besar Yogyakarta.
“Pas itu di sumur menemukan ember, bokor, bahkan senapan rusak di sana. Sepertinya itu buangan londo atau bekas keraton dahulu,” kenangnya.
Kisah-kisah seperti itu mewarnai para penggali sumur dari Blawong. Melintas zaman dari generasi ke generasi. Kemasyhuran Blawong, bahkan membuat banyak tukang bor dan gali sumur dari beberapa daerah lain yang menggunakan nama kampung ini sebagai embel-embel jasanya.
Hal itu menurut Kirzin tidak masalah. Memang, ada banyak orang dari luar Blawong yang dahulu dipekerjakan oleh warga setempat, lalu kemudian membuka jasanya sendiri.
Kendati begitu, kemampuan warga Blawong terus diwariskan ke generasi muda. Kirzin mengaku melihat banyak anak muda, lulusan SMA, bahkan kuliah, yang kembali ke desa untuk meneruskan jasa memenuhi segala urusan sanitasi ini.
Sumur, sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi Blawong. Menjadi sumber pundi penghasilan untuk membangun rumah warga. Bahkan membangun kembali pasca diluluhlantakkan gempa besar yang melanda belasan tahun silam.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono