Laskar Joko Tingkir mereka disebut. Persela Lamongan, adalah salah klub yang sulit ditaklukkan, terutama ketika bermain di Stadion Surajaya, Lamongan, kandang mereka. Musim 2018/2019 kali ini, Persela mengawali Liga 1 Indonesia dengan cukup baik. Tiga kali bertanding, Persela Lamongan mencatatkan satu kemenangan, satu imbang, dan satu kalah.
Klub yang berdiri pada tanggal 18 April 1967 ini memang lekat dengan catatan inkonsistensi, hampir mirip dengan performa tim papan tengah lainnya di Indonesia. Namun, satu yang pasti, Persela Lamongan selalu bisa bertahan di divisi teratas sejak mereka promosi pada tahun 2003. Sudah 15 tahun mereka bertahan di kompetisi teratas.
Komposisi skuat Persela Lamongan, boleh dikatakan hampir selalu seimbang. Perpaduan antara pemain senior dan pemain muda jebolan akademi sendiri. Persela rajin memproduksi pemain muda. Mulai dari Samsul Arif, Zaenal Arif, Fandi Eko Utomo, dan Dendy Sulistyawan. Dan tentu saja, yang paling fenomenal adalah almarhum Choirul Huda yang meninggal musim lalu.
Jika AC Milan punya Paolo Maldini, Barcelona dengan Carles Puyol, dan AS Roma dengan Francesco Totti, maka Persela Lamongan punya sosok “pemain satu tim” dalam diri Choirul Huda. Kiper legendaris tersebut lahir pada tanggal 2 Juni 1979 dan meninggal pada tanggal 15 Oktober 2017, di usia 38 tahun.
Choirul Huda memang bukan “kiper selebritis”, yang namanya sering berseliweran di layar kaca seperti Marcus Horizon. Namun, Huda, selaku kapten, selalu tampil konsisten ketika berdiri di bawah mistar Persela Lamongan. Kiper dengan tinggi 183 sentimeter tersebut jago menghentikan sepakan jarak dekat. Nyalinya besar untuk menumpulkan sepakan keras lawan dari jarak kurang dari tiga meter.
Stadion Surajaya menampilkan wajah murung ketika penghormatan terakhir dilakukan oleh LA Mania, sebutan suporter Persela Lamongan. Titik air mata tak ada yang bisa dibendung di penghujung sore kala itu. Nama Choirul Huda sudah hampir sama besar seperti nama klub Lamongan itu sendiri.
Musim ini, Persela Lamongan tampil dengan misi yang sama, yaitu bertahan di divisi paling atas Liga Indonesia. Klub yang jago di kandang dan sulit dikalahkan itu masih akan menyulitkan klub-klub papan atas di Indonesia.