Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Rame Moknyus

Kejanggalan Kasus Meiliana, Ketiadaan Bukti sampai Vonis yang Cuma Berdasar dari “Katanya”

Redaksi oleh Redaksi
25 Agustus 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bukti Meiliana mengeluhkan suara azan tidak pernah bisa dihadirkan Jaksa Penuntut Umum di persidangan. Ajaibnya hakim tetap bisa memvonis terdakwa bersalah hanya dari keterangan saksi.

Vonis 18 bulan penjara kepada terdakwa Meiliana akibat dianggap oleh pengadilan sebagai penista agama karena mengeluhkan volume suara azan masih menyisakan cerita. Setelah sebelumnya pengacara terdakwa, Ranto Sibarani memposting tulisan di akun media sosial pribadinya mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan kliennya.

Turunnya vonis hakim kepada Meiliana sebenarnya jadi preseden buruk bagi hukum di Indonesia. Sebab selama persidangan tak sekali pun Jaksa Penuntut Umum mampu menghadirkan bukti bahwa terdakwa pernah mengucapkan “keluhan” suara azan.

“Sejak awal Jaksa, Anggia Y. Kesuma dkk. tidak pernah membuktikan kebenaran dakwaannya. Mereka juga tidak dapat menghadirkan rekaman suara atau video yang bisa membuat terang tindak pidana yang dilakukan oleh Meiliana,” kata Sibarani.

Tentu saja sangat mengerikan bagaimana sebuah vonis diturunkan dari sebuah “bukti petunjuk” dari pengakuan saksi tanpa ada bukti yang bisa dihadirkan di persidangan. Ini jelas berbeda dengan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang juga divonis karena kasus penistaan agama. Pada kasus Ahok ada sebuah video yang juga jadi alat bukti sehingga keputusan bisa didasarkan pada kalimat yang benar-benar muncul dari terdakwa pada kejadian.

Sedangkan pada kasus Meiliana, tak sekalipun ada “bukti yang sama” mengenai apa yang disampaikan oleh terdakwa. Sebab yang dijadikan dakwaan hanya berdasarkan pada “katanya” dan “katanya”. Apalagi saksi yang memberatkan pun tidak bisa membuktikan bahwa kalimat yang pernah didengarnya benar-benar seperti itu atau tidak.

Dari versi Meiliana, dirinya hanya mengatakan “Kak, sekarang suara masjid agak keras ya? Dulu tidak keras.” Sedangkan dari versi penuntut, terdakwa telah melarang azan karena bersumber pada masyarakat luas yang sudah menerima informasi bias dengan tambahan-tambahan yang tak pernah disebutkan oleh Meiliana sendiri.

Selama persidangan Jaksa hanya menyebutkan TOA dan amplifier sebagai bukti kejahatan terdakwa. Sebuah alat yang kalau pun mau dipaksakan sebagai bukti, jelas Meiliana tak pernah menyentuhnya sama sekali. Anehnya, kedua alat yang dianggap bukti kejahatan ini pun tidak pernah dibawa ke persidangan.

Kejanggalan berikutnya adalah dakwaan yang memberatkan terdakwa karena dianggap telah menghasut warga sampai kemudian terjadi pembakaran viahara dan kelenteng pada 29 Juli 2016, karena merasa terprovokasi “ucapan Meiliana”.

“Tidak ada rekaman atau video yang membuktikan kebenaran surat berisi pernyataan tersebut adalah sama yang dengan diucapkan oleh Meiliana,” kata Ranto lagi.

Pada poin ini, justru agama terdakwa dan Meiliana yang menjadi korban. Bahkan sampai rumah terdakwa harus mengalami kerusakan karena diserang oleh warga yang marah.

Ajaibnya, para pelaku perusakan tempat ibadah pada 2016 tahun yang dianggap sebagai reaksi kemarahan ucapan Meiliana dihukum begitu ringan. Dari keenam narapidana yang dihukum, semuanya hanya dihukum penjara dalam hitungan hari. Vonis hakim memang mematok hukuman 1 bulan, tapi karena semua dikurangi masa tahanan, pada praktiknya pelaku perusakan hanya dipenjara paling lama tiga pekan.

Padahal secara bukti dan saksi, keenam pelaku ini jelas-jelas melakukan perusakan tempat ibadah yang merupakan bagian dari pidana penodaan terhadap agama. Akan tetapi barangkali karena dikerjakan oleh ramai-ramai dan dari golongan mayoritas, tindakan itu dianggap bukan sebagai tindakan pelanggaran hukum yang berat. Hukum yang sedang-sedang saja, yang penting mereka bahagia~ (K/A)

Terakhir diperbarui pada 25 Agustus 2018 oleh

Tags: ahokazanhakimjaksameilianapenistaan agamapenodaan agamasidangterdakwatoavihara
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Sialnya Warga Banjarsari Solo, Dekat Rumah Jokowi tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Esai

Surat Terbuka untuk Jokowi 2014, Tolong Selamatkan Kami dari Jokowi 2024

13 Februari 2024
Prabowo Janji Buat Naikkan Gaji Hakim Agar Independen, Padahal Bayaran Hakim Sudah Sangat Besar. MOJOK.CO
Aktual

Prabowo Janji Buat Naikkan Gaji Hakim Agar Independen, Padahal Bayaran Hakim Sudah Sangat Besar

13 Desember 2023
Terjawab, Misteri Awal Mula Baju Kotak-kotak Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012. MOJOK.CO
Kilas

Terjawab, Misteri Awal Mula Baju Kotak-kotak Jokowi-Ahok di Pilkada DKI 2012

6 Juni 2023
mencari kedamaian hati dengan meditasi di vihara karangdjati
Sosok

Mencari Kedamaian Hati dan Healing dengan Meditasi di Vihara Karangdjati

10 Januari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.