MOJOK.CO – Awal Juli 2018, Anies-Sandiaga mengejutkan publik dengan melakukan perombakan pejabat DKI Jakarta. Kini, kebijakan mereka justru dikecam oleh KASN. Kenapa?
Pencopotan wali kota dan beberapa petinggi dalam perombakan pejabat DKI Jakarta yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan awal Juli lalu berbuntut panjang. Keputusan Pemprov DKI melalui surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1000 Tahun 2018 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1036 Tahun 2018 ini kini mengundang suara dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Ketua KASN Sofian Effendi menyebutkan bahwa kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini merupakan sebuah pelanggaran yang yang bakal membuatnya terancam sanksi. Loh, kok bisa?
KASN: Perombakan Pejabat DKI Tidak Sesuai Prosedur!
Ternyata, hal ini disebabkan Anies tidak melakukan perombakan pejabat DKI Jakarta sesuai prosedur. Menurut KASN, perombakan pejabat hanya bisa dilakukan setelah pejabat terkait menyelesaikan tugasnya selama satu tahun.
Tak hanya itu, Asisten Komisioner KASN, Sumardi, juga menegaskan bahwa semestinya gubernur dan wakil gubernur memberi kesempatan terlebih dulu pada pejabat eselon II yang kinerjanya menurun. Belum lagi, perekrutan pejabat eselon II menggunakan seleksi terbuka juga dianggap menyalahi aturan. Pasalnya, Pemprov DKI tidak melakukan koordinasi dengan komisi. Lagi pula, lelang jabatan hanya bisa dilakukan jika posisi yang dimaksud benar-benar kosong.
Bukan hanya KASN, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga menyuarakan hal yang sama. Bagi Prasetio, semestinya Anies memberi posisi baru untuk pejabat yang dicopot—bukan seperti sekarang ini, di mana walkot-walkot yang dicopot masih belum mendapat kejelasan posisi berikutnya.
Secara umum, KASN menyimpulkan bahwa perombakan pejabat DKI Jakarta ini telah mengandung pelanggaran prosedur sesuai perundangan yang berlaku. Untuk itu, pihaknya mengeluarkan empat rekomendasi.
Pertama, Gubernur Anies Baswedan diminta untuk mengembalikan jabat para pejabat DKI Jakarta yang telah dicopot bulan Juli lalu.
Kedua, jika memiliki bukti yang memperkuat pelanggaran pejabat, Anies diminta menyerahkannya dalam 30 hari.
Ketiga, proses penilaian kinerja terhadap pejabat hanya bisa dilakukan setelah satu tahun menjabat. Selain itu, pejabat berhak mendapat waktu enam bulan untuk memperbaiki kinerja.
Keempat, evaluasi penilaian kinerja harus dibuat secara lengkap dalam BAP (Berita Acara Penilaian).
Pihak KASN menegaskan bahwa rekomendasi ini wajib dilaksanakan oleh Anies karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Jika tidak, Anies terancam diberi sanksi oleh Presiden atas rekomendasi KASN.
Tanggapan Anies-Sandiaga atas Rekomendasi KASN
Disinggung perihal pencopotan pejabat DKI Jakarta, Anies menyebut dirinya memiliki alasan khusus yang tak bisa dipublikasikan. Menurutnya, ia hanya sedang menjaga agar iklim organisasi tetap sehat dengan tidak mengeluarkan alasan tersebut. Tak lupa, ia juga mengeluarkan peringatan pada KASN, “KASN enggak usah panas-panasin. Mau kenceng-kencengan begitu?”
Selain itu, Anies juga menyatakan keheranannya. Pasalnya, KASN mengajukan rekomendasi secara terbuka melalui press release, sementara KASN sendiri bukanlah partai maupun ormas. Ia justru balik menyarankan KASN untuk menyampaikan masukan melalui surat tertulis.
“Ini kesannya seperti ada sesuatu sehingga harus ada press release dari ketuanya lagi, langsung,” tambahnya. Namun begitu, Anies menyatakan dirinya siap memberi respons profesional terhadap rekomendasi KASN.
Sementara itu, Sandiaga Uno menyatakan pihak Pemprov DKI akan tetap menerima masukan, meski dirasa pihaknya telah menerapkan aturan yang berlaku. Jelasnya, “Menurut kami, (perombakan pejabat DKI) sudah sesuai dengan ketentuan, tapi kan kita terima masukan lain. Kita cari satu titik temu dan mudah-mudahan ini jadi suatu pembelajaran buat kita semua,”
Sandiaga juga diketahui pernah mengemukakan tanggapan lain yang tak kalah bijaksana. Saat itu, ia menegaskan, “Ya tentunya kita sangat terbuka dan kita harapkan semuanya melihat ini obyektif dan tidak terlalu dibesar-besarkan, dan tidak terlalu melodrama.”
Ya, nggak usahlah terlalu melodrama. Tapi, yah, yang namanya diputusin tanpa diberi kesempatan kedua itu memang sakit, sih—FYI aja, Pak. (A/K)