[MOJOK.CO] “Politik seperti cinta, butuh pihak kedua untuk bisa jalan bersama.”
Setelah melalui proses yang alot, kubu Khofifah Indar Parawansa akhirnya memilih Emil Dardak sebagai pasangan cawagub bagi perempuan yang akan mengalami pertarungan kali ketiga di panggung politik Jatim ini. Pilihan itu menyita perhatian publik.
Banyak orang memang menunggu siapa yang akan diusung kubu pejabat Menteri Sosial pemerintahan Presiden Jokowi. Sebab, lagi-lagi dia akan duel dengan Saifullah Yusuf. Memang pada pilgub Jatim nanti, posisi Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah, akan naik tingkat menjadi cagub.
Pada dua pemilu sebelumnya, dia ada pada posisi sebagai cawagub yang berpasangan dengan Soekarwo. Fakta menyatakan pada dua laga sebelumnya, Khofifah keok. Dalam laga pertama berlangsung sangat dramatis karena berlangsung tiga ronde. Sedangkan pada babak berikutnya tak kalah dramatis karena kubu Khofifah nyaris tidak punya cukup kursi untuk modal bertarung.
Salah satu yang menjadi sorotan pada dua pilgub Jatim sebelumnya, Khofifah tidak cukup jeli dalam memilih cawagub. Maka, ketika Gus Ipul yang sementara ini diusung oleh PKB dan PDIP menduetkan dengan Azwar Anas sebagai Cawagub, publik menunggu siapa yang bakal menjadi pilihan kubu pengusung Khofifah.
Menjadi nomor dua dalam pilgub Jatim sangat penting. Karena kalau dilihat dari sisi popularitas, Gus Ipul dan Khofifah sudah mentok. Dua kali bertarung di Jatim tentu membuat nama mereka sangat dikenal oleh publik Jatim. Dari sisi jaringan dan penguasaan teritori politik pun tidak akan jauh berbeda. Mereka juga masih akan melumasi mesin yang sama, yang digunakan pada dua pilgub sebelumnya.
Dengan demikian, pada laga kali ini yang menarik bukan hanya Gus Ipul vs Khofifah, namun juga Azwar Anas kontra Emil Dardak. Keduanya masih nisbi muda, sama-sama masih menjabat sebagai bupati, dan dicitrakan sebagai figur yang pintar.
Azwar yang merupakan bupati Banyuwangi dianggap akan mampu mendulang suara dari wilayah Tapal Kuda, sementara Emil yang menjabat sebagai bupati Trenggalek dianggap sanggup menimba suara dari lubuk Mataraman. Tentu saja mereka berdua juga diharapkan mampu menyerap suara dari para pemilih muda dan pemilih generasi milenial.
Pentingnya posisi kedua dalam perebutan kursi Jatim sebetulnya juga tampak dalam perebutan nomor dua pada panggung politik nasional. Banyak pengamat politik yang sepakat bahwa tahun 2019 nanti masih menjadi panggung bagi Jokowi dan Prabowo. Berbagai jajak pendapat yang digelar menguatkan pendapat tersebut.
Tidak aneh, para politikus berebut dijadikan nomor dua bagi kedua kandidat tersebut. Tidak heran, misalnya, Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, kini sibuk mengampanyekan diri sebagai sosok yang layak dijadikan nomor dua alias cawapres. Berbagai baliho berukuran besar yang memajang foto Cak Imin memenuhi jalanan di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Pesan kampanyenya sangat kuat: Cak Imin cocok dijadikan cawapres. Syukur menjadi Cawapres bagi Jokowi. Maklum, di pilpres nanti Jokowi adalah inkamben. Modal politiknya tentu lebih baik dibanding Prabowo.
Tapi sayang, Cak Imin tidak sendirian. Dia akan bertarung dengan sekian kandidat lain yang berebut dijadikan nomor dua. Di sana ada Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, Sri Mulyani, Tito Karnavian, dan masih ada nama-nama lain yang muncul sebagai kandidat kuat calon pendamping nomor satu.
Siapa pun orang bernomor dua ini nanti, jika nanti posisinya menjadi sangat strategis. Bukan semata sebagai wapres, melainkan sekaligus kandidat terkuat presiden pada tahun 2024. Jika yang menang Jokowi, berarti pada tahun 2024 dia tidak mungkin bertarung lagi. Sementara Prabowo, mau kalah atau menang pada Pilpres 2019, dari sisi umur sulit membayangkan dia akan berlaga di tahun 2024. Pada tahun tersebut, usianya sudah 73 tahun.
Balik ke soal pilgub, di Jawa Barat pun posisi calon nomor dua juga sangat penting. Jabar adalah wilayah terbanyak jumlah pemilih di Indonesia. Selain itu wilayahnya sangat luas dan karaker teritorinya sangat beragam. Dengan begitu, para cagub tak mungkin menyangga wilayah pertempuran sendirian. Mereka harus mempertimbangkan jam terbang, daya jelajah, dan keterampilan politik calon pasangannya.
Sementara di Jawa Tengah hampir bisa dibilang adem. Siapa pun sepakat wilayah ini adalah kandang PDIP. Namun, bukan berarti posisi nomor dua tidak penting. Justru karena adem, maka malah penting. Diperkirakan agak mudah bagi calon yang diusung oleh PDIP untuk menang di Jawa Tengah. Jika PDIP jadi mengusung Ganjar Pranowo, orang di nomor dua bisa “nebeng” lancarnya kemenangan Ganjar sekaligus bersiap menerima hal yang lebih enak lagi jika ternyata di tengah jalan terjadi apa-apa.
Maka, jika kamu dijadikan orang nomor dua oleh gebetanmu, jangan gundah, tak usah gelisah. Sebab ke depan nomor dua bukanlah “orang yang di bawah nomor satu”, melainkan “orang yang kelak akan menjadi nomor satu”. Dari sisi perspektif dua hal itu sangat berbeda.
Tetaplah tabah dan percaya diri jika dijadikan nomor dua. Katakan kepada dunia bahwa tak selamanya nomor dua itu buruk. Jika ditanya alasannya, jawab saja: “Lihatlah dengan kecerdasanmu panggung politik kita.”
Jika mereka masih belum mengerti, kirimi saja tautan artikel ini. Kalau perlu buatlah kaos dengan desain: “Saya bangga menjadi nomor dua.”
Dalam politik dan asmara, nomor dua bisa menjadi nomor satu. Tapi, nomor satu tak akan pernah bisa menjadi nomor dua.
Semoga artikel ini bisa menghibur dan membahagiakan kalian yang dinomorduakan oleh kekasih Anda. Percayalah, itu hanya sementara.