Wireless Earbuds, Sebuah Inovasi yang Justru Meribetkan Diri

Wireless earphone atau TWS yang pada akhirnya cuma begitu saja

ilustrasi Wireless Earbuds, Sebuah Inovasi yang Justru Meribetkan Diri mojok.co

MOJOK.CO – Wireless earbuds diciptakan untuk kemudahan karena tidak ada lagi kabel yang bakal nyangkut-nyangkut. Tapi, mohon maaf, inovasi ini menciptakan banyak masalah baru.

Pertama kali saya menyadari wireless earbuds atau wireless earphone itu benda keren adalah saat menonton drama Korea berjudul A Love to Kill yang diperankan oleh Rain dan Shin Min-a. Drama Korea ini termasuk lawas karena ditayangkan pada 2005 silam. Ketika itu, Rain yang berperan sebagai seorang bodyguard aktris, sesekali beradegan di dalam mobil sambil menyetir dan menelepon melalui wireless earbuds-nya yang nggak kelihatan. Saya yang masih SD terkesima, bagaimana seseorang bisa telepon hanya dengan benda seuprit yang nyantol di kuping dan ketutupan rambut itu.

Ketika itu saya nggak percaya benda macam wireless earbuds eksis di dunia ini. Saya pikir ia hanyalah kemajuan teknologi yang cukup ambisius dan ngasal. Sayangnya, lima belas tahun berselang, benda tersebut jadi alat dengar yang sepele di kalangan anak muda. Lalu sebagai bocah yang nggak ingin tersalip zaman, saya juga memilikinya.

Wireless earbuds ngetren setelah iPhone 12 tidak lagi “merepotkan” penggunanya dengan kabel-kabel. Muncullah Apple earpods yang jadi kebanggaan dan dipakai orang ke mana-mana. Benda putih tanpa kabel nyantol di kuping anak-anak hits Amerika dan tentu saja selanjutnya masyarakat sedunia mengamini hal ini.

Untuk mereka yang bukan pengguna iPhone, mereka masih punya kesempatan buat tampil kekinian pakai wireless earbuds produkan lain, misalnya Xiaomi, LG, dan merek-merek inide. Mulai dari yang murah sampai yang harganya nggak ngotak juga ada.

Sekilas produk wireless earbuds memang sudah selayaknya dianggap sebagai kemajuan karena kita semakin nggak repot mengurai kabel-kabel yang nyangkut sebelum mendengarkan musik. Kita nggak perlu lagi risau saat jogging sebab benda ini jauh lebih praktis kalau diajak berlarian. Tentu mengenai kualitas suara itu rumit karena menyangkut selera. Mereka yang militan dengan earphone berkabel juga masih banyak, salah satunya adalah saya.

Saya pikir wireless earbuds itu sebuah kemajuan yang nggak maju-maju amat, sebuah inovasi yang malah menciptakan masalah baru. Sejauh pengalaman saya pakai benda ini, sejauh itu pula saya ingin kembali ke earphone biasa.

Pertama, saya bisa dibilang cukup teledor menyimpan benda kecil. Ketika wireless earbuds nggak nyantol lagi di kuping dan nggak disimpan di dalam kotaknya, benda yang ukurannya seuprit itu hampir mustahil ditemukan di rumah saya yang penuh barang. Ini pernah sekali terjadi dan saya pusing bukan kepalang. Masalahnya juga, wireless earbuds yang saya punya adalah pemberian dan baru seminggu saya pakai. Apa yang harus saya bilang ke orang yang ngasih barang itu kalau belum seminggu saja sudah hilang sebelah? Mana saya tahu harganya cukup mahal ketika itu.

Sekali waktu, adik saya juga meminjam wireless earbuds ini sebab ia memang pengin sesekali me-time sambil dengerin musik malam-malam. Tentu saja, me-time itu berujung dengan dia ketiduran saat musik masih menyala. Ini terjadi semalaman hingga keesokan hari saat dia bangun, earbuds sebelah kanan sudah lenyap entah ke mana. Hadeeeh.

Andai si earbuds punya kabel, sepasang alat dengar itu mungkin tak terpisahkan.

Kedua, wireless earbuds memiliki area sensitif yang saking sensitifnya bisa bikin mangkel. Pengembang teknologi ini mungkin punya maksud baik. Pengguna bisa mematikan, menyalakan, bahkan mengganti lagu hanya dengan menyentuh atau tapping pada area earbuds.

Sayangnya, saat mendengarkan musik di perjalanan, musik yang saya putar kerap kali berhenti dengan sendirinya sebab earbuds yang saya kenakan mudah bergesekan dengan jilbab. Iya, saya pakai jilbab dan saya kira wireless earbuds bisa mempermudah ukhti hijab macam saya biar nggak kerepotan menata ulang hijab yang nyangkut di kabel earphone.

Ndilalah, teknologi yang saya kira membantu ini justru menciptakan masalah baru.

Saya yakin, walau pengguna wireless earbuds nggak semuanya berhijab, mereka juga kerap mengalami kendala ini. Minimal saat sedang tiduran atau cuddle sama guling.

Ketiga, buat teleponan susahnya minta ampun. Merujuk pada film-film action dan drama Korea A Love to Kill yang pernah saya tonton, saya berharap banyak dengan inovasi wireless earbuds untuk bertelepon. Saya pikir, saya bisa nyetir sambil teleponan kayak Rain, dan itu keren. Saya pikir saya bisa masak sambil zoom call kerjaan, mendengarkan presentasi dari kawan-kawan. Saya juga berpikir saya bakalan bisa bebas ngobrol sama pacar lewat telepon sambil jogging.

Ternyata, nggak semua wireless earbuds punya teknologi yang mumpuni untuk menjadi “mic”. Seringnya, lawan bicara saya di telepon berteriak, “Apa? Apa? Suaramu kecil banget malah kedengeran ada yang nyanyi-nyanyi.”

Haaash!

Mungkin, jika wireless earbuds-mu harganya lumayan mahal dan punya klaim bisa lancar untuk teleponan, ini nggak akan jadi masalah. Tapi, berapa duit lagi sih yang harus kita keluarkan untuk teknologi yang dalam versi earphone berkabel sudah jadi standar itu?

Saya sadar betul sebagian dari problem earphone, earbuds, headphone, headset adalah soal personalisasi. Tapi, punten aja nih. Seharusnya masing-masing inovasi itu memberikan solusi dong. Jika wireless earbuds hadir sebagai antitesis dari ribetnya kabel, ia masih menciptakan masalah baru yang membuat kita kembali mempertimbangkan elemen kabel sebagai sesuatu yang penting.

BACA JUGA 5 Earphone Harga Miring Berkualitas Cihuy, Mulai dari Rp20 Ribuan dan artikel AJENG RIZKA lainnya.

Exit mobile version