MOJOK.CO – Kuba bukan hanya Castro dan menyalakan cerutu. Lebih dari itu, mereka adalah negara yang juga doyan menyalakan mesin pesawat untuk mengirim tenaga medis ke negara yang butuh uluran tangan.
Mendengar Kuba, membuat kita tidak bisa menghilangkan wajah Fidel Castro dari kepala kita. Mungkin itu juga yang dipikirkan mendiang Fidel Castro, ketika mengingat Indonesia pasti wajah Soekarno lah yang terpampang nyata, hingga pada tahun 2008 Kuba merilis perangko bergambar Soekarno.
Sebagian besar mungkin akan selalu mengenal Kuba sebagai negara yang menganut paham komunisme, yang dianggap sebagai hantu mengerikan bagi sebagian rakyat Indonesia walau mereka tak pernah benar-benar paham apa itu komunisme. Ah, bukankah itu sifat alami manusia? Takut pada hal bahkan tidak kita pahami?
Kelak, Kuba bukan hanya tentang komunis dan Castro (dan tentu saja cerutu). Lebih dari itu, ia punya reputasi ciamik sebagai negara yang benar-benar mengamalkan butir-butir pelajaran PMP: gemar menolong.
Pada suatu hari yang diselimuti kegelapan, seluruh kru MS Braemar cemas. Kapal mereka mengangkut orang yang didiagnosa terjangkit virus corona. Itu artinya mereka harus berpacu dengan waktu untuk segera berlabuh dan memberi pengobatan yang layak.
Tapi semua paham, corona membuat semuanya tampak berbeda. Bagi MS Braemar, corona membuat bukan hanya laut yang kemudian pasang tampang kejam terhadap mereka, tapi juga juga daratan. Kapal MS Braemar tidak diterima di negara mana pun, bahkan Amerika Serikat, negara yang mengaku sebagai negara demokrasi, dan sering mengirimkan tentara untuk mengajari negara lain apa itu arti demokrasi. Saya tidak bisa membayangkan betapa sakit hati kru MS Braemar ketika ditolak oleh AS. We’re British, for God’s sake.
Seluruh awal kapal dilanda kepanikan. Betapa mereka akan mengalami nasib yang menyedihkan di lautan. Terkatung-katung entah sampai kapan layaknya Flying Dutchman yang tak pernah kembali ke daratan.
Tapi hidup memanglah penuh dengan keajaiban. Selalu ada harapan yang hadir. Dan kali ini, harapan itu bernama Kuba.
MS Braemar meminta izin untuk berlabuh di Kuba, tidak lupa mereka memberi tahu kondisi yang memaksa mereka. Tanpa ragu Kuba memberi izin, mereka bahkan menyambut serta memberikan pertolongan yang dibutuhkan. Tak peduli kau kiri atau kanan, liberal atau konservatif, kemanusiaan harus berada di depan.
Meski tidak terpapar eksposur media yang gila-gilaan, Kuba hampir tidak pernah absen mengirimkan bantuan berupa tenaga medis ke negara yang sedang terkena musibah. Ketika Aceh tertimpa musibah berupa tsunami dan Jogja terkena gempa, mereka mengirimkan tenaga medis untuk misi kemanusiaan. Haiti berutang budi begitu besar kepada Kuba atas bantuan yang mereka terima.
Ketika corona mewabah, mereka tidak berpikir dua kali untuk mengirimkan tenaga medis mereka ke bagian dunia yang membutuhkan. Meski terdapat kasus corona di Kuba, bukan berarti mereka menutup diri dan berhenti berkontribusi. Dalam senyap, mereka mengembangkan obat untuk memperkuat imun yang terbukti ampuh untuk penderita HIV/AIDS dan demam berdarah. Obat yang mereka kembangkan adalah salah satu obat yang dipakai oleh China untuk menangani pasien corona.
Baiklah, kalian mungkin bertanya ketika Indonesia kekurangan tenaga medis meski punya penduduk jauh lebih banyak dibanding Kuba, kenapa malah mereka yang mengirimkan tenaga medis ke penjuru dunia? Jawabnya adalah rasio dokter per pasien yang rendah.
Kuba adalah negara dengan rasio dokter per pasien terendah di dunia. Per dokter hanya menangani 155 pasien, jauh lebih baik dibandingkan AS yang punya rasio per dokter menangani 396 pasien. Subsidi besar-besaran untuk pendidikan membuat Kuba tidak akan kekurangan tenaga medis.
Kalau tenaga medis seluruh negara G8 digabung, jumlah tersebut masih tidak bisa menyamai jumlah tenaga medis di Kuba.
Semangat anti-kolonial dan kemanusiaan yang dipegang erat oleh Kuba membuat mereka selalu siap untuk membantu negara yang sedang dilanda musibah. Mereka sigap mengirimkan tenaga medis ke Italia dan China melawan corona.
Kiri atau kanan, liberal atau konservatif, di depan kemanusiaan semua itu sama. Kau akan menanggalkan atributmu untuk berlari ke depan menjadi garda pelindung kemanusiaan. Kuba mungkin di kepalamu hanyalah tentang cerutu, komunis, dan Castro. Tapi mereka tidak akan berhenti memanaskan mesin pesawat untuk mengirim tenaga medis ke negara yang butuh uluran tangan.
“It’s a bird? It’s a plane? No, it’s Cuba.”
BACA JUGA Menjawab Pertanyaan Makin Tua Kemampuan Otak Makin Menurun dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.