MOJOK.CO – Pak Jokowi, tolong kurang-kurangi bikin janji manis. Kalau asam lambung Ibu Sri Mulyani sampai naik karena stres, yang repot kan Bapak juga.
Saya selalu meyakini kalau ibu-ibu harus punya tempat curhat. Sebagai bentuk mental support, tempat curhat ini terkadang menyediakan solusi jitu. Atau, paling tidak, mereka bisa berbagi kesusahan. Sehingga, nantinya, mereka sedikit lega karena ada juga yang bernasib sama. Menderita bersama-sama itu lebih menenangkan hati ketimbang ngenes sendirian.
Makanya, ketika Sri Mulyani curhat di acara “Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class”, kita jangan menertawakan beliau. Sri Mulyani juga seorang ibu. Baik di keluarganya sendiri, maupun untuk Indonesia. Seorang “ibu” yang dibikin sakit perut sama Jokowi. Karena apa lagi kalau bukan pusingnya mewujudkan janji kampanye Jokowi.
Huh, dasar bapak-bapak, kok di mana-mana mirip kisahnya. Bapak polah, bojo ya melu kepradah. Bapak yang bikin ulah, yang kesulitan istrinya juga, bukan cuma anak saja.
“The beauty of election. Menjanjikan apa yang gratis, dan gratis. Saya kebanyakan sakit perut. Ya sedikit curhat. Waktu selesai election (pemilu) bill-nya datenglah itu,” kata Sri Mulyani seperti dikutip Pak Satpam kompleks: CNBC.
Ha ini salah satu dinamika hidup berkeluarga. Terkadang si bapak perlu membentuk citra positif di depan tetangganya. Lho ini penting. Selain membutuhkan tenaga tetangga ketika sambatan, membina hubungan baik dengan tetangga kanan dan kiri artinya membangun sebuah problem solver di sama depan, yaitu tempat minjem duit ketika anak mau masuk sekolah, misalnya.
Makanya, membentu citra baik itu penting bagi bapak-bapak. Bahkan ada seorang bapak, di rumah saya, yang sampai rebranding demi mendapatkan satu tempat duduk di tengah “kalangan” bapak-bapak hobi main remi di pos ronda. Jangan salah. Hanya mereka yang sudah diterima yang punya hak ikut duduk melingkar di pos ronda untuk main remi.
Lingkaran main remi memang menentukan status sosial seseorang. Oleh sebab itu, demi mendapatkan satu tempat yang prestisius itu, si bapak “kampanye” seperti Jokowi. Misalnya dengan membayari teh panas yang dipesan di sebuah angkringan di sebelah pos ronda. Suatu kali, si bapak membeli satu kardus bir untuk diminum bersama sambil main remi.
Ketika “kampanye” itulah, si ibu di rumah harap-harap cemas. Tetangga mana lagi yang perlu saya tabrak buat nurunin utangan. Hitungan utang itu nggak sederhana, karena kamu perlu memasukkan sekaligus menghitung banyak variabel. Misalnya, apakah aman nurunin utang lagi ketika cicilan di Bu RT masih jalan? Apakah aman menurunkan utang sekarang juga ketika dua bulan lagi si sulung minta dibelikan sepatu baru?
Hitungan ini rentan bikin si ibu stres. Kalau stres, bisa jadi asam lambung akan naik. Makanya, normal kalau Ibu Sri Mulyani sampai sakit perut gara-gara manisnya janji Jokowi.
“Saya tanya ini bagaimana caranya. Pak Presiden bilang pokoknya kampanye dulu. Kartu pra-kerja Rp10 triliun untuk 2 juta orang, cari supply dan demand-nya bagaimana,” terang Sri Mulyani. Saya membayangkan betapa dahi Ibu Sri Mulyani sering berkerut melihat buku catatan utang keluarga bernama Indonesia.
“Masak ya utang lagi. Bro Xi Jianping masih mau diutangin lagi nggak ya. Mana mereka lagi sibuk sama demam Corona lagi,” mungkin begitu batin Ibu Sri Mulyani. Kalimat yang sudah beliau susun di dalam kepala untuk kelak curhat di depan kompleks sama ibu-ibu lainnya yang lagi belanja sayur.
“Iya, bu. Suami saya juga begitu. Udah gede masih suka beli diecast. Dulu bilangnya cuma 100 ribu, ternyata harganya satu juta. Padahal itu jatah skincare saya, Bu. Gimana saya nggak pusing. Mana cicilan di Credit Union belum nutup lagi,” kata Bu Mirnah.
“Lho, kok sama, Bu. Suami saya suka cosplay. Katanya bahan baju Sailor Moon itu murah. Ternyata sampai 2 juta. Mana itu duit buat benerin atap yang bocor. Saya mau utang sama siapa lagi, coba. Lha wong cicilan Bu Sri ke Bu RT belum lunas. Kan kalau belum lunas, Bu RT nggak bisa ngasih utang ke yang lain. Lunasin dong, Bu,” kata Bu Anton agak sinis sambil membelai-belai ketimun.
Mas-mas jualan sayur cuma bisa tersenyum. “Iya, ibu-ibu. Jangan sering utang. Ingat, harga cabai sama bawang putih lagi tinggi, nih. Nanti ibu-ibu malah ngutang belanjaan lagi. Rugi saya, gimana mau kulakan nanti.”
Ibu Sri Mulyani mendengarkan sambil mendengus. Memikirkan janji-janji Jokowi yang super manis, tapi sulit diwujudkan. Sulit, bukan nggak bisa. Sulit, ya memang, sampai bikin Ibu Sri Mulyani sakit perut karena stres.
Nah, ini pelajaran yang sangat baik buat bapak-bapak tukang traktir tapi nggak mikirin keuangan istri di rumah. Kalau nggak punya duit, mending nggak usah hobi jajan sama janji.
Ingat, sebagian besar cekcok rumah tangga disebabkan oleh masalah ekonomi. Kalau Ibu Sri Mulyani minta “cerai” yang repot juga Pak Jokowi. Bu Mirnah sama Bu Anton mah malah seneng dapat bahan buat kunjungan dan studi banding ke tukang sayur.
BACA JUGA Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 5.542 Triliun, Rizal Ramli Sebut Menkeu “Ratu Utang” atau tulisan fiksi Yamadipati Seno lainnya.