MOJOK.CO – Apakah tema tulisan mojok yang nakal ini begitu maskulin hingga pembaca perempuannya lebih sedikit dari laki-laki? Mungkin inilah alasan saya direkrut sebagai redaktur cewek satu-satunya di editorial.
Sebagai redaktur paling baru di Mojok saya mungkin belum berpengalaman dan nulisnya masih berantakan. Tapi kalau kalian jadi saya, kalian mungkin juga akan merasakan sebuah empowerment karena bertahan sebagai redaktur cewek satu-satunya di editorial.
Lha bayangin saya sering banget dapet cemoohan di kolom komentar hanya karena saya nulis hal nggak penting di tengah pandemi corona. Katanya, tulisan saya nggak ada bobotnya, nggak diterbitin pun nggak mengubah apa pun. Mz, plz, buka KBBI daring dong, cari arti kata “hiburan”.
Oh kalau nggak mau, ya saya carikan wes.
hibur> hi.bur.an
(n) sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan dan sebagainya): taman, rakyat~
Sekali lagi punten, saya nulisnya sambil ngowoh. Tujuan saya sebenarnya adalah bikin Anda nggak spaneng. Tapi dikasih komedi bukannya santuy dikit, Bor, malah ngejak tawur. Jadi sedih akutu.
Sekalinya menulis yang agak serius dikit, ndakik-ndakik pakai teori feminisme ke sana kemari. Membela candaan sampah di tengah sadisnya patriarki, saya malah diteriaki intimidatif. Owalah, pengin salto seketika. Saya tidak bisa menyenangkan semua pihak, mylov~
Untuk itu sebagai redaktur cewek satu-satunya saya harus bertahan buat memperjuangkan sudut pandang. Meskipun aslinya betah-betah aja dikelilingi lelaki.
Kalian mengenal Prima Sulistya, Nial Lavinia, dan Audian Laili sebagai nama penulis yang pernah melahirkan tulisan-tulisan bagus di Mojok. Ya, mereka sekarang berada di divisi yang berbeda. Sementara divisi Editorial yang dipimpin suhu Agus Mulyadi, cuma punya saya seorang sebagai redaktur cewek.
Sedikit cerita, perekrutan saya begitu sederhana, tes menulis pada hari senin, wawancara di rabu malam (malam sebelum saya ujian proposal btw), dan dikasih kabar kalau saya diterima pada rabu siang. Bulan depannya saya mulai bekerja setelah memenuhi syarat One Month Notice untuk mengundurkan diri dari kantor saya sebelumnya.
Entah kenapa saya memiliki praduga kalau sebagai user, para redaktur senior di Mojok merekrut saya dengan harapan adanya keseimbangan perspektif cewek di badan redaksi. Pembaca perempuan di situs Mojok terdeteksi lebih sedikit daripada pembaca cowoknya. Bisa jadi memang karena ada rubrik Balbalan dan Otomojok, tapi nggak ada rubrik skinker dan fesyen.
Hadeeeh, padahal nggak ada salahnya cewek hobi baca rubrik Balbalan dan Otomojok.
Kalau memang alasan perekrutan saya seperti apa yang saya duga, saya jadi agak merasa bersalah. Suatu hari saya pernah diimbau buat menulis tentang produk skincare yang digadang-gadang bakalan laris manis di 2020. Saya nggak menolak sih, cuma saya bilang kalau saya nggak expert di bidang kecantikan.
FYI, saya memang bukan cewek feminin yang anggun layaknya selebgram dengan bakat endorse. Bakat saya itu protes dan makan. Bahkan teman-teman sering menuduh saya sebagai cewek paling maskulin setongkrongan. Padahal saya sudah berusaha lemah lelembut, hiks…
Seketika, Pimred Mojok jadi bingung sendiri, iya juga ya, Mojok sekarang nggak punya redaktur cewek yang beneran cewek banget. Jadi suatu waktu pengin ada tulisan soal skincare dan fesyen, belum ada yang benar-benar bisa dipercaya.
Tapi saya pikir, skinkare atau fesyen bukanlah satu-satunya indikator yang bisa bikin lebih banyak pembaca perempuan betah baca tulisan-tulisan kami. Karena pada dasarnya cewek suka perawatan wajah dan fesyen itu terlalu stereotyping.
Bahkan di antara kalian yang sedang baca ini, kalian mungkin perempuan. Hai, halo sista!
Menganggap topik bola, otomotif, bahkan politik dan isu sosial sebagai tema yang jauh dari pembaca perempuan sebenarnya bikin saya sedih. Lho, cewek itu berhak juga tahu tentang semua informasi itu, cewek juga nggak aneh kalau hobinya ngerusuhin akun Twitter @arsenalskitchen.
Permasalahan kenapa cewek cenderung nggak relate dengan tema-tema itu adalah karena apa yang mereka obrolin di tongkrongan sista-sista dan konstruksi yang sudah terbentuk berpuluh-puluh tahun lamanya.
Seorang bocah perempuan cenderung bakal dihakimi kalau mainannya mobil-mobilan. Orang tua mereka takut kalau jiwa maskulin anaknya bakal jadi nggak terarah. Padahal, mainan itu nggak punya jenis kelamin. Lingkungan sosial yang menentukan gendernya.
Jadi wahai kalian mbak-mbak pembaca perempuan Mojok yang budiman. Kalian tidak aneh jika rajin membaca rubrik Balbalan dan Otomojok. Kalian juga nggak salah kalau mengikuti prediksi skor bola Dumbo di akun media sosial Mojok. Seriusan.
Begitu pun sebaliknya, cowok yang suka skincare dan fesyen itu nggak aneh kok. Teman redaktur saya Rizky Prasetya pernah membuat tulisan tentang skincare cowok dan kami menyaksikan sendiri betapa agungnya geliat pria untuk berhias. Yang mana, itu juga nggak apa-apa.
Maka sebagai redaktur cewek satu-satunya di Mojok, saya mengajak para pembaca perempuan untuk bergabung dan merayakan sebuah media yang kata Mas Agus tidak mencerdaskan ini. Bertahanlah selagi saya belajar ilmu per-makeup-an dan bisa menyajikan hal konkret pada kalian. Yok dibantu yok, bisa yok!
BACA JUGA Membedah Anatomi Tayangan FTV ala SCTV yang Menggemaskan atau artikel AJENG RIZKA lainnya.